Sunday, December 21, 2025
HomeBeritaPakar militer: Pemboman harian Israel atas Gaza bersifat sistematis

Pakar militer: Pemboman harian Israel atas Gaza bersifat sistematis

Pakar militer dan strategi, Kolonel (Purn) Hatem Karim Al-Falahi, menegaskan bahwa Israel terus melakukan apa yang ia sebut sebagai “arogansi militer” di Jalur Gaza tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban.

Menurut dia, pemboman harian yang terjadi bukanlah kesalahan insidental, melainkan tindakan yang dirancang dan dilakukan secara sistematis.

Dalam analisis militernya di kanal Al Jazeera, Al-Falahi menyatakan bahwa ketiadaan kerangka baku untuk penegakan gencatan senjata.

Ditambah absennya akuntabilitas internasional, telah mendorong Israel untuk terus melanggar kesepakatan penghentian perang di Gaza.

Pada Jumat malam, pasukan pendudukan Israel menggempur sebuah sekolah yang digunakan sebagai tempat pengungsian warga sipil di kawasan At-Tuffah, timur Kota Gaza.

Serangan tersebut terjadi di luar wilayah yang, berdasarkan perjanjian penghentian perang, berada di bawah kendali Israel.

Akibat serangan itu, 5 warga Palestina—termasuk anak-anak—tewas, sementara sejumlah lainnya mengalami luka-luka.

Al-Falahi menjelaskan bahwa satu proyektil artileri saja dapat memercikkan serpihan hingga radius lebih dari 250 meter.

Sehingga berpotensi menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar, terutama jika menghantam kawasan yang padat penduduk.

Dalam laporan terpisah, koresponden Al Jazeera Shadi Shamiya mengungkapkan rincian serangan tersebut.

Ia menyebutkan bahwa lokasi yang menjadi sasaran berada di kawasan At-Tuffah, wilayah yang secara teknis berada di luar kendali militer Israel dan di luar garis pembatas yang dikenal sebagai “garis kuning”.

Shamiya menambahkan bahwa peluru artileri Israel justru menghantam area yang seharusnya aman.

Bahkan, pada saat serangan terjadi, sebuah pesta pernikahan sedang berlangsung di lantai dua gedung sekolah tersebut.

Menanggapi hal ini, Al-Falahi menegaskan bahwa sejak awal Israel tidak pernah sepenuhnya mematuhi seluruh klausul perjanjian gencatan senjata.

Ia menunjuk fakta bahwa Jalur Gaza hampir setiap hari masih menjadi sasaran serangan udara maupun tembakan artileri.

Pola yang sama, menurutnya, juga diterapkan Israel di front Suriah dan Lebanon, meskipun terdapat kesepakatan resmi untuk menghentikan permusuhan.

Penolakan terhadap peran Turki

Terkait penolakan Israel terhadap keikutsertaan pasukan Turki dalam rencana pembentukan pasukan internasional di Gaza, Al-Falahi menilai Tel Aviv memandang pengaruh Iran di Suriah kini telah digantikan oleh pengaruh Turki.

Karena itu, Israel—menurut Al-Falahi—tidak menginginkan Turki memainkan peran apa pun dalam pasukan internasional yang direncanakan akan ditempatkan di Gaza.

Meskipun Turki merupakan kekuatan regional yang signifikan dan memiliki pengaruh besar di kawasan.

Ia juga menyoroti kebijakan Israel yang terus menghambat masuknya obat-obatan, bahan pangan, dan tenda pengungsian ke Gaza, sembari tetap melakukan operasi pembunuhan terarah tanpa adanya konsekuensi hukum.

Al-Falahi memperingatkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu—yang saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC)—bersama kelompok sayap kanan ekstrem, berupaya melanjutkan operasi militer dengan dalih “mencapai tujuan perang” di Gaza.

Dalam prosesnya, mereka berusaha menciptakan dalih untuk menuduh Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata.

Keraguan internasional

Menurut Al-Falahi, banyak negara menolak atau ragu mengirimkan pasukan ke wilayah tersebut karena mereka memahami bahwa Israel tidak akan berkomitmen pada kesepakatan penghentian perang.

Ia mengingatkan bahwa Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) telah mendokumentasikan ribuan pelanggaran udara yang dilakukan Israel.

Sebuah fakta yang memunculkan kekhawatiran akan terulangnya skenario serupa di Gaza.

Sejak perjanjian gencatan senjata mulai berlaku, Israel dilaporkan terus melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang mengakhiri perang genosida di Jalur Gaza.

Berdasarkan data Kantor Media Pemerintah Gaza, Tel Aviv telah melakukan sekitar 738 pelanggaran, menewaskan sedikitnya 400 warga Palestina.

Perang genosida Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina dan melukai sekitar 171.000 lainnya, sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak.

Selain itu, perang tersebut meninggalkan kehancuran besar, dengan biaya rekonstruksi yang diperkirakan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencapai sekitar 70 miliar dollar AS.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler