Friday, June 13, 2025
HomeBeritaMesir tahan 200 peserta aksi Global March to Gaza

Mesir tahan 200 peserta aksi Global March to Gaza

Pihak berwenang Mesir menahan lebih 200 peserta aksi Global March to Gaza dan mendeportasi puluhan warga asing yang tiba di negara itu untuk mengikuti aksi “Global March to Gaza”, sementara puluhan lainnya masih menghadapi kemungkinan deportasi.

Informasi ini disampaikan oleh panitia penyelenggara, serta sejumlah sumber keamanan dan bandara, pada Kamis (12/6/2025).

Ratusan peserta dari berbagai negara tiba di Mesir pekan ini untuk ambil bagian dalam aksi tersebut, sebuah inisiatif internasional yang bertujuan meningkatkan tekanan global guna mengakhiri blokade Israel terhadap Jalur Gaza dan menarik perhatian terhadap krisis kemanusiaan yang terus memburuk di wilayah itu.

Menurut penyelenggara, peserta dari 80 negara dijadwalkan bergerak menuju perbatasan Rafah di sisi Mesir. Namun, sebagian dari mereka telah ditahan atau dideportasi oleh otoritas Mesir, termasuk dari bandara dan hotel di Kairo.

Kepada AFP, juru bicara aksi, Seif Abu Kshik, menyampaikan bahwa lebih dari 200 aktivis telah ditahan oleh otoritas Mesir dari Bandara Internasional Kairo dan sejumlah hotel.

Para aktivis tersebut berasal dari Amerika Serikat, Australia, Belanda, Prancis, Spanyol, Maroko, dan Aljazair.

Sementara itu, kantor berita Reuters mengutip keterangan tiga sumber di Bandara Istanbul yang menyatakan bahwa sedikitnya 73 warga asing telah dideportasi ke Turki dengan alasan pelanggaran aturan masuk ke Mesir. Sekitar 100 orang lainnya dilaporkan masih menunggu deportasi di bandara.

Kementerian Luar Negeri Mesir belum memberikan komentar resmi atas permintaan keterangan dari Reuters.

Namun dalam pernyataan sebelumnya, kementerian menegaskan bahwa kunjungan ke wilayah perbatasan Rafah harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan perwakilan diplomatik atau otoritas Mesir, guna menjamin keamanan dan ketertiban.

Panitia penyelenggara menyatakan dalam pernyataan tertulis bahwa mereka telah memenuhi seluruh prosedur yang ditetapkan, termasuk koordinasi dengan lebih dari 15 kedutaan Mesir dan Kementerian Luar Negeri selama dua bulan sebelum aksi berlangsung. Mereka juga mendesak Mesir untuk segera membebaskan seluruh peserta yang masih ditahan.

Menurut Abu Kshik, prosedur yang dijalankan panitia sepenuhnya sesuai dengan pedoman resmi. “Kami telah mengajukan lebih dari 50 permintaan izin, tetapi tidak pernah mendapat balasan,” ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa petugas berpakaian sipil memasuki hotel tempat para aktivis menginap, menyita ponsel, serta memeriksa barang-barang pribadi mereka.

“Mereka membawa daftar nama dan melakukan interogasi terhadap beberapa peserta, lalu menahan sebagian dan membebaskan lainnya,” katanya.

Laporan juga menyebutkan bahwa lebih dari 20 anggota delegasi asal Prancis ditahan di Bandara Kairo selama lebih dari 18 jam. Sementara itu, menurut AFP, warga Aljazair dan Kolombia termasuk di antara mereka yang telah dideportasi.

Sikap Israel dan respons Mesir

Dari pihak Israel, Menteri Pertahanan Yisrael Katz menyatakan telah memerintahkan militer agar tidak mengizinkan “demonstran jihadis” memasuki Gaza dari wilayah Mesir. Ia juga meminta Mesir agar mencegah para peserta aksi mencapai perbatasan dan mencegah tindakan yang ia sebut sebagai “provokasi”.

Menanggapi pernyataan tersebut, Kementerian Luar Negeri Mesir menyampaikan bahwa upaya internasional seharusnya diarahkan untuk menekan Israel agar membuka akses ke Gaza melalui perbatasan Rafah dari sisi Palestina, guna mengakhiri blokade dan memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk.

Sementara itu, di belahan lain kawasan, konvoi lain bernama “Al-Sumud” (Keteguhan) yang berasal dari Tunisia, juga bergerak menuju Gaza. Rombongan ini terdiri atas ratusan aktivis dari Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania.

Konvoi tersebut tiba di Tripoli, Libya, pada Rabu, dan melanjutkan perjalanan menuju perbatasan timur Libya yang berbatasan dengan Mesir.

Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk sejak Israel menutup seluruh akses masuk pada 2 Maret lalu, di tengah perang yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Menurut otoritas kesehatan di Gaza, konflik telah menewaskan lebih dari 182.000 warga Palestina dan menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang serta ratusan ribu lainnya mengungsi. Mayoritas korban dilaporkan adalah perempuan dan anak-anak.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular