Ahli militer Mayor Jenderal Muhammad Al-Samadi mengatakan, penarikan salah satu brigade elit Israel dari zona operasi di Gaza Utara tidak berarti pengurangan intensitas operasi militer di wilayah tersebut.
Dalam wawancaranya dengan Aljazeera, Al-Samadi menjelaskan militer Israel terus memberikan tekanan besar di Gaza Utara.
Tujuan utama mereka, menurutnya, adalah mengosongkan wilayah utara Jalur Gaza dan menghancurkan semua infrastruktur kehidupan setelah memaksa penduduk untuk meninggalkan kawasan tersebut.
Menurut Al-Samadi, penambahan kekuatan militer di Gaza Utara meningkatkan risiko serangan dari kelompok perlawanan Palestina.
“Karena itu, Brigade Kfir ditarik,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa di wilayah tersebut masih terdapat dua brigade infanteri dan satu brigade lapis baja, yang setara dengan kekuatan divisi penuh.
Pada Minggu (24/12), Radio Militer Israel melaporkan bahwa Brigade Kfir ditarik dari Gaza pada malam hari setelah dua bulan bertempur di wilayah utara Jalur Gaza. Meski demikian, laporan itu menegaskan bahwa langkah ini tidak berarti pengurangan operasi militer.
Radio tersebut juga menyebutkan bahwa selama dua bulan terakhir, Brigade Kfir kehilangan 13 personelnya dalam pertempuran di Gaza Utara.
Di sisi lain, mereka berhasil menghancurkan sejumlah infrastruktur militer dan menewaskan ratusan pejuang bersenjata.
Brigade Kfir, yang dikenal sebagai Brigade 900, didirikan pada 2005 dan merupakan salah satu unit infanteri terbesar di militer Israel.
Brigade ini memiliki sejumlah batalion dan unit khusus yang fokus pada pertempuran di kawasan perkotaan dan medan yang kompleks.
Zona penyangga diperluas
Al-Samadi mencatat bahwa perluasan zona penyangga dari Gaza Utara terus bergerak ke arah selatan, mendekati Kota Gaza. Pada saat yang sama, kamp-kamp pengungsi di wilayah tengah Gaza menghadapi serangan udara yang intens.
Ia juga menyatakan bahwa kedua belah pihak – militer Israel dan kelompok perlawanan di Gaza – mengalami kelelahan akibat perang yang sedang berlangsung. “Israel telah memasuki fase kelelahan perang, sementara kelompok perlawanan juga mengalami kerugian besar meskipun melakukan tindakan heroik. Namun, tindakan tersebut belum cukup menghadapi kekuatan mesin perang Israel,” katanya.
Al-Samadi menyimpulkan bahwa baik Israel maupun kelompok perlawanan berupaya menghentikan operasi militer. Namun, ia mempertanyakan apakah gencatan senjata yang diupayakan hanya bersifat sementara dan mencakup pertukaran tahanan.
Perkembangan negosiasi
Pembicaraan mengenai kemajuan negosiasi antara Israel dan Hamas kian santer terdengar. Harian Israel Hayom melaporkan bahwa Kepala Mossad David Barnea akan bertolak ke Qatar pada Senin (25/12) untuk menghadiri negosiasi terkait kesepakatan pertukaran tahanan.
Sementara itu, Reuters mengutip pernyataan seorang pejabat Hamas yang menyebut bahwa Hamas telah menyetujui daftar 34 tahanan Israel yang diajukan oleh Israel. Daftar tersebut akan menjadi bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan dengan tahanan Palestina dalam rencana gencatan senjata di Gaza.
Baca juga: Yordania kirim 300 ton bantuan kemanusiaan ke Suriah
Baca juga: Kemenkes Gaza laporkan kekurangan obat dan peralatan medis akibat genosida