Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, pada Selasa (30/1), mengkritik keputusan pemerintah yang mengizinkan ribuan pengungsi Palestina kembali ke Gaza Utara.
Dalam unggahannya di akun X-nya, Lapid menyebut, “Fakta bahwa warga Gaza kembali ke rumah mereka sebelum semua warga yang berada di kawasan perbatasan Israel dekat Gaza adalah bukti yang memilukan bahwa pemerintahan ini tidak mampu menjalankan negara.”
Sejak Senin, lebih dari 300.000 warga sipil yang mengungsi telah kembali ke Gaza Utara setelah gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan yang dimediasi Qatar antara Hamas dan Israel.
Dalam kesepakatan tersebut, Hamas menyetujui untuk membebaskan Arbel Yehud dan dua orang lainnya sebelum hari Jumat.
Israel mengizinkan kembalinya pengungsi Gaza setelah kesepakatan tersebut tercapai. Namun, sejauh ini, pemerintah Israel menolak mengizinkan pemukim ilegal Israel kembali ke pos-pos mereka yang terletak dekat perbatasan Gaza.
Israel sebelumnya telah mengevakuasi ribuan pemukim ilegal setelah serangannya terhadap Jalur Gaza pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Gencatan senjata yang pertama kali dimulai pada 19 Januari selama enam minggu, menghentikan perang Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Serangan Israel juga menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, serta kerusakan luas dan krisis kemanusiaan yang mengerikan.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada November tahun lalu terkait tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional (ICJ) terkait perang di Gaza.