Sunday, February 23, 2025
HomeBeritaMengapa pembukaan perbatasan Suriah dan Irak terus tertunda?

Mengapa pembukaan perbatasan Suriah dan Irak terus tertunda?

Sejak jatuhnya rezim Suriah yang digulingkan, perbatasan Irak-Suriah mengalami penutupan terus-menerus pada sejumlah pos perbatasan utama, termasuk Al-Bukamal dan Al-Qaim. Sementara itu, para pejabat dari kedua negara terus menyatakan upaya mereka untuk mengatasi hambatan demi melanjutkan operasional kedua jalur penting ini.

Meskipun Suriah telah menguasai kembali sebagian besar perbatasannya dengan negara tetangga, perbatasan Al-Bukamal dengan Irak tetap tertutup. Meski pihak Suriah telah menyatakan kesiapan mereka untuk mengoperasikan kembali pos perbatasan ini, namun dari sisi Irak, pos ini masih belum dibuka, yang berdampak buruk pada pergerakan penumpang dan perdagangan antara kedua negara.

Pos perbatasan ini sempat mengalami kerusakan parah akibat konflik yang melibatkan rezim Suriah yang digulingkan, elemen Iran, serta Pasukan Demokratik Suriah, sebelum mereka mundur dari wilayah tersebut. Setelah itu, pos ini telah mengalami rehabilitasi.

Kerugian besar

Direktur Pos Perbatasan Al-Bukamal, Ahmad Bakar, menjelaskan kepada Al Jazeera bahwa pos ini telah dipersiapkan secara penuh baik dari segi teknis maupun logistik. Staf yang diperlukan dari pihak bea cukai, imigrasi, dan paspor telah disiapkan, serta dilengkapi dengan peralatan teknis dan komputer untuk memastikan kelancaran operasional baik bagi sipil maupun perdagangan.

Bakar menambahkan bahwa pertemuan telah dilakukan antara kedua pihak, di mana pihak Irak telah diberitahu bahwa pos perbatasan siap dibuka kembali. Pihak Irak juga mengonfirmasi kesiapan pos Al-Qaim untuk beroperasi dan meminta Damaskus mengirimkan pemberitahuan resmi melalui Kementerian Luar Negeri ke Baghdad untuk menyelesaikan pembukaan kembali perbatasan.

Namun, meskipun permintaan ini telah dipenuhi oleh pihak Suriah, hingga saat ini pos tersebut tetap ditutup tanpa adanya penjelasan resmi dari pihak Irak.

Ia menekankan bahwa penutupan yang terus berlanjut telah menimbulkan kerugian besar, baik bagi para penumpang yang kesulitan berpindah antara kedua negara maupun bagi sektor perdagangan.

Banyak truk pengangkut barang tertahan di perbatasan, menunggu izin untuk melintas, sementara otoritas Irak belum memberikan alasan resmi mengenai keterlambatan pembukaan kembali perbatasan.

Di pihak Suriah, para sopir truk mengkhawatirkan kondisi barang yang mereka bawa akibat cuaca buruk dan lamanya waktu pengiriman. Salah satu sopir, Hassan Bilal, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sekitar 30 hingga 40 sopir masih menunggu di perbatasan, sementara yang lain berada di Deir Ezzor menunggu perbatasan dibuka kembali agar bisa melanjutkan perjalanan ke pos perbatasan.

Ia juga menekankan bahwa penundaan ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi para sopir dan pedagang.

Sementara itu, sopir lain, Ali Bilal, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penutupan yang terus berlanjut, terutama bagi truk yang membawa bahan makanan yang membutuhkan penyimpanan yang sesuai.

Beberapa sopir juga mengalami kendala administratif karena paspor mereka telah kedaluwarsa, yang dapat memperburuk situasi dan semakin menunda perjalanan mereka ke Irak.

Seiring dengan keterlambatan pembukaan kembali pos perbatasan ini, para sopir dan pedagang semakin menderita karena mereka bergantung pada jalur ini untuk mengangkut barang antara Damaskus dan Baghdad.

Jalur perdagangan penting

Di sisi Irak, Pos Perbatasan Al-Qaim dianggap sebagai jalur perdagangan yang penting antara kedua negara. Selama tahun 2024, nilai perdagangan yang melewati pos ini mencapai satu miliar dolar, menurut data dari Dewan Bisnis Irak-Suriah.

Dewan ini didirikan pada tahun 2023 sebagai bagian dari Federasi Kamar Dagang Irak dan berfungsi sebagai badan ekonomi yang mengelola hubungan perdagangan antara Irak dan Suriah, mengawasi impor dan ekspor, serta menyelenggarakan konferensi dan pameran dagang antara kedua negara.

Pos Al-Qaim terletak di sebelah barat kota Ramadi, berjarak sekitar 360 kilometer dari ibu kota provinsi, dan berhadapan langsung dengan Pos Perbatasan Al-Bukamal di Suriah. Pos ini ditutup setelah jatuh ke tangan kelompok ISIS pada tahun 2014.

Pada November 2017, pemerintah Irak merebut kembali kota Al-Qaim dan membuka kembali pos perbatasan pada 18 September 2019. Namun, operasional pos ini tetap tidak stabil hingga 28 Maret 2022, ketika akhirnya diumumkan pembukaan penuh setelah semua persiapan selesai.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Ketua Dewan Bisnis Irak-Suriah, Hassan Al-Sheikh Zaini, menegaskan bahwa Pos Perbatasan Al-Qaim telah sepenuhnya siap di sisi Irak dari segi administratif dan logistik, sebagaimana halnya pos perbatasan Irak lainnya.

Ia menambahkan bahwa Irak tidak bermaksud untuk menunda pembukaan kembali perbatasan, tetapi alasan keamanan membuatnya lebih berhati-hati.

Irak masih menunggu jaminan dari pihak Suriah bahwa tidak akan ada masalah dalam proses impor dan ekspor barang.

Koordinasi Bilateral

Pada Desember 2023, Pos Perbatasan Al-Qaim ditutup kembali setelah perkembangan situasi di Suriah, termasuk jatuhnya rezim Bashar al-Assad dan penarikan tentara Suriah dari wilayah Al-Bukamal.

Setelah itu, semua pergerakan lintas batas dihentikan kecuali bagi warga Irak yang ingin kembali ke tanah air dari wilayah Suriah.

Menurut Hassan Al-Sheikh Zaini, masih ada pertemuan dan negosiasi yang sedang berlangsung antara otoritas keamanan dan pengelola perbatasan di kedua negara.

Pihak Irak masih menunggu jaminan dari Damaskus bahwa tidak akan ada risiko keamanan jika perbatasan dibuka kembali, mengingat kondisi ketidakstabilan yang masih berlangsung di Suriah.

Saat ini, Irak tengah mempertimbangkan sistem yang telah diterapkan oleh Yordania dengan Suriah, di mana sebuah zona pertukaran aman dibentuk. Di zona ini, truk-truk akan diperiksa dan diverifikasi sebelum diizinkan masuk dalam kondisi terbuka dan dengan muatan yang telah didaftarkan secara resmi.

Langkah ini akan melibatkan penggunaan alat pemeriksaan canggih untuk mencegah pelanggaran keamanan yang dapat merugikan kedua negara.

Terkait dampak ekonomi dari penutupan perbatasan ini, Al-Sheikh Zaini menegaskan bahwa hal ini sangat mempengaruhi perdagangan kedua negara. Irak terus mengimpor dan mengangkut barang, sementara banyak produk makanan serta produk komersial lainnya dipasok melalui Damaskus.

Ia juga menyebutkan bahwa Suriah sangat bergantung pada impor produk pangan dari Irak, seperti kurma, serta pengiriman produk minyak ke Suriah.

Selain itu, sektor transportasi darat dan pariwisata keagamaan antara kedua negara juga terdampak, terutama bagi para peziarah yang berkunjung ke tempat suci di Baghdad dan Damaskus.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular