Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menggelar rapat, kemarin, untuk membahas upaya Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang tengah berusaha mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap mereka.
“Perdana Menteri Benjamin Netanyahu hari ini mengadakan konsultasi tambahan dengan pejabat politik terkait dan Jaksa Agung (Gali Baharav Miara) mengenai isu Pengadilan Kriminal Internasional,” kata kantor Netanyahu, seperti dikutip kantor berita Anadolu, (16/8).
“Jaksa Agung menegaskan kembali posisinya mengenai pembentukan Komisi Penyelidikan Negara untuk memeriksa situasi kemanusiaan di Gaza. Meskipun, menurut pandangan Jaksa Agung, tidak ada jaminan komisi ini akan mengarah pada pembatalan permintaan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan,” tambah pernyataan kantor Netanyahu.
Pada 20 Mei, Jaksa ICC Karim Khan mengumumkan, ICC berupaya mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant atas tuduhan melakukan kejahatan perang di Gaza.
Khan saat itu menyatakan bahwa “ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan” yang dilakukan di wilayah Palestina di Gaza setidaknya sejak 8 Oktober.
Baca juga: Inggris cabut sikap menentang “yuridiksi ICC” atas Israel
Baca juga: Empat syarat Netanyahu ancam perundingan di Qatar
Jika surat perintah penangkapan dikeluarkan, Netanyahu dan Gallant tidak akan dapat melakukan perjalanan ke salah satu dari 124 negara anggota ICC, di mana putusan pengadilan tersebut mengikat.
Israel tidak mengakui yurisdiksi ICC. Pengadilan yang didirikan pada tahun 2002 ini menerima Palestina sebagai anggota setelah 13 tahun.
ICC adalah badan internasional independen yang tidak berafiliasi dengan PBB atau badan global lainnya.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah ofensif brutalnya yang terus berlangsung di Gaza sejak serangan kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Baca juga: Empat syarat Netanyahu ancam perundingan di Qatar
Serangan Israel sejak itu telah menewaskan lebih dari 40.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 92.400 orang, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari 10 bulan sejak serangan Israel dimulai, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Pengadilan Internasional (ICJ), yang telah memerintahkan penghentian segera operasi militer Israel di kota Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina berlindung dari perang sebelum kota itu diserang pada 6 Mei.