Pemerintah Wilayah Yerusalem Palestina pada hari Selasa menyatakan bahwa seruan dari kelompok ekstremis Israel untuk menyembelih korban di Masjid Al-Aqsha pekan depan adalah “perkembangan berbahaya.”
Mereka memperingatkan bahwa ini merupakan serangan serius terhadap status historis dan hukum yang berlaku di masjid tersebut.
“Seruan untuk menyembelih apa yang disebut ‘korban Paskah Yahudi’ di dalam dan sekitar Masjid Al-Aqsha adalah eskalasi berbahaya, yang terjadi dalam konteks upaya intensif untuk menargetkan tempat-tempat suci Islam dan Kristen, terutama Masjid Al-Aqsha,” demikian pernyataan pemerintah wilayah.
Aksi ini didukung oleh pejabat tinggi pemerintah Israel, termasuk Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir. Menjelang Paskah Yahudi (12-20 April), beberapa kelompok pemukim menyerukan penyembelihan hewan korban di dalam Masjid Al-Aqsha, dengan klaim bahwa itu adalah lokasi “Haikal”.
Pelanggaran Serius
Pemerintah Wilayah Yerusalem menganggap seruan tersebut sebagai provokasi besar dan pelanggaran serius terhadap perasaan umat Muslim. “Ini juga merupakan serangan terang-terangan terhadap hak-hak keagamaan mereka di salah satu tempat suci paling penting,” katanya.
Mereka juga memperingatkan bahwa upaya untuk melaksanakan ritual Taurat di dalam Masjid Al-Aqsha adalah serangan serius terhadap status historis dan hukum yang berlaku.
Menurut Kantor Berita Anadolu, status quo di Masjid Al-Aqsha telah ada sejak sebelum Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967. Berdasarkan status ini, Direktorat Wakaf Islam di Yerusalem, yang berada di bawah Kementerian Wakaf Yordania, bertanggung jawab atas pengelolaan urusan Masjid.
Namun, pada tahun 2003, Israel mengubah status tersebut dengan mengizinkan para pemukim memasuki kompleks Al-Aqsha tanpa persetujuan Direktorat Wakaf, yang terus menuntut agar pelanggaran ini dihentikan.
Israel mengklaim bahwa mereka “menghormati status quo” di Masjid Al-Aqsha, tetapi klaim ini dibantah oleh Direktorat Wakaf Islam, yang berulang kali menegaskan bahwa Israel “melanggar status historis dan hukum yang berlaku.”
Israel dianggap membiarkan pemukim memasuki kompleks secara sepihak.
Perlu dicatat bahwa Yordania mempertahankan haknya untuk mengawasi urusan keagamaan di Yerusalem berdasarkan perjanjian damai “Wadi Araba” yang ditandatangani dengan Israel pada tahun 1994.
Sejak dimulainya perang genosida di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, otoritas Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap akses warga Palestina dari Tepi Barat ke Yerusalem Timur.
Warga Palestina melihat langkah ini sebagai bagian dari upaya Israel untuk mengubah identitas Arab dan Islam Yerusalem Timur, termasuk Masjid Al-Aqsha, menjadi identitas Yahudi.