Saturday, March 29, 2025
HomeAnalisis dan OpiniOPINI: Apakah Ben Gvir akan ledakkan Israel?

OPINI: Apakah Ben Gvir akan ledakkan Israel?

Oleh: Ihab Jabarin

Dalam suasana yang dipenuhi ketegangan politik dan keamanan, Israel pada hari Minggu, 23 Maret 2025, menyaksikan konfrontasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Konflik itu antara Itamar Ben Gvir, Menteri Keamanan Nasional, dan Ronen Bar, Kepala Badan Keamanan Umum (Shin Bet), selama pertemuan kabinet.

Konfrontasi ini bukan sekadar bentrokan pribadi. Tetapi mencerminkan konflik yang lebih dalam antara sayap kanan ekstrem dan lembaga keamanan yang berusaha mempertahankan independensinya.

Ketegangan meningkat hingga berujung pada bentrokan fisik, menjadikan insiden ini sebagai simbol krisis politik internal di Israel.

Konflik ini terjadi di tengah gagalnya negosiasi kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas serta meningkatnya ketegangan regional. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap stabilitas pemerintahan Israel.

Detail konfrontasi: Dari tuduhan hingga bentrokan

Ben Gvir menerima laporan dari para penasihatnya bahwa Shin Bet, yang dipimpin oleh Ronen Bar, telah melakukan penyelidikan rahasia terhadap dirinya dan polisi Israel selama beberapa bulan.

Menurut Channel 12 Israel, penyelidikan ini berfokus pada “infiltrasi organisasi teroris Yahudi” ke dalam kepolisian. Terutama dari kelompok ekstremis Kahanis yang menjadi bagian dari ideologi Ben Gvir.

Selama pertemuan kabinet pada 23 Maret 2025, Ben Gvir menyerang Bar secara verbal, menyebutnya sebagai “penjahat” dan menuduhnya mencoba “merusak demokrasi” serta melakukan “kudeta” terhadap pejabat terpilih.

Situasi semakin memanas hingga terjadi bentrokan fisik, yang mengharuskan kepala Mossad dan kepala staf militer turun tangan untuk melerai pertikaian.

Ben Gvir menanggapi dengan keras, menuntut pemecatan Ronen Bar segera dan menyebutnya sebagai “ancaman terhadap demokrasi.”

Ia juga meminta agar Bar dikenai tuntutan pidana atas dugaan upaya kudeta. Selain itu, Ben Gvir menuduh Bar telah mengumpulkan bukti melawan Komisaris Polisi Dani Levy dan menargetkan kelompok sayap kanan.

Sebaliknya, Shin Bet membantah adanya penyelidikan terhadap Ben Gvir, menurut laporan Radio Militer Israel.

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan pada Senin, 24 Maret 2025. Netanyahu membantah mengetahui adanya penyelidikan dan menyebut tuduhan tersebut sebagai “kebohongan terang-terangan” yang bertujuan menggulingkan pemerintahan sayap kanan.

Netanyahu menegaskan bahwa penyelidikan terhadap kepemimpinan politik adalah tindakan yang “merusak demokrasi.”

Latar belakang pribadi dan politik: Akar konflik

Ben Gvir, pemimpin partai “Otzma Yehudit,” mewakili sayap kanan ekstrem Kahanis yang dikenal dengan sikap rasis terhadap warga Palestina. Riwayatnya dipenuhi dengan hasutan kebencian, dan ia pernah dihukum atas dukungan terhadap terorisme Yahudi.

Ia diangkat sebagai Menteri Keamanan Nasional dalam pemerintahan Netanyahu. Tetapi, ia mengundurkan diri pada 19 Januari 2025 sebagai bentuk protes terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas, yang dianggapnya sebagai “tindakan lemah.”

Namun, ia kembali ke pemerintahan pada 18 Maret 2025 setelah perang di Gaza dilanjutkan. Sebuah langkah yang dianggap sebagai penyelamat bagi Netanyahu untuk menjaga stabilitas koalisinya.

Sementara itu, Ronen Bar, Kepala Shin Bet, mewakili lembaga keamanan yang berupaya mempertahankan independensinya. Shin Bet bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan memiliki sejarah dalam menghadapi ekstremis Yahudi. Terutama dari kelompok Kahanis yang berafiliasi dengan Ben Gvir.

Jika penyelidikan rahasia terhadap Ben Gvir dan kepolisian benar adanya, hal ini mencerminkan upaya Shin Bet untuk membatasi pengaruh sayap kanan ekstrem di dalam institusi negara. Khususnya kepolisian yang berada di bawah kendali Ben Gvir.

Netanyahu sendiri telah berseteru dengan Shin Bet dalam beberapa waktu terakhir. Pada 17 Maret 2025, ia mengumumkan niatnya untuk memecat Ronen Bar. Tetapi keputusan tersebut ditangguhkan sementara oleh Mahkamah Agung.

Netanyahu membutuhkan dukungan Ben Gvir untuk menjaga stabilitas koalisinya, sekaligus khawatir terhadap pengaruh Shin Bet yang dapat mengungkap kegagalannya dalam mengelola perang, terutama setelah serangan 7 Oktober 2023.

Motif dan narasi yang berkembang

Ben Gvir menggambarkan dirinya sebagai korban konspirasi Shin Bet dan menuduh Ronen Bar mencoba “merusak demokrasi.” Narasi ini bertujuan untuk memperkuat citranya sebagai pemimpin sayap kanan ekstrem dan menarik simpati basis pendukungnya.

Namun, ia tidak menyangkal pandangan rasisnya atau upayanya untuk mengendalikan kepolisian serta mempersenjatai pemukim Yahudi. Senuah fakta yang menjadikannya target sah bagi penyelidikan oleh Shin Bet.

Sementara Shin Bet membantah melakukan penyelidikan terhadap Ben Gvir, bantahan ini mungkin bersifat taktis untuk menghindari eskalasi konflik.

Jika penyelidikan benar adanya, ini mencerminkan upaya Shin Bet—yang selama ini menjalankan sistem apartheid dan represi di Tepi Barat—untuk melindungi sistem demokrasi dari pengaruh ekstremis Kahanis.

Namun, Shin Bet sendiri menghadapi kritik atas kegagalannya dalam memprediksi serangan 7 Oktober 2023, yang merusak kredibilitasnya.

Netanyahu berusaha tampil netral, tetapi posisinya lebih menguntungkan kepentingannya sendiri. Ia membutuhkan Ben Gvir untuk mempertahankan koalisinya, terutama setelah kembalinya Ben Gvir ke pemerintahan pada 18 Maret 2025.

Di sisi lain, ia ingin melemahkan Shin Bet karena badan tersebut berpotensi menjadi ancaman terhadap kekuasaannya. Terutama dengan penyelidikan terkait kegagalan perang. Keseimbangan yang rapuh ini bisa menjadi bumerang bagi Netanyahu jika krisis semakin membesar.

Dampak dan ancaman yang muncul

Shin Bet, sebagai badan yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri, menghadapi krisis kredibilitas yang besar. Jika penyelidikan terhadap Ben Gvir dan kepolisian benar adanya, ini menunjukkan bahwa sayap kanan ekstrem telah menyusup ke dalam institusi negara, terutama kepolisian yang dikendalikan Ben Gvir.

Penyusupan ini dapat menyebabkan peningkatan persenjataan di kalangan pemukim Yahudi dan eskalasi kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat, yang bisa memicu Intifada ketiga.

Sebaliknya, jika Ben Gvir berhasil melemahkan Shin Bet atau memecat Ronen Bar, ekstremis akan semakin leluasa mengendalikan aparat keamanan. Pada akhirnya melemahkan kemampuan negara dalam menghadapi ancaman internal maupun eksternal.

Situasi ini menempatkan Israel dalam risiko keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, terutama dengan terus berlanjutnya perang di Gaza.

Hilangnya kepercayaan antara pemerintah dan institusi keamanan dapat menyebabkan kekacauan internal dan mungkin mendorong kelompok ekstremis Yahudi untuk melakukan serangan. Baik terhadap warga Palestina maupun oposisi Israel sendiri, yang semakin memperparah instabilitas negara.

Hubungan konflik dengan konteks yang lebih luas

Konflik antara Ben Gvir dan Bar bertepatan dengan kegagalan negosiasi kesepakatan sandera dengan Hamas. Delegasi Israel meninggalkan Doha pada 16 Maret 2025 setelah kegagalan tahap kedua perjanjian, yang mengharuskan penarikan penuh dan gencatan senjata permanen.

Ben Gvir, dengan posisi kerasnya, mendorong Netanyahu untuk menolak konsesi, yang memperpanjang perang. Konflik internal ini mencerminkan upaya sayap kanan ekstrem untuk memaksakan agenda mereka dengan mengorbankan kemajuan diplomatik.

Di sisi lain, protes terhadap Netanyahu yang dimulai karena perubahan sistem peradilan pada 2023, telah sedikit mereda, tetapi krisis dengan Shin Bet dapat memicu kemarahan lebih lanjut.

Masyarakat Israel terbagi antara yang mendukung perang dan yang menentang kebijakan Netanyahu. Jika publik merasa pemerintah mencoba melemahkan lembaga keamanan demi agenda ekstremis, kemarahan rakyat bisa meningkat.

Kembalinya Ben Gvir ke pemerintah pada 18 Maret 2025 adalah langkah yang diharapkan untuk mendukung Netanyahu. Tetapi konflik dengan Shin Bet menunjukkan bahwa ia berusaha untuk memperkuat pengaruhnya.

Ben Gvir ingin memanfaatkan kekacauan perang untuk memperkuat pengaruh sayap kanan ekstremis dalam kepolisian dan pemerintahan. Sementara serangannya terhadap Shin Bet bertujuan untuk melemahkan perlawanan institusional terhadap agendanya yang bersifat rasialis.

Konflik antara Ben Gvir dan Bar memperburuk kecemasan warga Israel, yang sudah berada di bawah tekanan perang yang berlangsung sejak Oktober 2023.

Bentrokan ini meningkatkan ketidakpercayaan terhadap institusi, dengan sebagian orang melihat Shin Bet melampaui wewenangnya. Sementara yang lain khawatir tentang pengaruh ekstremis seperti Ben-Gvir pada kepolisian dan kehidupan sehari-hari.

Ketegangan internal memperburuk polarisasi sosial, terutama antara kaum sekuler dan religius, yang mengancam kohesi sosial.

Secara ekonomi, perang telah menghabiskan lebih dari 200 miliar dolar Israel hingga 2025, dan konflik ini dapat menunda solusi diplomatik yang meringankan beban warga.

Secara psikologis, warga merasa frustrasi dengan berlanjutnya krisis politik, yang dapat memicu kembali protes jika mereka merasa pemerintah mengorbankan keamanan nasional demi agenda pribadi.

Masyarakat Israel sudah terbagi antara sekuler dan religius, serta pendukung perang dan penentang kebijakan Netanyahu. Konflik ini memperburuk pembelahan tersebut, dengan kaum sekuler melihat Shin Bet sebagai garis pertahanan terakhir terhadap ekstremisme Ben Gvir. Sementara kalangan religius dan kanan menganggap Ben Gvir mewakili “kehendak rakyat” melawan “negara dalam negara”.

Pembelahan ini dapat memicu kembalinya protes rakyat yang terjadi di Israel pada 2023 akibat perubahan sistem peradilan. Namun kali ini bisa lebih kekerasan mengingat konteks perang.

Jika publik merasa pemerintah mengorbankan keamanan nasional demi agenda ekstremis. Kita bisa menyaksikan pembangkangan sipil atau penolakan terhadap wajib militer, seperti yang terjadi sebelumnya.

Dalam jangka panjang, konflik ini dapat memperburuk kehancuran kohesi sosial, menjadikan Israel sebagai masyarakat yang lebih rapuh dan rentan terhadap keruntuhan internal. Terutama jika tekanan psikologis dan ekonomi akibat perang terus berlanjut.

Kenaikan pengaruh Ben Gvir dan agenda rasialisnya menimbulkan kecemasan di kalangan sekutu tradisional Israel. Terutama di Eropa, di mana semakin banyak seruan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pemukim dan pejabat ekstremis.

Bentrokan fisik di kabinet, serta tuduhan percakapan “pemberontakan”, mengirimkan pesan ke dunia bahwa Israel kehilangan kendali atas dinamika internalnya, yang melemahkan citranya sebagai negara demokratis yang stabil.

Amerika Serikat (AS), meskipun memberikan dukungan yang kuat, mungkin akan mengevaluasi kembali posisinya jika melihat Netanyahu gagal mengelola krisis. Terutama dengan tekanan internal dari kalangan Demokrat untuk mengurangi dukungan militer.

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Maret 2025 yang memperingatkan tentang krisis kemanusiaan di Gaza, mungkin memanfaatkan konflik ini untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel, memperkuat kampanye pemboikotan (BDS) dan melemahkan pengaruhnya di panggung internasional.

Jika Israel berubah menjadi negara yang sepenuhnya dikuasai oleh sayap kanan ekstremis, negara tersebut dapat menghadapi sanksi ekonomi dan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal iniakan membatasi kemampuannya untuk mempengaruhi di tingkat regional.

Masa depan pengaruh: Siapa yang memerintah Israel?

Konflik antara Ben Gvir dan Shin Bet mengungkapkan kelemahan koalisi pemerintah yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu.

Ben Gvir, sebagai pemimpin sayap kanan ekstrem, telah menjadi pemain kunci dalam kestabilan pemerintah sejak kembalinya dia pada 18 Maret 2025. Tetapi ia juga menjadi bom waktu.

Serangannya terhadap Shin Bet dan tuntutannya untuk memecat Bar bisa memaksa Netanyahu untuk membuat keputusan penting. Mendukung Ben Gvir untuk mempertahankan koalisi, yang berarti memperburuk konflik dengan lembaga keamanan, atau mengorbankan Ben Gvir untuk menenangkan situasi, yang bisa menyebabkan keruntuhan pemerintah.

Dalam kedua skenario ini, masa depan politik Israel terlihat kabur. Jika konflik ini berlanjut, kita mungkin akan menyaksikan pemilu lebih awal. Terutama jika Ben Gvir menarik diri lagi atau jika protes rakyat terhadap Netanyahu semakin meningkat.

Polarisasi ini memperkuat pengaruh sayap kanan ekstrem terhadap partai-partai moderat, yang dapat mendorong Israel menuju pemerintah yang lebih ekstrem pada 2025 dan seterusnya, dengan agenda seperti pengusiran warga Palestina dan ekspansi pemukiman.

Konflik ini mengajukan pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya memerintah Israel? Apakah itu pemerintah yang dipilih yang dipimpin oleh Netanyahu dan Ben Gvir, atau lembaga keamanan—seperti Shin Bet—yang berusaha menjaga keseimbangan sistem?

Jika Ben Gvir menang, kita mungkin akan menyaksikan transformasi Israel menjadi negara ekstremis yang dikuasai oleh agenda Kahane, dengan menurunnya peran lembaga tradisional.

Namun, jika Shin Bet berhasil bertahan, sayap kanan ekstrem bisa ditahan sementara, tetapi itu tidak akan menyelesaikan krisis identitas Israel yang mendalam.

Dalam jangka panjang, konflik ini bisa menyebabkan pembentukan ulang sistem politik. Baik menuju kediktatoran sayap kanan atau keruntuhan internal yang membuka jalan bagi kekuatan baru.

Dalam kedua kasus tersebut, masa depan Israel tampaknya semakin rapuh. Dengan pengaruh yang berkurang di dalam negeri dan di luar negeri, serta tantangan yang mengancam eksistensinya sebagai negara yang stabil di kawasan.

*Ihab Jabarin adalah seorang analis politik dan pakar urusan Israel. Penulis Palestina terkenal, yang mengkhususkan diri dalam urusan politik Palestina dan regional. Tulisan ini diambil dari situs Aljazeera.net dengan judul “Hal Sayufajjir Bin Ghafīr Isrāīl?”.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular