Wednesday, September 3, 2025
HomeBeritaKomedian Irlandia Tadhg Hickey: Kami ikut Global Flotilla karena Barat telah gagal

Komedian Irlandia Tadhg Hickey: Kami ikut Global Flotilla karena Barat telah gagal

Di tengah sorak ribuan orang di Pelabuhan Barcelona, armada kemanusiaan Global Sumud Flotilla kembali berlayar menuju Jalur Gaza. Di antara para aktivis yang ikut dalam pelayaran tersebut terdapat komedian asal Irlandia, Tadhg Hickey, yang kini juga dikenal sebagai aktivis vokal untuk Palestina.

“Ini bukan soal kepahlawanan. Ini soal kewajiban moral,” ujar Hickey kepada kantor berita Anadolu.

“Kenapa bukan saya? Mengapa saya harus meminta orang lain mengambil satu langkah lebih jauh, jika saya sendiri tidak mau melakukannya demi hasil nyata dalam advokasi kita untuk Palestina?”

Lebih dari 20 kapal berangkat dari Barcelona awal pekan ini dengan misi mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan menantang blokade penuh Israel atas wilayah tersebut. Penyelenggara menyatakan jumlah kapal akan terus bertambah, dan total armada diperkirakan mencakup sekitar 50 kapal dengan ratusan aktivis dari 44 negara. Mereka menyebutnya sebagai misi maritim terbesar menuju Gaza yang pernah ada.

“Tidak ada yang luar biasa dari apa yang kami lakukan. Yang luar biasa justru kenyataan bahwa kami harus melakukannya… karena Barat telah gagal,” kata Hickey.

“Ribuan orang mengantar kami”

Hickey menggambarkan suasana keberangkatan di Barcelona sebagai momen yang sangat mengharukan. “Banyak aktivis senior bilang ini peluncuran terbaik yang pernah mereka saksikan. Ribuan orang datang, dan media dari seluruh dunia meliput,” ujarnya. Namun, ia menyayangkan minimnya liputan dari media negara-negara Barat.

“Tentu saja, negara-negara yang paling bertanggung jawab atas kehancuran justru menjadi yang pertama menutup mata ketika terjadi genosida, kelaparan buatan, atau bencana kemanusiaan,” tambahnya.

Meski masih tergolong baru dalam gerakan ini, Hickey terkesan dengan solidaritas yang terbentuk di antara para peserta. “Belum pernah saya melihat kumpulan manusia seindah ini. Semuanya datang dengan tujuan yang sama. Sebagian besar dari kami punya anak, punya pekerjaan—tidak ada yang datang hanya untuk berswafoto,” katanya.

Kehidupan di atas kapal

Di atas kapal, para peserta berbagi tugas tanpa memandang status. “Semua orang melakukan pekerjaan harian, tak peduli siapa mereka. Bahkan kalau Paus ikut, dia tetap harus membersihkan toilet,” ujar Hickey berseloroh.

Sebelum keberangkatan, para aktivis mengikuti pelatihan intensif tentang disiplin dan prinsip non-kekerasan. “Semua terkoordinasi dalam semangat damai, karena kita tahu entitas Zionis sangat lihai menggambarkan orang biasa sebagai teroris,” katanya. Ia mengaku telah menjadi sasaran tuduhan media Israel, yang menuduhnya sebagai “teroris” dan “agen Iran”.

Ia juga mengenang peristiwa kelam yang dialami aktivis dalam misi sebelumnya, termasuk tragedi Mavi Marmara pada 2010, saat pasukan Israel menyerbu kapal bantuan asal Turki dan menewaskan 10 aktivis.

“Meskipun semua itu terjadi, para aktivis tetap kembali,” kata Hickey. “Saat pelatihan, hampir separuh ruangan diisi orang-orang yang pernah ikut flotilla sebelumnya.”

Risiko nyata

Meski berkomitmen penuh terhadap aksi damai, Hickey tidak menutupi adanya ketakutan. “Tentu ada rasa takut. Saya khawatir pada keluarga saya. Bisa saja saya ditahan di penjara Israel dan tak bisa dihubungi selama beberapa hari, atau bahkan lebih lama,” katanya.

Pemerintah Israel, menurut laporan, telah menyiapkan rencana penahanan jangka panjang terhadap para aktivis. Pada misi sebelumnya bulan Juni, kapal yang membawa aktivis iklim Greta Thunberg dicegat, dan seluruh awaknya dideportasi.

“Kami bukan ingin berlayar, tapi merasa harus melakukannya,” ujar Hickey. “Kami tak akan berada di posisi ini jika pemerintah Barat tidak begitu lemah dan terlibat dalam genosida ini.”

Gerakan yang Terus Membesar

Bagi Hickey, pengalaman di Barcelona memberikan secercah harapan. “Rasanya seperti mimpi. Seolah inilah dunia seperti seharusnya—semua orang berdiri membela Palestina. Ini bukan soal politik, ini soal mereka (Israel) bahkan melarang susu bayi masuk ke Gaza.”

Ia menekankan bahwa ancaman terbesar bagi Israel bukan datang dari individu, melainkan dari kekuatan kolektif rakyat dunia yang bersatu.

“Itulah yang seharusnya mereka takuti. Orang-orang semakin muak dengan kekerasan brutal yang mereka lakukan. Ketika pemerintah diam, warga sipil mulai bangkit.”

Ia menegaskan bahwa apapun yang terjadi, gerakan ini tidak akan berhenti.

“Saya yakin, apapun yang terjadi pada kami dalam pelayaran ini, para aktivis tak akan berhenti. Gerakan ini hanya akan semakin besar,” pungkasnya.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular