Sunday, August 3, 2025
HomeBeritaKian terancam di wilayah Teluk, Israel tarik staf diplomatik dari UEA

Kian terancam di wilayah Teluk, Israel tarik staf diplomatik dari UEA

Pemerintah Israel memutuskan untuk mengevakuasi sebagian besar staf diplomatiknya dari Uni Emirat Arab (UEA).

Hal itu dilakukan setelah Dewan Keamanan Nasional (NSC) negara itu memperbarui peringatan perjalanan bagi warga Israel yang berada di wilayah Teluk.

Langkah ini diambil menyusul peringatan akan meningkatnya risiko keamanan dan kekhawatiran akan kemungkinan serangan balasan terhadap warga Israel maupun komunitas Yahudi di kawasan tersebut.

Peningkatan kewaspadaan ini terjadi di tengah memburuknya hubungan bilateral antara Tel Aviv dan Abu Dhabi.

Media Israel melaporkan bahwa Duta Besar Israel untuk UEA, Yossef Avraham Shelley, telah dipanggil pulang setelah otoritas UEA menyatakan tidak lagi bersedia menerimanya karena perilaku yang dinilai tidak pantas di sebuah bar di Abu Dhabi.

Menurut pernyataan resmi NSC, peringatan tersebut dikaitkan dengan kekhawatiran akan adanya upaya pembalasan setelah Israel melancarkan serangan selama 12 hari terhadap Iran pada Juni lalu.

NSC juga menyebutkan bahwa peringatan itu berlaku khususnya menjelang hari-hari besar Yahudi dan akhir pekan Shabbat.

“Situasi keamanan global saat ini mengharuskan peningkatan kehati-hatian, terutama di kawasan yang memiliki kerentanan terhadap aksi-aksi kekerasan yang menargetkan warga Yahudi,” tulis NSC dalam rilisnya.

UAE menjadi negara Arab ketiga yang menjalin hubungan diplomatik formal dengan Israel, setelah Mesir dan Yordania.

Normalisasi itu terjadi pada tahun 2020 melalui Kesepakatan Abraham, yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas pada 2022.

Sejak saat itu, hubungan ekonomi dan pariwisata antara kedua negara berkembang pesat, termasuk pembukaan jalur penerbangan langsung Dubai–Tel Aviv.

Namun demikian, hubungan tersebut kini berada di bawah tekanan. Pada Maret lalu, pengadilan di UEA menjatuhkan hukuman mati terhadap 3 orang yang didakwa membunuh seorang rabi Israel-Moldova, Zvi Kogan.

Peristiwa ini menambah ketegangan yang memuncak dengan munculnya laporan tentang perilaku Shelley yang tidak sesuai protokol diplomatik.

Media Israel menyebut bahwa Shelley telah terlibat dalam 3 insiden berbeda yang membuat otoritas UEA mengajukan protes diplomatik resmi.

Dalam satu insiden di sebuah bar di Abu Dhabi, ia disebut bertindak “tidak pantas” dan melampaui batas-batas norma hubungan bilateral.

Pengakuan negara Palestina

Sementara itu, tekanan internasional terhadap Israel terus meningkat seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza.

Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah negara Barat mulai menyuarakan dukungan terhadap pengakuan negara Palestina.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan bahwa Inggris akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka pada September mendatang, kecuali Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza.

Langkah serupa diumumkan oleh Kanada, Portugal, dan 15 negara Barat lainnya yang dipimpin oleh Prancis.

Pernyataan bersama dari negara-negara tersebut disusul dengan seruan dari sejumlah negara Timur Tengah yang meminta pengakuan atas Palestina sebagai negara berdaulat dan merdeka.

Dua organisasi hak asasi manusia besar di Israel, bersama berbagai kelompok internasional, kini menyatakan bahwa tindakan militer Israel di Gaza memenuhi definisi genosida.

Dalam laporan terbaru, badan pangan PBB, IPC (Integrated Food Security Phase Classification), mengungkapkan bahwa Gaza tengah menghadapi skenario terburuk kelaparan akibat blokade total terhadap bantuan kemanusiaan yang diberlakukan Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular