Thursday, March 27, 2025
HomeBeritaMedia Prancis: Apakah Israel beralih dari perang Gaza ke perang saudara?

Media Prancis: Apakah Israel beralih dari perang Gaza ke perang saudara?

Media Prancis Le Temps melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kini melanjutkan serangan langsung terhadap sistem peradilan dan keamanan negara tanpa menghiraukan risiko pecahnya perang saudara di Israel.

Diketahui bahwa Netanyahu berhasil mengembalikan sayap kanan ekstrem ke dalam koalisinya dengan mengakhiri gencatan senjata di Gaza.

Dalam laporannya yang ditulis oleh Aline Jaccottet, surat kabar ini menyatakan bahwa Israel, kini hampir menjadi negara otoriter akibat serangan Netanyahu terhadap lembaga keamanan dan sistem peradilan.

Israel, selama 77 tahun terakhir mengklaim sebagai negara Yahudi dan demokratis.

Serangan Netanyahu itu telah mendorong ribuan warga Israel turun ke jalan di seluruh negeri pada Sabtu dan Minggu.

Mantan Ketua Mahkamah Agung Israel, Aharon Barak, memperingatkan bahwa negara tersebut telah melewati banyak “garis merah”. Ia mengindikasikan bahwa “perang saudara” dapat terjadi.

Menurutnya, Netanyahu, yang telah memimpin negara ini selama hampir 20 tahun, telah melanggar banyak aturan untuk tetap berkuasa dan menghindari tuntutan hukum terhadap dirinya.

Kini, ia menyerang dua pilar utama negara, yakni Kepala Shin Bet (dinas keamanan internal) Ronen Bar dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, dengan tujuan memecat mereka.

Alasan di balik serangan ini, menurut laporan tersebut, adalah karena Ronen Bar tengah menyelidiki kegagalan keamanan yang memungkinkan terjadinya serangan Hamas pada 7 Oktober lalu serta mempertanyakan kebijakan pemerintah terhadap kelompok tersebut.

Sementara itu, Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, dengan dukungan Mahkamah Agung, menolak pemecatan Ronen Bar dan menuduh pemerintah berusaha menempatkan diri “di atas hukum.”

Pada Minggu lalu, pemerintah Israel melakukan pemungutan suara untuk mencabut kepercayaan terhadap Baharav-Miara, yang menjadi langkah awal untuk memecatnya juga.

“Ronen Bar tidak akan tetap menjadi kepala Shin Bet, tidak akan ada perang saudara, dan Israel akan tetap menjadi negara demokratis,” kata Netanyahu dalam pidatonya pada Sabtu malam.

Namun, tidak ada jaminan bahwa Israel tidak akan mengalami bentrokan internal antara 2 kelompok yang selama ini hidup berdampingan atas nama identitas Yahudi yang sama, yaitu Israel sekuler dan Israel religius.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kelompok ekstremis menjadi semakin radikal setelah serangan 7 Oktober dan kini bersedia melakukan apa pun demi mendukung Netanyahu.

Alasanya, karena ia mendukung agenda mereka yang pro-pemukiman di Tepi Barat dan Gaza. Bahkan, jika hal ini menyebabkan perpecahan serius di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza dan Lebanon.

Oposisi yang terbelenggu

Dalam laporan lain, The Jerusalem Post menyebutkan bahwa keputusan Israel untuk melanjutkan perang di Gaza tanpa mencapai kesepakatan terkait pembebasan sandera.

Para Sandera masih ditahan adalah salah satu penyebab utama meningkatnya ketegangan di dalam negeri.

Hal ini karena oposisi dan keluarga para sandera menganggap keputusan tersebut sebagai vonis mati bagi orang-orang yang mereka cintai.

Menurut laporan tersebut, salah satu masalah utama terkait dimulainya kembali perang adalah bahwa oposisi menilai keputusan itu diambil untuk menyenangkan Bezalel Smotrich, pemimpin Partai Zionisme Religius, dan Itamar Ben-Gvir, pemimpin Partai Otzma Yehudit.

Keputusan ini diyakini dibuat demi menjaga keberlangsungan pemerintahan Netanyahu serta memastikan pengesahan anggaran negara untuk tahun 2025, yang dianggap sangat kontroversial.

Isu lain yang menjadi perdebatan adalah pembentukan komisi penyelidikan pemerintah untuk menyelidiki keputusan dan kejadian yang mengarah pada peristiwa 7 Oktober.

Netanyahu dan pemerintahannya menentang pembentukan komisi ini karena anggota komisi akan ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung, Yitzhak Amit. Sebagaimana diketahui, pemilihannya pada Februari lalu ditolak oleh Netanyahu dan lingkaran terdekatnya.

Lebih lanjut, laporan tersebut menyebutkan bahwa ada kekhawatiran yang berkembang di kalangan oposisi bahwa Netanyahu mungkin berusaha mencegah pemilu yang dijadwalkan pada akhir Oktober 2026.

Meskipun semua jajak pendapat menunjukkan bahwa jika pemilu diadakan hari ini, pemerintah Netanyahu akan kehilangan mayoritasnya. Oposisi tetap berada dalam posisi yang terbatas dan tidak memiliki banyak opsi untuk menentang kebijakan pemerintah.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular