Kekacauan besar yang timbul dari mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan yang digagas oleh Israel di Jalur Gaza menarik perhatian luas media internasional.
Sejumlah laporan utama dari surat kabar terkemuka dunia mengungkapkan keprihatinan mendalam atas cara distribusi itu dijalankan dan dampaknya terhadap warga sipil Palestina yang sudah lama terdampak konflik.
Dalam laporan khususnya, harian Libération asal Prancis menyebut mekanisme tersebut sebagai “jebakan maut di Gaza.”
Laporan ini menyoroti kematian puluhan warga Palestina yang berusaha mendapatkan sedikit makanan, menggambarkan situasi di pusat-pusat distribusi sebagai “kacau total” akibat lemahnya perencanaan dan pengawasan.
Laporan itu juga mempertanyakan pernyataan resmi militer Israel dan perusahaan-perusahaan keamanan swasta yang mengklaim tidak melepaskan tembakan ke arah kerumunan warga.
Pernyataan ini dianggap bertolak belakang dengan kesaksian sejumlah saksi mata yang dihimpun oleh berbagai kantor berita internasional.
Sementara itu, Yedioth Ahronoth, salah satu surat kabar utama Israel, memuat analisis yang menyatakan bahwa pemerintah Israel telah kehilangan legitimasi internasional untuk melanjutkan perang di Gaza.
Artikel tersebut memperingatkan bahwa tanpa dukungan dunia internasional yang kuat, Israel akan menghadapi isolasi yang makin parah.
Tulisan itu menilai bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyia-nyiakan momentum dukungan internasional yang sempat terbentuk di awal konflik.
“Seandainya ia menyodorkan rencana yang konkret untuk masa depan Gaza dan melibatkan dunia internasional, situasinya akan jauh berbeda,” demikian isi artikel tersebut.
Majalah Newsweek menyoroti pernyataan mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, yang menyampaikan kritik keras terhadap pemerintahan Netanyahu.
Dalam sebuah wawancara televisi, Olmert menuduh pemerintah saat ini melakukan kejahatan perang terhadap rakyat Palestina.
Newsweek menilai bahwa komentar Olmert ini menjadi kecaman paling tajam dari mantan pejabat tinggi Israel, sekaligus mencerminkan pandangan banyak kalangan domestik maupun internasional yang menentang kebijakan Israel saat ini.
Dari sisi politik dalam negeri Israel, The Jerusalem Post memperingatkan potensi krisis serius yang dipicu oleh konflik antara Netanyahu dan Mahkamah Agung.
Sengketa ini dipicu oleh keputusan Netanyahu menunjuk kepala baru badan intelijen dalam negeri, Shin Bet (Shabak), yang menimbulkan ketegangan antar lembaga tinggi negara.
Artikel itu menyebut bahwa kekakuan sikap kedua pihak dapat menyeret Israel ke jurang krisis di tengah perang yang masih berkecamuk, krisis sandera yang belum terselesaikan, serta tekanan diplomatik dan opini global yang semakin keras.
Di luar isu Gaza, The Washington Post melaporkan tentang eskalasi konflik Rusia-Ukraina.
Serangan Ukraina yang belum pernah terjadi sebelumnya ke wilayah Rusia memicu seruan balasan keras dari kalangan dalam negeri Rusia.
Serangan itu terjadi berdekatan dengan runtuhnya dua jembatan strategis di Rusia barat daya dan menjelang pembicaraan damai yang direncanakan di Istanbul.
Bahkan, menurut laporan tersebut, sebagian pihak di Rusia menyerukan kemungkinan penggunaan senjata nuklir sebagai tanggapan ekstrem.
Sorotan media internasional terhadap krisis di Gaza, kebijakan bantuan Israel, serta kegagalan politik dan militer Netanyahu, menambah tekanan terhadap Tel Aviv yang kini berada dalam posisi semakin terpojok secara diplomatik.
Dalam kondisi medan tempur yang semakin kompleks, dan tekanan internasional yang menguat, berbagai kritik ini menandai babak baru dalam pengawasan global terhadap kebijakan Israel dan prospek perdamaian di kawasan.