Saturday, December 27, 2025
HomeBeritaMesir: Netanyahu hambat tahap kedua gencatan senjata Gaza

Mesir: Netanyahu hambat tahap kedua gencatan senjata Gaza

Pemerintah Mesir menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menghambat pelaksanaan tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza serta memicu ketegangan regional. Tuduhan itu disampaikan Kepala Layanan Informasi Negara Mesir, Diaa Rashwan, sebagaimana dilaporkan Anadolu.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi pemerintah Al-Qahera News pada Kamis, Rashwan mengatakan Netanyahu berusaha “dengan segala cara” menghindari masuk ke tahap kedua gencatan senjata Gaza yang mulai berlaku pada 10 Oktober. Upaya tersebut, menurut Rashwan, dilakukan dengan mengalihkan perhatian Amerika Serikat ke isu-isu regional lain, terutama Iran, Suriah, dan Lebanon.

Rashwan menilai Netanyahu mencoba memanaskan ketegangan di luar Gaza dengan memanfaatkan hubungan AS–Iran yang tegang, dengan harapan Washington terseret ke dalam konfrontasi dengan Teheran. Langkah itu dinilai berpotensi memicu kembali pertempuran di Gaza dan menggagalkan tahap kedua perjanjian.

Meski demikian, Rashwan menegaskan terdapat “veto jelas dari Amerika Serikat” terhadap dimulainya kembali perang di Gaza. “Semua indikator menunjukkan bahwa pemerintahan AS telah menetapkan sikap untuk memulai tahap kedua pada awal Januari,” ujarnya.

Ia menambahkan, pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Netanyahu pada 29 Desember diperkirakan menjadi titik awal praktis dimulainya tahap kedua tanpa ambiguitas. Rashwan menggambarkan Trump sebagai sosok “pragmatis” yang ingin menuntaskan apa yang ia pandang sebagai solusi bersejarah. Menurutnya, satu-satunya dokumen kebijakan luar negeri yang secara resmi memuat nama Trump tahun ini adalah rencana gencatan senjata Gaza, yang menunjukkan pentingnya isu tersebut bagi Presiden AS.

Terkait potensi hambatan, Rashwan menyebut Netanyahu berupaya menafsirkan ulang tahap kedua dengan membatasinya pada pelucutan senjata kelompok perlawanan Palestina—syarat yang tidak tercantum dalam perjanjian dan dipahami AS tidak ada dalam teks kesepakatan. Israel juga disebut mendorong agar pasukan stabilisasi internasional diberi peran di luar mandatnya, termasuk pelucutan senjata, yang menurut Rashwan akan ditolak negara-negara peserta.

Rashwan menilai manuver Netanyahu mungkin menunda atau memperlambat pelaksanaan, namun tidak akan menghentikan tahap kedua, mengingat desakan AS untuk melanjutkan serta pemahaman Washington atas ketentuan dan batasan perjanjian.

Mengenai upaya pemindahan warga Palestina dari Gaza, Rashwan mengatakan gagasan tersebut telah lama menarik sebagian elite politik dan masyarakat Israel, terutama faksi-faksi paling ekstrem di sayap kanan. Ia menyebut Israel sempat mengandalkan minimnya pemahaman Trump tentang kawasan itu ketika beberapa bulan lalu muncul wacana pemindahan dan pembangunan “Riviera”. Namun, setelah konsultasi—terutama dengan negara-negara mediator yang dipimpin Mesir—Trump disebut memahami implikasi kebijakan tersebut.

Rashwan menegaskan, rencana Trump kini menyatakan tidak ada seorang pun yang akan dipaksa meninggalkan Gaza, dan siapa pun yang pergi secara sukarela tetap memiliki hak untuk kembali.

Sementara itu, harian Israel Israel Hayom melaporkan bahwa pertemuan Netanyahu dan Trump yang dijadwalkan berlangsung Senin di Florida akan diakhiri dengan pernyataan mengenai kemajuan menuju tahap kedua gencatan senjata Gaza. Agenda pertemuan disebut akan berfokus pada dua isu utama, yakni langkah mengakhiri perang di Gaza dan isu Iran, yang akan dibahas secara tertutup.

Tahap pertama kesepakatan mencakup pembebasan sandera Israel sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina. Tahap kedua meliputi pembentukan komite teknokrat sementara untuk mengelola Gaza, dimulainya rekonstruksi, pembentukan dewan perdamaian, pembentukan pasukan internasional, penarikan pasukan Israel lebih lanjut, serta pelucutan senjata Hamas.

Otoritas Gaza sebelumnya menuduh Israel berulang kali melanggar perjanjian gencatan senjata pascaperang yang menewaskan lebih dari 71.000 orang—sebagian besar perempuan dan anak-anak—serta menghancurkan wilayah tersebut.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler