Seorang warga lanjut usia Palestina, Jamil Haribat (80), mengungkapkan bahwa ia menjadi korban penahanan dan penyiksaan oleh tentara Israel.
Penyiksaan tersebut tidak menunjukkan sedikit pun kepedulian terhadap usia lanjut dan penyakit yang dideritanya.
Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu dini hari di rumahnya, yang terletak di kota al-Thabaqa, selatan Hebron, wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, tampak Haribat digelandang dengan mata tertutup oleh sekelompok tentara Israel bersenjata lengkap.
Ia diambil dari rumahnya dan dibawa ke luar dalam kondisi tanpa alas kaki, hanya mengenakan pakaian rumah.
Menurut penuturannya kepada media setempat, pasukan Israel yang didukung kendaraan lapis baja menyerbu permukimannya sesaat sebelum fajar.
Ia terbangun karena suara bentakan dan pintu rumah yang didobrak oleh pasukan yang kemudian masuk secara brutal.
“Setelah mengobrak-abrik rumah saya dan rumah anak saya, mereka menyeret saya dengan kasar menuruni tangga, tanpa memperhatikan usia atau kondisi kesehatan saya,” ungkap Haribat.
Identitas para pejuang perlawanan
Menurut Haribat, seorang perwira Israel kemudian memerintahkan anak buahnya untuk memborgol tangan dan menutup matanya, lalu membawanya keluar rumah hanya dengan pakaian tidur dan tanpa alas kaki.
Ia kemudian dibawa ke pintu masuk desa menggunakan kendaraan militer, diiringi ancaman dan teriakan sepanjang jalan.
Lebih lanjut, Haribat menceritakan bahwa saat interogasi, ia ditanyai soal identitas pemuda-pemuda Palestina yang diduga melempar batu ke arah tentara Israel.
“Jika kalian sebagai tentara dan intelijen tidak tahu siapa mereka, bagaimana mungkin saya, seorang pria tua yang sakit-sakitan, bisa tahu?” katanya.
Namun, bukannya dihentikan, sang perwira justru mengancam akan menggerebek desa dan rumah Haribat setiap pekan jika ia tidak memberikan informasi yang diinginkan.
Penangkapan dan penyiksaan terhadap warga Palestina, termasuk mereka yang sudah lanjut usia, bukanlah hal baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Militer Israel secara rutin melakukan penggerebekan malam hari dan penangkapan massal, dengan dalih mencari orang-orang yang mereka sebut sebagai “tersangka”.
Sejak 21 Januari lalu, militer Israel meningkatkan operasi militer berskala besar di wilayah utara Tepi Barat, dimulai dari kota Jenin dan kamp pengungsinya, lalu merambah ke kamp-kamp di Tulkarm dan Nour Shams.
Seiring dengan agresi brutal di Jalur Gaza, pasukan Israel dan kelompok pemukim Yahudi bersenjata juga terus melakukan kekerasan di wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Menurut data resmi Palestina, sejak awal Oktober 2023, sedikitnya 994 warga Palestina tewas dan hampir 7.000 lainnya terluka akibat kekerasan di Tepi Barat.
Sementara itu, di Jalur Gaza, Israel terus melancarkan perang yang dianggap sebagai genosida, mencakup pembunuhan massal, penghancuran infrastruktur, kelaparan yang disengaja, serta pengusiran paksa warga.
Serangan yang mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat itu telah menewaskan dan melukai lebih dari 195.000 warga Palestina, mayoritas di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.
Lebih dari 11.000 orang masih hilang, dan ratusan ribu lainnya mengungsi dalam kondisi kelaparan.