Organisasi pemantau HAM, Euro-Med Human Rights Monitor pada Selasa (6/2) merilis laporan yang mengungkap praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi sipir Israel terhadap tawanan Palestina dari Gaza.
Organisasi yang berpusat Jenewa itu mengaku mengantongi bukti testimoni sejumlah orang usai dibebaskan dari pusat detensi Israel.
Kepada Euro-Med mereka mengaku telah dipukuli, diserang anjing, tidak diberi makan, tidak dibolehkan ke toilet, dan bentuk penyiksaan tidak manusiawi lainnya.
Dari semua bentuk penyiksaan, Euro-Med menilai pelecehan seksual terhadap tawanan perempuan adalah yang paling buruk yang dilakukan sipir Israel.
Kesaksian korban
Diwawancara dengan syarat anonim demi pertimbangan keamanan, perempuan tersebut mengaku dipaksa memberikan informasi terkait warga Gaza lainnya. Keluarganya pun juga ikut diancam.
Jika permintaan itu tidak dituruti, sipir Israel mengancam akan melecehkannya kembali.
Seorang warga Gaza berusia 70 tahun, yang juga tidak ingin dibuka identitasnya, menceritakan kronologis dirinya ditawan hingga dibawa ke penjara Israel.
“Saya ditawan saat sedang di rumah, di daerah Al-Amal, Khan Yunis. Saya sudah bilang ke mereka (tentara Israel) kalau saya itu lagi sakit dan tak mampu bergerak. Tapi mereka tidak peduli. Lalu mereka minta saya melepaskan baju, kemudian menggiring saya ke suatu rumah yang sudah hancur. Sepertinya saya sedang dijadikan perisai manusia,” ungkap pria berinisial MN itu.
Selanjutnya, MN dibawa bersama tawanan lainnya menuju fasilitas detensi yang menurutnya lebih cocok sebagai “kandang besi untuk penyiksaan berat.”
“Kami menjadi target penghinaan dan pemukulan. Pernah selama empat hari tidak dikasih minum. Lalu mereka menuangkan air ke lantai di depan kami sebagai penyiksaan. Kami hanya diberikan sedikit makanan dan diizinkan ke kamar mandi hanya sekali,” lanjut MN.
MN menghabiskan 10 hari penuh penyiksaan di dalam penjara Israel sebelum akhirnya bebas.
Warga Gaza lainnya, berinisial KHN, dipaksa evakuasi bersama keluarganya oleh tentara Israel dari rumahnya di wilayah barat Khan Yunis.
Namun, seruan evakuasi itu seperti pancingan untuk menjebak dirinya dan keluarganya.
“(Tentara Israel) menawan saya di pos pemeriksaan lalu memaksa saya melepaskan baju. Saya dipukuli habis lalu dibungkus dengan selimut yang basah. Kami juga tidak dikasih minum air dan merasakan kedinginan yang tidak wajar,” ungkap KHN.
Dalam laporan yang dipublikasikan +972, media berbasis di Tel Aviv, disebutkan bahwa ada seorang lansia dari pengungsian Asy-Syathi di utara Gaza yang mengalami penyiksaan oleh tentara Israel hingga meregang nyawa.
Karena tidak ada penanganan medis, tawanan yang sudah sekarat itu akhirnya gugur dalam pusat detensi Israel.
Tentara Israel mengonfirmasi kabar itu kepada +972, sejumlah tawanan dari Gaza gugur di pusat detensi.
Media tersebut juga menulis penawanan orang-orang Palestina baik dari sipil ataupun pejuang bersenjata oleh tentara Israel dilindungi undang-undang tahun 2002 tentang kombatan ilegal.
Melalui undang-undang ini, Israel bisa menahan pejuang bersenjata Palestina hingga waktu tertentu tanpa mesti mengikuti standar prosedur penahanan.
Israel juga bisa mencabut hak tahanan untuk bertemu pengacaranya dan menunda uji materi hingga lebih dari 75 hari atau lebih dari enam bulan apabila disetujui hakim.
“Keluarga mereka tidak dikabarkan. Selama masa itu (penahanan), orang bisa mati dan tidak satu pun yang mengetahui nasibnya,” ungkap Tal Steiner, Direktur Komite Publik untuk Menentang Penyiksaan di Israel kepada +972.
Berdasarkan Euro-Med, praktik penyiksaan, pelecehan, penutupan informasi, penahanan dalam waktu lama, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya dijalankan sipir dan tentara Israel secara tersistematis.
Salah satu tujuannya adalah sebagai alat untuk memperoleh informasi dari tawanan Gaza.
Sebagai gantinya, tawanan tersebut akan diberikan sedikit haknya, lalu agak diringankan siksaannya, dan bisa pula dibebaskan dari tahanan.
Praktik seperti ini menurut Euro-Med setara kejahatan perang dan kemanusiaan menurut defenisi Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Dalam merespons situasi buruk itu, Euro-Med Human Rights Monitor mengeluarkan seruan kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk memeriksa keadaan para tawanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Organisasi Jenewa itu juga meminta pihak independen melakukan investigasi atas situasi sangat buruk itu.
Penyeleidikan itu dilakukan agar bisa menyeret pelaku kejahatan tersebut ke pengadilan pidana internasional dan memberikan rasa keadilan bagi para penyintas dan keluarganya.