Wednesday, January 15, 2025
HomeBeritaKesepakatan cerminkan kemenangan pejuang Palestina, meskipun banyak istilah samar

Kesepakatan cerminkan kemenangan pejuang Palestina, meskipun banyak istilah samar

Sebaliknya, kesepakatan tanpa penghentian perang yang jelas akan dianggap sebagai kekalahan bagi Hamas

Dengan meningkatnya kemungkinan kesepakatan gencatan senjata di Gaza, para analis memiliki pandangan yang beragam terkait dampaknya. Mereka menilai kesepakatan ini dibangun di atas istilah-istilah yang belum jelas.

Aljazeera pada hari Ahad (12/1) melaporkan, tekanan semakin besar terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan kesepakatan yang sedang dibahas.

Lembaga penyiaran Israel mengutip sumber-sumber Amerika Serikat yang menyebut kesepakatan ini sebagai “jalan tengah yang dapat diterima semua pihak.”

Pada Sabtu malam, Netanyahu mengirim kepala Mossad, Shin Bet, dan perwakilan militer Israel ke Doha untuk melanjutkan negosiasi, seperti dilaporkan Channel 13 Israel.

Kesepakatan bertahap dan negosiasi yang masih samar

Menurut laporan itu, kesepakatan ini dirancang dalam beberapa tahap. Tahap pertama mencakup pembebasan semua sandera dengan jaminan Israel tidak akan kembali berperang.

Seorang pejabat Israel kepada Channel 12 menyebutkan, Presiden terpilih Donald Trump mulai ikut campur secara langsung dalam negosiasi pembebasan tahanan dalam dua hari terakhir.

Namun, menurut Dr. Hassan Mneimneh, peneliti di Middle East Institute Washington, semua perkembangan ini belum berarti kesepakatan akan tercapai.

“Langkah ini lebih kepada upaya Trump untuk menunjukkan kekuasaan dan wibawanya, seolah-olah ia mampu melakukan hal yang tidak dicapai Joe Biden selama setahun penuh,” katanya dalam program Masar Al-Ahdath.

Mneimneh menilai bahwa negosiasi saat ini masih diwarnai ketidakpastian. “Administrasi Trump tidak berbicara tentang kesepakatan yang menjamin penghentian perang secara eksplisit karena hal itu dianggap sebagai kekalahan bagi Israel dan kemenangan bagi Hamas,” jelasnya.

Sebaliknya, kesepakatan tanpa penghentian perang yang jelas akan dianggap sebagai kekalahan bagi Hamas.

Dengan demikian, Amerika Serikat masih menggunakan strategi lama yang sama seperti dalam negosiasi selama setahun terakhir.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa AS tidak memiliki visi untuk hari-hari pascaperang di Gaza. Baik AS maupun Israel sama-sama berusaha mencegah adanya otonomi atau kemandirian politik bagi Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat.

Menurut Mneimneh, meskipun perang dihentikan, Trump tetap mendukung agenda Israel, termasuk mendorong normalisasi lebih luas dan “melarutkan” hak-hak Palestina.

Pada akhirnya, langkah terbaik yang dapat ditawarkan adalah rekonstruksi terbatas Gaza dan memfasilitasi emigrasi penduduk dengan alasan kemanusiaan.

Kesepakatan kian dekat?

Berbeda dengan pandangan tersebut, Dr. Muhannad Mustafa, seorang pakar isu Israel, menilai bahwa tekanan domestik dan Amerika membuat Netanyahu serius untuk mencapai kesepakatan.

Bahkan jika itu berarti mengeluarkan kelompok sayap kanan pimpinan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dari pemerintahannya.

Namun, Mustafa menekankan bahwa Netanyahu tetap akan menggunakan istilah “penghentian pertempuran” alih-alih “penghentian perang.”

Sebab, penghentian perang berarti kehancuran total bagi sayap kanan Israel yang menganggap kemenangan absolut adalah mengendalikan masa depan Gaza, bukan sekadar mengalahkan Hamas.

Ia memprediksi Netanyahu akan menyetujui penarikan pasukan dari Gaza jika mendapatkan jaminan AS bahwa Israel berhak kembali kapan saja.

Tanpa jaminan itu, penarikan pasukan akan menjadi akhir karier politik Netanyahu.

Senada dengan itu, analis politik Dr. Ahmad Al-Hila mengungkapkan bahwa kesepakatan ini melibatkan gencatan senjata berkelanjutan dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari wilayah Netzarim dan Philadelpi.

“Ini merupakan perubahan sikap Netanyahu yang sebelumnya menolak untuk membahas hal ini sama sekali,” ujarnya.

Kesepakatan tersebut juga mencakup komitmen Israel untuk tidak kembali berperang serta pelaksanaan tahap pertama, yang meliputi pembukaan perbatasan, masuknya bantuan kemanusiaan, dan penarikan pasukan dari kawasan permukiman. Bahkan jika mekanisme untuk tahap kedua belum disepakati.

Al-Hila menilai bahwa kesepakatan ini adalah kemenangan bagi perlawanan Palestina dan rakyat Gaza secara umum, karena menghapus hak Israel untuk kembali secara militer ke Gaza akibat peristiwa 7 Oktober 2023.

Baca juga: Empat tentara Israel tewas dalam pertempuran dengan Hamas

Baca juga: Militer Israel telah habiskan Rp1.100 triliun untuk genosida Gaza

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular