Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, mengkritik pemerintahan baru Suriah yang menyarankan bahwa pemilu akan diadakan setelah empat tahun.
Sa’ar menulis di X (sebelumnya Twitter) bahwa ia telah berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Yunani, Giorgos Gerapetritis, untuk membahas situasi di Suriah. Ia menekankan pentingnya melindungi minoritas di Suriah, termasuk Kurdi, Alawi, dan Kristen.
“Pemerintah baru di Damaskus tidak dipilih secara demokratis, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah mereka mengumumkan bahwa pemilu tidak akan diadakan hingga empat tahun mendatang,” kata Sa’ar.
Sebelumnya, pemimpin de facto Suriah, Ahmed Al-Sharaa, mengatakan bahwa pemilu di negara itu mungkin baru bisa diadakan dalam waktu hingga empat tahun.
Menurut Al-Sharaa, penyusunan konstitusi baru bisa memakan waktu hingga tiga tahun, dan perubahan drastis di Suriah baru bisa dirasakan dalam waktu sekitar satu tahun.
Al-Sharaa juga mencatat bahwa lebih dari 15 juta warga Suriah telah meninggalkan negara itu sejak 2011, yang menyulitkan penyelenggaraan pemilu yang akurat, mengingat banyak warga Suriah di luar negeri yang tidak memiliki catatan sipil yang tetap.
Ia menekankan bahwa pemilu tidak akan dapat diadakan sebelum infrastruktur yang tepat, termasuk konsensus yang akurat dan komunikasi hukum dengan komunitas Suriah di luar negeri, disiapkan. Tanpa persiapan ini, kata Al-Sharaa, pemilu akan kehilangan kredibilitas.