Wednesday, April 2, 2025
HomeAnalisis dan OpiniOPINI: Lima katup pengaman yang lindungi Suriah baru dari bahaya

OPINI: Lima katup pengaman yang lindungi Suriah baru dari bahaya

Oleh: Fadl Abdul Ghani

Suriah mengalami transformasi politik yang signifikan setelah kejatuhan rezim Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024, menyusul pertempuran “Pencegahan Agresi”.

Kejadian ini membuka jalan bagi dimulainya fase transisi menuju rekonstruksi sistem politik Suriah berdasarkan prinsip pluralisme politik, partisipasi rakyat, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Fase ini dimulai setelah “Administrasi Operasi Militer” mengumumkan pembentukan Pemerintahan Sementara pada 9 Desember 2024 sebagai langkah sementara.

Kemudian, pada 24 Desember 2024, terjadi kesepakatan untuk membubarkan semua faksi militer dan mengintegrasikannya di bawah Kementerian Pertahanan.

Puncaknya adalah pengumuman resmi “Kemenangan Revolusi” pada 30 Januari 2025 dan penunjukan Ahmad Al-Shar’a sebagai Presiden Sementara Suriah.

Perkembangan ini menandai titik balik bersejarah, tidak hanya karena mengakhiri era kediktatoran yang telah berlangsung lebih dari setengah abad. Tetapi juga karena membuka peluang nyata untuk transisi politik demokratis.

Langkah ini bertujuan untuk mengakhiri sistem pemerintahan otoriter dan eksklusif yang diwarisi dari rezim Assad serta membangun sistem yang pluralistik, memungkinkan partisipasi politik bagi seluruh warga Suriah tanpa diskriminasi atau marginalisasi.

Namun, fase transisi ini menghadapi berbagai tantangan kompleks. Termasuk lemahnya institusi negara, perpecahan sosial yang mendalam, campur tangan kekuatan asing, serta krisis ekonomi dan sosial yang diwariskan dari perang panjang.

Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah mengusulkan visi untuk mengatasi tantangan ini melalui peta jalan transisi politik yang komprehensif.

Langkah-langkah utama meliputi pembentukan badan pemerintahan, penyusunan deklarasi konstitusi sementara, pembentukan pemerintahan transisi yang efektif, penyusunan konstitusi permanen, dan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil guna membangun sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis.

Visi ini juga menekankan pentingnya pembentukan Komisi Nasional untuk Keadilan Transisi guna menangani pelanggaran masa lalu dan mewujudkan rekonsiliasi nasional.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis visi tersebut dengan menyajikan kerangka kerja rinci mengenai langkah-langkah praktis yang harus diambil untuk menjamin transisi politik yang sukses.

Fokus utama adalah mewujudkan pluralisme politik, keadilan, dan stabilitas, serta melindungi Suriah dari risiko kembalinya otoritarianisme atau konflik internal.

Selain itu, peran krusial aktor politik, organisasi masyarakat sipil, dan dukungan internasional dalam memastikan keberhasilan tahap penting dalam sejarah Suriah ini juga akan dikaji.

Dari legitimasi revolusioner menuju pluralisme politik

Legitimasi revolusioner merupakan dasar hukum dan politik yang menjadi pijakan bagi kekuatan yang menggulingkan rezim lama. Legitimasi ini lahir dari pemutusan total dengan pemerintahan sebelumnya.

Dalam konteks Suriah, fase transisi memperoleh legitimasi revolusionernya melalui kejatuhan rezim Assad pada Desember 2024, yang memberikan mandat sementara kepada kepemimpinan baru untuk mengelola urusan negara dalam periode kritis ini.

Meskipun legitimasi ini penting untuk menegakkan dasar pemerintahan transisi dan mencegah kekacauan politik, mempertahankannya terlalu lama tanpa mengarahkannya ke sistem yang lebih pluralistik dapat membawa risiko besar.

Salah satu risiko utama adalah terkonsentrasinya kekuasaan di tangan sekelompok kecil aktor politik, yang dapat menyebabkan reproduksi pola pemerintahan otoriter lama serta melemahkan prinsip-prinsip revolusi yang telah diperjuangkan.

  1. Pembentukan badan pemerintahan

Proses pembentukan badan pemerintahan merupakan langkah krusial untuk memastikan transisi politik yang terorganisir dari legitimasi revolusioner menuju sistem politik yang plural di Suriah.

Pentingnya badan ini terletak pada perannya dalam memperkuat partisipasi politik dan stabilitas sosial selama periode transisi.

Keberadaan badan pemerintahan yang mencakup berbagai kekuatan politik dan sosial menjadi jaminan utama untuk melibatkan seluruh elemen masyarakat Suriah.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan terhadap proses politik, mencegah monopoli kekuasaan oleh kelompok tertentu, serta mengurangi risiko munculnya konflik baru.

Agar badan ini berhasil dan efektif, para anggotanya harus dipilih berdasarkan kriteria yang jelas, termasuk representasi yang luas dari seluruh kelompok masyarakat Suriah.

Ini mencakup keberagaman politik, agama, etnis, dan wilayah untuk mencegah marginalisasi atau eksklusi kelompok mana pun.

Selain itu, anggota badan harus memiliki kompetensi profesional dan pengalaman dalam bidang pemerintahan, hukum, dan administrasi.

Integritas pribadi juga menjadi syarat utama, dengan menyingkirkan mereka yang terlibat dalam kasus korupsi atau pelanggaran hak asasi manusia.

Untuk memperoleh penerimaan yang luas dari masyarakat, badan ini harus diisi oleh tokoh-tokoh yang memiliki kredibilitas berdasarkan legitimasi revolusioner. Serta komitmen terhadap pluralisme, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.

Mekanisme pemilihan anggota badan pemerintahan sebaiknya dilakukan melalui kesepakatan nasional. Dengan konsultasi luas antara kekuatan politik, organisasi masyarakat sipil, dan perwakilan berbagai kelompok sosial. Proses ini harus menghasilkan daftar anggota yang dapat diterima secara luas.

Komite independen dan netral dapat digunakan untuk memverifikasi apakah para calon memenuhi kriteria yang telah disepakati. Ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan kredibilitas proses pemilihan di mata publik.

Dari segi struktur, pembagian kekuasaan antara tiga lembaga utama—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—harus dilakukan secara seimbang dan jelas.

Dalam hal ini, lembaga eksekutif bertanggung jawab atas pengelolaan transisi dan implementasi kebijakan yang disepakati.

Lembaga legislatif memiliki peran dalam menyusun peraturan yang diperlukan dan mengawasi kinerja pemerintahan. Sementara lembaga yudikatif harus tetap independen dalam memastikan penerapan hukum serta melindungi hak dan kebebasan dasar warga negara. Ini akan menciptakan dasar hukum yang kuat bagi proses transformasi demokratis.

Terakhir, peran komunitas internasional dalam mendukung badan pemerintahan harus bersifat konsultatif dan teknis saja, tanpa campur tangan dalam pengambilan keputusan nasional Suriah.

Pihak internasional dapat memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan mediasi dalam penyelesaian konflik internal. Tetapi harus tetap menghormati kedaulatan Suriah dan menghindari upaya untuk memaksakan solusi dari luar.

Pendekatan ini memastikan keseimbangan antara pemanfaatan dukungan internasional dan menjaga independensi serta kredibilitas proses transisi di mata rakyat Suriah.

  1. Pengesahan deklarasi konstitusi sementara

Dalam situasi transisi yang kompleks setelah kejatuhan rezim otoriter, deklarasi konstitusi sementara berfungsi sebagai kerangka hukum yang jelas dan bersifat sementara.

Ini akan menentukan aturan dalam pengelolaan negara dan kewenangan lembaga transisi, sehingga dapat mengurangi risiko kekacauan politik serta mencegah kekosongan hukum.

Penyusunan deklarasi konstitusi ini memerlukan partisipasi luas dari berbagai pihak nasional. Proses ini dimulai dengan pembentukan komite persiapan dan komite perancang.

Idealnya terdiri dari pakar hukum tata negara, perwakilan kekuatan politik, serta perwakilan masyarakat sipil Suriah untuk memastikan keterwakilan semua kelompok.

Komite ini bertugas menetapkan isu-isu utama yang harus dimasukkan dalam deklarasi konstitusi serta menyusun rancangan awal berdasarkan kesepakatan nasional yang luas.

Badan pemerintahan transisi memainkan peran utama dalam mengawasi proses ini, dengan meninjau dan secara resmi mengadopsi rancangan deklarasi setelah mencapai kesepakatan nasional yang memadai.

Transparansi harus menjadi prinsip utama dalam semua tahap penyusunan deklarasi hingga tahap finalisasi dan pengesahan.

Selain kekuatan politik dan institusi resmi, partisipasi organisasi masyarakat sipil sangatlah penting.

Mereka dapat menyampaikan aspirasi rakyat, melindungi hak-hak dasar, serta memastikan penerapan prinsip keadilan transisi.

Organisasi masyarakat sipil juga dapat mengadakan forum konsultasi publik untuk mendiskusikan isi deklarasi konstitusi dan memungkinkan partisipasi masyarakat yang lebih luas.

Di tingkat internasional, peran komunitas global hanya sebatas dukungan teknis dan konsultatif, tanpa intervensi dalam kedaulatan nasional Suriah.

Organisasi internasional dapat memberikan bantuan hukum dan teknis untuk memastikan bahwa deklarasi konstitusi selaras dengan standar hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Mereka juga dapat menyediakan ahli hukum untuk membantu dalam penyusunan dan konsultasi, tetapi tanpa upaya untuk memaksakan agenda luar.

Deklarasi konstitusi sementara harus mencakup sejumlah elemen utama, termasuk prinsip-prinsip dasar pemerintahan seperti kedaulatan rakyat, supremasi hukum, pluralisme politik, persatuan nasional, dan rekonsiliasi nasional.

Selain itu, harus ada struktur pemerintahan transisi yang jelas, yang menetapkan kewenangan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Deklarasi juga harus memasukkan mekanisme independen untuk keadilan transisi guna memastikan akuntabilitas dan rekonsiliasi.

Penting juga untuk mengatur reformasi institusi keamanan dan menempatkannya di bawah pengawasan sipil untuk memperkuat stabilitas.

Deklarasi konstitusi harus mencantumkan jadwal dan mekanisme yang jelas untuk penyelenggaraan pemilu, guna menjamin transisi yang lancar menuju sistem pemerintahan yang demokratis dan stabil.

  1. Pembentukan pemerintahan transisi

Proses pembentukan pemerintahan transisi merupakan salah satu langkah paling penting dan sensitif dalam fase transisi di Suriah. Proses ini mencerminkan keseriusan badan pemerintahan dalam mewujudkan pluralisme politik serta memperkuat stabilitas negara.

Tanggung jawab dalam membentuk pemerintahan transisi berada di pundak pemimpin fase transisi, Ahmad Al-Sharaa, yang akan berkonsultasi secara erat dengan badan pemerintahan transisi.

Presiden akan mengusulkan daftar kandidat untuk mengisi posisi Menteri. Kemudian akan ditinjau oleh badan pemerintahan guna disetujui atau dimodifikasi jika diperlukan, demi memastikan konsensus nasional yang luas.

Agar pemerintahan transisi dapat menjalankan tugasnya secara efektif dalam mengelola negara selama periode krusial ini, pemilihan menteri harus dilakukan berdasarkan standar yang jelas dan objektif.

Standar utama yang harus dipenuhi adalah kompetensi profesional dan pengalaman kerja. Setiap calon harus memiliki keahlian dalam menangani sektor-sektor vital seperti keamanan, hukum, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Selain itu, mereka harus memiliki integritas tinggi dan tidak terlibat dalam kasus korupsi atau pelanggaran hak asasi manusia.

Pemerintahan transisi juga harus mencerminkan keseimbangan representasi dari seluruh elemen masyarakat Suriah, baik dari segi geografis, politik, maupun sosial.

Sangat penting untuk menghindari militerisasi pemerintahan dengan tidak menunjuk tokoh militer atau figur kontroversial dalam jabatan sipil yang sensitif.

Dari segi prioritas kerja, pemerintahan transisi harus terlebih dahulu menangani keamanan dan stabilitas negara.

Ini mencakup restrukturisasi institusi keamanan dan militer agar berada di bawah pengawasan sipil yang ketat. Serta memastikan bahwa institusi-institusi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu.

Selain itu, pemerintahan transisi bertanggung jawab atas penyediaan layanan dasar bagi rakyat, seperti akses terhadap pangan, air bersih, layanan kesehatan, serta rehabilitasi infrastruktur penting di sektor pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Pemerintahan juga harus fokus pada pengelolaan ekonomi serta mengatasi krisis kemanusiaan dan sosial akibat perang yang berkepanjangan.

Langkah-langkah darurat harus diambil untuk menghindari keruntuhan ekonomi. Termasuk menarik dukungan internasional serta investasi asing yang diperlukan untuk pemulihan ekonomi.

Selain itu, program bantuan kemanusiaan yang mendesak harus diterapkan untuk mendukung komunitas yang paling terdampak oleh konflik.

Transparansi dan mekanisme akuntabilitas yang ketat harus diberlakukan untuk memastikan bahwa sumber daya dikelola secara adil dan efisien selama fase transisi yang kritis ini.

  1. Penyusunan konstitusi permanen

Tahap penyusunan konstitusi permanen merupakan salah satu langkah paling krusial dalam proses transisi di Suriah.

Konstitusi ini akan mengakhiri status hukum sementara yang diatur dalam deklarasi konstitusi. Serta membentuk kerangka hukum yang stabil dan permanen bagi pemerintahan baru yang demokratis dan pluralistik.

Konstitusi permanen bukan hanya sekadar dokumen hukum, tetapi juga landasan utama bagi legitimasi politik negara.

Konstitusi ini akan menetapkan prinsip-prinsip dasar pemerintahan, nilai-nilai fundamental yang menjadi fondasi sistem politik baru, serta menjamin hak dan kebebasan warga negara.

Proses penyusunan konstitusi dimulai dengan pembentukan komite konstituante yang memiliki legitimasi luas dan bertanggung jawab atas perancangan draf konstitusi.

Pemilihan anggota komite ini dapat dilakukan melalui 3 mekanisme utama: pemilihan langsung oleh rakyat (ideal, tetapi sulit diterapkan dalam kondisi transisi), penunjukan langsung oleh badan pemerintahan transisi melalui konsultasi dengan kekuatan politik dan masyarakat sipil, atau kombinasi dari kedua metode tersebut untuk menyeimbangkan legitimasi rakyat dan keahlian teknis.

Keanggotaan dalam komite konstituante harus mencerminkan keberagaman Suriah, termasuk para pakar hukum tata negara, perwakilan partai politik, organisasi masyarakat sipil, perempuan, pemuda, serta perwakilan dari daerah-daerah yang paling terdampak konflik.

Tujuannya, guna memastikan keadilan dan keterwakilan yang inklusif bagi semua kelompok sosial dan politik.

Komite ini bertugas menyusun draf konstitusi melalui proses partisipatif yang melibatkan konsultasi nasional terbuka. Sehingga konstitusi benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat Suriah.

Konsultasi ini dapat dilakukan melalui diskusi publik di berbagai wilayah, survei, dan jajak pendapat untuk mengakomodasi pandangan masyarakat terkait isu-isu utama yang harus dimuat dalam konstitusi.

Dari segi isi, konstitusi harus secara jelas menentukan bentuk sistem pemerintahan (presidensial, parlementer, atau campuran), hubungan antar-lembaga pemerintahan, serta mekanisme pemisahan dan keseimbangan kekuasaan untuk mencegah dominasi otoriter.

Konstitusi juga harus secara eksplisit menjamin hak-hak dan kebebasan dasar warga negara. Seperti kebebasan berekspresi, beragama, berkumpul, serta hak perempuan dan kelompok minoritas, dengan memastikan kesetaraan semua warga negara di hadapan hukum.

Selain itu, konstitusi baru harus menetapkan prinsip desentralisasi administrasi. Memberi lebih banyak kewenangan kepada pemerintah daerah dan otoritas lokal dalam kerangka negara kesatuan Suriah.

Setelah penyusunan draf konstitusi selesai, dokumen ini akan ditinjau oleh dewan legislatif transisi, dengan membuka ruang diskusi nasional yang luas mengenai isinya.

Tahap akhir dalam proses ini adalah pengesahan konstitusi, yang idealnya dilakukan melalui referendum rakyat untuk memastikan tingkat legitimasi tertinggi.

Namun, jika situasi keamanan atau logistik tidak memungkinkan penyelenggaraan referendum, konstitusi dapat disahkan oleh dewan legislatif transisi sebagai solusi alternatif sementara, agar proses politik dan transisi demokratis tetap berjalan tanpa hambatan.

  1. Pemilihan parlemen dan presiden

Pemilihan parlemen dan presiden merupakan tahap terakhir dalam peta jalan transisi politik di Suriah. Pemilihan ini menjadi mekanisme utama dalam proses peralihan kekuasaan secara demokratis dari pemerintahan transisi ke pemerintahan yang sah dan terpilih, yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat Suriah secara bebas dan adil.

Untuk menjamin keberhasilan tahap krusial ini dalam proses transisi politik, sejumlah persyaratan dan standar mendasar harus dipenuhi.

Persyaratan utama adalah terciptanya tingkat keamanan dan stabilitas yang memadai di seluruh wilayah negara.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemilih dan kandidat tidak menghadapi ancaman, intimidasi, atau kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selain itu, perlu adanya jaminan keamanan bagi tempat pemungutan suara di seluruh wilayah Suriah, termasuk di daerah yang sebelumnya mengalami konflik bersenjata, serta penciptaan kondisi yang aman bagi para pengungsi dan pengungsi internal agar mereka dapat kembali dan menggunakan hak pilih mereka.

Keberhasilan pemilu juga bergantung pada adanya kerangka hukum dan kelembagaan yang jelas.

Ini mencakup penerapan undang-undang pemilu yang adil dan sejalan dengan standar internasional, yang mengatur mekanisme pencalonan, proses pemungutan suara. Serta regulasi pendanaan kampanye guna memastikan persaingan yang transparan dan jujur.

Untuk menjamin independensi pemilu, harus dibentuk komisi pemilihan independen yang memiliki kewenangan penuh dalam menyelenggarakan dan mengawasi pemilu secara netral.

Komisi ini harus terdiri dari hakim, pakar hukum, serta perwakilan masyarakat sipil, dan didukung oleh komite khusus yang menangani sengketa pemilu serta pengaduan yang mungkin muncul selama atau setelah pemungutan suara.

Selain itu, partisipasi luas dan inklusif menjadi faktor utama keberhasilan pemilu. Ini mencakup pemberian akses bagi semua warga Suriah, baik di dalam maupun di luar negeri.

Dengan perhatian khusus terhadap pengungsi dan pengungsi internal melalui pembentukan tempat pemungutan suara di negara-negara pengungsian.

Untuk menjamin keterwakilan yang adil, perlu diterapkan kebijakan yang mendukung partisipasi kelompok minoritas, perempuan, dan pemuda dalam proses pemilu.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan legitimasi politik dan mewujudkan perwakilan demokratis yang sesungguhnya.

Dari segi teknis, komisi pemilihan independen harus bertanggung jawab atas pendaftaran pemilih dengan sistem yang akurat untuk memastikan daftar pemilih yang komprehensif.

Komisi ini juga harus mengelola seluruh tahapan pemilu, mulai dari proses pencalonan, kampanye pemilu, hingga penghitungan suara dan pengumuman hasil pemilu.

Komisi pemilihan harus memiliki independensi penuh dalam mengambil keputusan guna menghindari segala bentuk intervensi politik atau partisan.

Selain itu, kandidat harus diberikan akses yang setara ke media, baik media pemerintah maupun swasta, serta kesempatan untuk mengadakan debat publik sehingga masyarakat dapat memahami visi dan program mereka secara transparan.

Dalam hal pemantauan internasional, peran komunitas internasional harus bersifat konsultatif dan pengawasan tanpa mengganggu kedaulatan nasional Suriah.

Lembaga-lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Uni Eropa dapat mengirim pengamat untuk memantau proses pemilu dan memberikan dukungan teknis dalam pelatihan serta pengamanan pemungutan suara. Tetapi tanpa campur tangan dalam pemilihan kandidat atau pemaksaan agenda politik tertentu.

Peran terbatas ini akan membantu meningkatkan kredibilitas pemilu dan menjamin integritasnya tanpa mengorbankan independensi keputusan politik Suriah.

Dengan menerapkan semua ketentuan dan prosedur ini, pemilu parlemen dan presiden yang adil dan transparan dapat terselenggara dengan sukses.

Hasilnya akan melahirkan sistem politik demokratis dan stabil yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat Suriah. Sekaligus menjadi fondasi kokoh bagi masa depan negara yang baru.

Kesimpulan

Pelaksanaan langkah-langkah dalam visi ini merupakan kebutuhan mendesak untuk memastikan keberhasilan transisi politik di Suriah dan menciptakan perubahan menuju demokrasi serta pluralisme politik yang berkelanjutan.

Komitmen badan pemerintahan transisi dan pemerintah sementara terhadap prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, efisiensi, independensi peradilan. Serta penerbitan deklarasi konstitusi yang jelas, penyusunan konstitusi permanen yang mencerminkan aspirasi seluruh rakyat Suriah, dan penyelenggaraan pemilu yang bebas serta adil.

Semua itu merupakan syarat utama untuk mencapai stabilitas politik dan mencegah kembalinya otoritarianisme atau terjadinya konflik baru.

Dalam konteks ini, kerja sama yang konstruktif antara aktor-aktor domestik dan internasional menjadi faktor kunci dalam keberhasilan proses transisi.

Konsensus nasional, dukungan teknis dan konsultatif dari komunitas internasional dengan tetap menjaga kedaulatan nasional, serta pemberdayaan masyarakat sipil Suriah untuk meningkatkan peran pengawasan dan edukasi politik, akan menciptakan lingkungan politik dan sosial yang kondusif untuk membangun kembali negara berdasarkan prinsip pluralisme, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Tanggung jawab keberhasilan transisi politik di Suriah berada di tangan semua pihak. Baik di tingkat nasional maupun internasional, demi mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dan menjamin hak-hak semua warga Suriah tanpa diskriminasi atau pengucilan.

*Fadl Abdul Ghani merupakan direktur Eksekutif Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia. Pendiri Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah pada bulan Juni 2011. Tulisan ini diambil dari situs Aljazeera.net dengan judul “5 Shimāmāt Amān Tukhmī Sūriyyā al-Jadīdah Min al-Aḥṭhār, Mā Hiya?”.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular