Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Selasa (9/10), meyakinkan komunitas ultra-Ortodoks, pihaknya akan mendorong rancangan undang-undang yang memberi pengecualian besar-besaran bagi pria Haredi dari wajib militer, menurut laporan Times of Israel.
Menteri Perumahan Yitzhak Goldknopf, yang juga ketua partai United Torah Judaism, mengancam akan memblokir pengesahan anggaran 2025, kecuali RUU tersebut disahkan dalam tiga minggu ke depan. Jika gagal, hal ini bisa menggoyahkan pemerintahan.
Goldknopf mengatakan, Netanyahu menyadari undang-undang anggaran tidak akan dibahas sampai undang-undang wajib militer disahkan.
Pada Juni lalu, Pengadilan Tinggi Israel memutuskan tidak ada dasar hukum yang mengecualikan wajib militer bagi pria Haredi atau penganut Yahudi ultra-Ortodoks.
Hal ini memicu demonstrasi besar-besaran dan penentangan dari para pemimpin politik dan agama ultra-Ortodoks.
RUU yang bertujuan menyelesaikan sengketa tersebut, saat ini terhambat di Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset.
Ketua komite, Yuli Edelstein dari Likud, mengatakan RUU ini hanya akan disahkan jika ada konsensus yang luas di antara anggota parlemen.
Namun, oposisi menentang keras langkah ini. Terutama ketika pasukan IDF kekurangan personel dan para pasukan cadangan dipanggil berulang kali.
Politisi oposisi seperti Avigdor Liberman mengecam, “Semua orang harus berkontribusi dan memikul beban.”
Usaha untuk mengesahkan RUU ini semakin tidak populer sejak dimulainya perang di Gaza.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Ketua Knesset Amir Ohana tengah bersiap menyusun anggaran negara 2025, dengan penyesuaian pengeluaran sebesar NIS 35 miliar ($9,5 miliar) untuk menutupi biaya perang yang sedang berlangsung.