Otoritas Mesir pada Jum’at (14/6) menahan dan mendeportasi puluhan warga asing yang hendak bergabung dalam “Global March to Gaza”, sebuah inisiatif internasional yang bertujuan menekan Israel untuk menghentikan blokade terhadap wilayah Palestina itu.
Tindakan ini dilakukan hanya beberapa jam setelah konvoi solidaritas bertajuk “Shumud” atau “Keteguhan” dihentikan di gerbang Kota Sirte, Libya, dengan alasan menunggu izin keamanan.
Ratusan aktivis dari sekitar 50 negara telah tiba di Mesir pekan ini untuk bergabung dalam aksi tersebut.
Namun, menurut penyelenggara dan sumber keamanan, sebagian dari mereka telah dipulangkan, sementara yang lain masih ditahan di bandara.
Menurut penyelenggara, para peserta berasal dari 80 negara dan semula dijadwalkan menuju perbatasan Rafah yang menghubungkan Mesir dan Gaza.
Mereka mengaku sebagai gerakan damai yang menghormati hukum Mesir, dan menyerukan intervensi diplomatik agar aksi bisa dilanjutkan.
Dalam pernyataan resminya, para penyelenggara mengungkap bahwa 40 peserta aksi telah dihentikan sekitar 45 kilometer dari Kairo dan dicegah untuk melanjutkan perjalanan. Paspor mereka disita oleh aparat keamanan.
Ratusan peserta ditahan atau dideportasi
Sementara itu, juru bicara aksi, Saif Abu Kusk, menyatakan bahwa lebih dari 200 aktivis ditahan di Bandara Kairo dan sejumlah hotel di ibu kota sebelum aksi dimulai.
Mereka berasal dari berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Australia, Belanda, Prancis, Spanyol, Maroko, dan Aljazair.
Reuters melaporkan bahwa sedikitnya 73 warga asing telah dideportasi melalui penerbangan ke Istanbul pada Kamis (13/6), karena dianggap melanggar aturan masuk ke Mesir.
Sekitar 100 orang lainnya masih tertahan di bandara, menunggu proses pemulangan.
Hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri Mesir belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters.
Namun sebelumnya, kementerian tersebut menyatakan bahwa kunjungan ke kawasan perbatasan Rafah harus dikordinasikan terlebih dahulu dengan otoritas Mesir demi alasan keamanan.
Konvoi “Shumud” tertahan di Sirte
Di sisi lain, konvoi solidaritas “Shumud” yang bergerak dari Tunisia menuju Gaza melalui Libya juga mengalami hambatan.
Pasukan keamanan Libya Timur menghentikan konvoi di pintu masuk Kota Sirte dengan alasan belum menerima izin dari otoritas di Benghazi.
Menurut keterangan Koordinasi Aksi Bersama untuk Gaza, para peserta konvoi memutuskan berkemah di pinggiran kota hingga izin diberikan.
Dalam pernyataannya, mereka menegaskan bahwa seluruh peserta dalam keadaan baik dan menyerukan otoritas Benghazi untuk mengizinkan perjalanan dilanjutkan, sejalan dengan dukungan yang sebelumnya disampaikan Kementerian Luar Negeri Libya.
Konvoi ini diikuti sedikitnya 1.500 orang dari Tunisia, Aljazair, dan Mauritania, dengan harapan lebih banyak warga Libya akan bergabung.
Mereka menggunakan sekitar 20 bus dan 350 kendaraan pribadi dalam aksi solidaritas yang bertujuan menembus pengepungan terhadap lebih dari 2,4 juta warga Gaza.
Inisiatif-inisiatif solidaritas ini muncul di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza.
Israel telah menutup seluruh akses masuk ke wilayah tersebut sejak 2 Maret 2024, memblokade pasokan makanan, obat-obatan, bantuan kemanusiaan, dan bahan bakar.
Didukung penuh oleh Amerika Serikat (AS), Israel telah melancarkan agresi brutal terhadap Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Menurut data terakhir, serangan ini telah menyebabkan lebih dari 182.000 korban jiwa dan luka-luka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang.
Ratusan ribu warga lainnya mengungsi dari rumah mereka yang hancur akibat pemboman tanpa henti.
Masyarakat sipil internasional kini semakin gencar menyerukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel dan penuntutan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang telah didakwa di Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan genosida.