Organisasi non-pemerintah Trial International, yang fokus pada pemberantasan impunitas kejahatan internasional dan mendukung para korban, mengeluarkan peringatan keras terhadap potensi militerisasi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Organisasi tersebut meminta pemerintah Swiss untuk memastikan bahwa “Lembaga Kemanusiaan Gaza” tidak melanggar hukum internasional dalam pelaksanaan misinya.
Dalam pernyataannya, Trial International mendesak diambilnya langkah-langkah untuk menjamin bahwa tidak ada risiko baru yang timbul terhadap warga Gaza akibat rencana distribusi bantuan yang baru.
Kekhawatiran terutama tertuju pada kemungkinan digunakannya perusahaan keamanan swasta dalam pengawasan distribusi bantuan di wilayah yang sedang mengalami bencana kemanusiaan tersebut.
Organisasi itu menegaskan bahwa melibatkan perusahaan keamanan swasta berisiko besar menimbulkan militerisasi bantuan, sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Trial menambahkan bahwa lembaga-lembaga PBB memiliki pengalaman dan keahlian yang memadai untuk menangani distribusi bantuan secara netral dan aman.
Sementara itu, Radio Militer Israel pada Minggu (25/5) melaporkan bahwa mekanisme baru distribusi bantuan di Gaza akan mulai diberlakukan pada hari Senin.
Mekanisme ini dijalankan bekerja sama dengan perusahaan swasta asal Amerika Serikat (AS).
Menurut sumber militer Israel yang dikutip oleh radio tersebut, akan didirikan empat pusat distribusi bantuan—tiga di Rafah dan satu di bagian tengah Gaza.
Setiap warga disebut akan menerima paket bantuan makanan cukup untuk satu minggu bagi seluruh anggota keluarganya.
Namun, laporan itu juga mengungkap bahwa mekanisme baru ini memiliki “banyak celah” dan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Gaza. Detail lebih lanjut tidak disampaikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menolak rencana distribusi bantuan versi Israel ini.
Menurut PBB, skema tersebut justru mendorong pengungsian lebih lanjut, membahayakan ribuan warga sipil, dan memusatkan bantuan hanya pada satu wilayah Gaza, sehingga gagal menjawab kebutuhan darurat lainnya.
Lebih dari itu, PBB menilai bahwa bantuan menjadi alat tawar-menawar politik dan militer, serta menjadikan kelaparan sebagai senjata dalam konflik.
“Hari bersejarah yang paling berbahaya”
Aktivis Palestina Ali Abu Rizq menyebut hari dimulainya aktivitas “Lembaga Kemanusiaan Gaza” sebagai salah satu hari paling berbahaya dalam sejarah rakyat Palestina dalam beberapa tahun terakhir.
Melalui akun Telegram-nya, Abu Rizq menulis bahwa hari ini dapat menjadi awal dari keputusan-keputusan yang “fatal dan sangat jahat”, termasuk kegagalan atau keberhasilan sebuah “konspirasi busuk”.
Menurutnya, tujuan utama lembaga tersebut adalah mendorong warga Gaza secara bertahap untuk berpindah dari wilayah utara ke selatan.
Hal ini, katanya, akan meruntuhkan simbolisme “kepulangan dari selatan ke utara” yang terjadi beberapa bulan lalu, menggantikannya dengan perpindahan penuh rasa kalah dan terhina.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tujuan strategis sebenarnya adalah mengumpulkan dan memadatkan penduduk Gaza yang telah tercerai-berai oleh perang dan kelaparan ke satu area di ujung selatan.
Langkah ini, kata Abu Rizq, akan mempermudah pengambilan “keputusan besar dan belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap mereka—yakni pengusiran massal.
Hal ini, klaimnya, telah diungkapkan secara terang-terangan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.