Wednesday, April 16, 2025
HomeBeritaMedia internasional: kunjungan Netanyahu ke Washington berbeda dan sarat krisis

Media internasional: kunjungan Netanyahu ke Washington berbeda dan sarat krisis

Media internasional menyoroti kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Amerika Serikat (AS) serta tragedi para tenaga medis Palestina yang dibunuh oleh tentara pendudukan Israel di Kota Rafah, selatan Jalur Gaza.

Analisis yang dimuat oleh surat kabar Washington Post menyimpulkan bahwa kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih kali ini berbeda dari sebelumnya.

Ia menyebut bahwa kunjungan diliputi oleh krisis internal maupun regional yang dihadapinya.

Menurut analisis tersebut, alasan resmi kunjungan adalah terkait tarif perdagangan dengan AS, namun perang di Gaza dan permasalahan yang membelit Netanyahu tak bisa dipisahkan.

Terutama setelah tragedi pembunuhan para tenaga medis Palestina yang memicu kemarahan internasional, serta meningkatnya tekanan domestik terhadap Netanyahu.

Sementara itu, surat kabar Inggris Financial Times mempublikasikan laporan lengkap.

Grafik dan data yang menunjukkan bahwa jumlah tenaga medis Palestina dan internasional yang dibunuh oleh Israel di wilayah Palestina merupakan yang tertinggi dalam sejarah konflik.

Berdasarkan data tersebut, korban dari kalangan tenaga medis akibat tindakan militer Israel meningkat dari kurang dari 20 orang di awal tahun 2000-an menjadi lebih dari 200 orang pada bulan lalu.

The New York Times juga memuat kesaksian dua saksi mata atas pembunuhan para tenaga medis Palestina oleh tentara Israel.

Salah satunya adalah relawan medis yang ditangkap oleh tentara sebelum kejadian dan dipaksa tetap berada di Lokasi.

Kedua adalah seorang dokter yang ditangkap bersama anaknya hanya beberapa menit sebelum insiden terjadi.

Kedua saksi ini diwawancarai secara terpisah oleh surat kabar tersebut. Kesaksian mereka disebut sesuai dengan rekaman video yang ditemukan di tubuh salah satu tenaga medis yang tewas.

Serta cocok dengan tuduhan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa Israel melakukan pembunuhan secara sengaja dan dengan pengetahuan sebelumnya.

Pada 23 Maret lalu, sebanyak 15 tenaga medis dan pekerja kemanusiaan tewas akibat tembakan Israel di Rafah.

Tentara Israel awalnya mengklaim bahwa mereka melihat kendaraan yang mendekat dengan cara mencurigakan tanpa menyalakan lampu atau sinyal darurat, sehingga mereka menembak.

Namun pada Sabtu malam, militer Israel mencabut klaim tersebut dan mengakui telah melakukan pembunuhan terhadap para petugas medis dan pemadam kebakaran di Rafah.

Setelah beredarnya rekaman video mengejutkan yang direkam oleh salah satu tenaga medis sebelum ia gugur, yang dipublikasikan oleh surat kabar yang sama.

Surat kabar Jerusalem Post dalam tajuknya mendesak militer Israel untuk bersikap transparan dalam menangani kasus pembunuhan warga sipil tak bersalah di Gaza.

Surat kabar itu juga menyarankan untuk menghindari narasi yang berubah-ubah seperti yang terjadi dalam kasus pembunuhan para tenaga medis.

Menurut surat kabar itu, para tentara mungkin saja melakukan kesalahan seperti dalam perang lainnya, namun yang menjadi masalah adalah inkonsistensi dalam narasi pihak Israel.

Mereka menilai sangat memalukan bahwa Israel hanya mengubah pernyataannya setelah media internasional menerbitkan bukti video kejadian tersebut.

Analis militer surat kabar Haaretz, Amos Harel, menyatakan bahwa pembunuhan para tenaga medis Palestina di Rafah, dan apa yang ia sebut sebagai “liarnya” tindakan tentara Israel di Tepi Barat, menjadi ujian besar bagi otoritas Kepala Staf Umum militer Israel yang baru, Eyal Zamir.

Menurut Harel, Zamir mengambil alih posisi tersebut di tengah kampanye untuk meningkatkan disiplin dalam militer, dengan fokus lebih besar pada aturan baku tembak dan perlakuan terhadap warga sipil—hal yang gagal ditangani oleh kepala staf sebelumnya, Herzi Halevi.

Dalam perkembangan terkait, The Guardian Inggris mengungkapkan dalam laporan eksklusif bahwa sejumlah pengacara dan pakar hukum di London akan mengajukan gugatan terhadap 10 warga negara Inggris yang ikut bertempur bersama militer Israel di Gaza.

Gugatan tersebut menuduh para individu itu telah membunuh warga sipil Palestina, tenaga medis, dan melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menurut The Guardian, berkas gugatan setebal 240 halaman itu disusun oleh tim pengacara bekerja sama dengan para pakar hukum di Den Haag.

Puluhan pakar hukum juga telah menandatangani surat dukungan untuk mendorong para pengacara melanjutkan proses hukum tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular