Sejumlah media internasional menyoroti meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat serta memburuknya situasi kemanusiaan di Sudan, khususnya di wilayah Darfur Utara yang kini berada di ambang kehancuran.
Harian The Guardian menulis tentang lonjakan tajam kekerasan oleh para pemukim Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sejak pecahnya perang di Jalur Gaza dua tahun lalu.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari seribu warga Palestina telah terbunuh akibat serangan pemukim dan tentara Israel.
Bulan Oktober lalu tercatat 260 serangan—angka tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2006.
Organisasi-organisasi hak asasi manusia memperingatkan bahwa kekerasan tersebut terjadi di tengah “lingkungan permisif” yang bahkan didukung oleh sejumlah pejabat tinggi Israel.
Pasukan keamanan Israel, menurut laporan itu, kerap hanya berdiri menyaksikan tanpa campur tangan, dan baru bertindak jika warga Palestina mencoba membela diri.
Sementara itu, The Guardian juga melaporkan kondisi kemanusiaan yang memburuk di Sudan. Operasi bantuan di Darfur Utara dikabarkan berada di ambang kehancuran total.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperingatkan bahwa stok bantuan hampir habis, sementara meningkatnya kekerasan dan ancaman keamanan membuat distribusi bantuan semakin berisiko.
Lembaga Doctors Without Borders (Médecins Sans Frontières/MSF) juga mengungkapkan tingkat malnutrisi yang mengkhawatirkan di kamp-kamp pengungsi.
Di kamp Tawila, lebih dari 70 persen anak-anak di bawah usia lima tahun dilaporkan menderita kekurangan gizi akut.
Angka yang mencerminkan tingkat krisis kemanusiaan paling parah dalam dua dekade terakhir.
Dalam isu lain, The New York Times menyoroti hasil awal pemilu parlemen Irak, di mana koalisi yang dipimpin Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani unggul dalam perolehan suara.
Namun, surat kabar tersebut mencatat bahwa belum ada pemenang mayoritas yang jelas, sehingga proses pembentukan pemerintahan baru kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan karena tarik-menarik politik antarpartai.
Para analis menilai situasi semakin rumit karena posisi pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump—yang disebut tidak akan menerima pemimpin Irak yang berafiliasi dekat dengan Iran.
Kondisi ini, tulis The New York Times, bisa menjadi batu sandungan bagi al-Sudani yang tengah berupaya memperpanjang masa jabatannya.
Sementara itu, The Wall Street Journal memberitakan bahwa Presiden AS Donald Trump telah meminta Presiden Israel Isaac Herzog untuk memberikan pengampunan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atas tuduhan korupsi yang tengah dihadapinya.
Surat kabar tersebut menyebut langkah Trump sebagai intervensi politik yang berisiko memperdalam polarisasi di dalam Israel.
Popularitas Trump yang tinggi di kalangan warga Israel, menurut laporan itu, memberinya pengaruh besar dalam isu sensitif ini.
Namun, dakwaan korupsi terhadap Netanyahu telah menjauhkan banyak sekutunya dan memperburuk hubungannya dengan lembaga peradilan Israel.
Dengan rentetan krisis dari Tepi Barat hingga Darfur, serta ketegangan politik di Irak dan Israel, pemberitaan global pekan ini menegaskan kembali bahwa dunia tengah berada dalam fase ketidakstabilan yang meluas.
Di mana kekerasan, kelaparan, dan krisis politik saling bertaut memperdalam penderitaan manusia.


