Asosiasi Bantuan Medis di Jalur Gaza, Selasa (23/12), memperingatkan tentang semakin memburuknya kondisi kesehatan warga Palestina yang menderita penyakit kronis.
Situasi ini terjadi di tengah kelangkaan obat-obatan yang kian parah serta larangan bagi pasien untuk bepergian ke luar Gaza guna memperoleh perawatan medis yang memadai.
Direktur Bantuan Medis di Gaza, Mohammed Abu Afsh, kepada Kantor Berita Jerman (Deutsche Presse-Agentur/dpa), mengatakan bahwa ratusan pasien kini menghadapi risiko kesehatan yang sangat serius akibat terputusnya pengobatan secara berkelanjutan.
Ia mengungkapkan bahwa sekitar 1.200 pasien Palestina telah meninggal dunia akibat tidak tersedianya obat-obatan yang diperlukan.
Selain itu juga terhambatnya akses mereka untuk melanjutkan pengobatan di luar Jalur Gaza, meskipun ia tidak merinci kerangka waktu terjadinya kasus-kasus kematian tersebut.
Abu Afsh juga menjelaskan bahwa sebagian besar operasi bedah spesialis—terutama di bidang bedah ortopedi—telah terhenti hampir sepenuhnya.
Hal itu disebabkan oleh ketiadaan perlengkapan dan peralatan medis yang esensial. Ia memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, banyak pasien dan korban luka berpotensi mengalami komplikasi permanen yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan di Gaza dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu lalu juga memperingatkan terjadinya penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada stok obat-obatan di rumah sakit-rumah sakit di wilayah tersebut.
Dalam pernyataan itu disebutkan bahwa tingkat kekurangan mencapai 52 persen untuk obat-obatan esensial, sementara defisit bahan habis pakai medis tercatat hingga 71 persen.
Kondisi ini menambah panjang daftar krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, terutama di sektor kesehatan, yang semakin terpuruk akibat keterbatasan pasokan, pembatasan mobilitas pasien.
Selain itu juga adanya tekanan berlapis terhadap sistem pelayanan medis yang sudah berada di ambang kolaps.


