Pemerintah di Jalur Gaza menuduh Israel melakukan “perang air” secara sistematis yang telah merenggut nyawa ratusan warga sipil, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak.
Tuduhan ini disampaikan dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Senin (15/7/2025) oleh Kantor Media Pemerintah Gaza, yang menyebut tindakan tersebut sebagai “kejahatan perang yang lengkap unsurnya”.
Sejak serangan militer Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, sebanyak 112 serangan mematikan tercatat menargetkan warga sipil yang tengah mengantre untuk mengisi air bersih.
Akibatnya, lebih dari 700 warga Palestina gugur, termasuk dalam insiden terbaru di Kamp Nuseirat, Minggu (14/7), yang menewaskan 12 orang—delapan di antaranya anak-anak.
Pihak Gaza menyebut bahwa Israel secara sengaja menjadikan akses air sebagai senjata kolektif untuk memusnahkan penduduk sipil dan mencabut hak dasar mereka atas air bersih.
“Tindakan ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan hukum humaniter,” tegas pernyataan tersebut.
Kerusakan sistemik juga terjadi pada infrastruktur air. Sedikitnya 112 sumber air bersih dilaporkan hancur dan 720 sumur air telah dinonaktifkan oleh militer Israel.
Akibatnya, lebih dari 1,25 juta penduduk kehilangan akses terhadap air layak konsumsi.
Selain itu, Israel disebut mencegah masuknya 12 juta liter bahan bakar setiap bulan yang diperlukan untuk mengoperasikan sumur, instalasi pengolahan limbah, dan kendaraan pengangkut sampah.
Krisis ini melumpuhkan hampir seluruh jaringan air bersih dan sanitasi di Gaza, yang berdampak langsung pada meningkatnya wabah penyakit, terutama di kalangan anak-anak.
Situasi memburuk setelah perusahaan air nasional Israel, Mekorot, menghentikan pasokan air ke Gaza sejak Januari 2025.
Diikuti pemutusan aliran listrik menuju pabrik desalinasi utama di Deir al-Balah pada Maret lalu, hal ini mendorong krisis air bersih ke titik paling kritis sejak perang dimulai.
“Ini adalah bentuk perang pengepungan yang menggunakan air sebagai alat pembunuh,” kata pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza.
Pihaknya mendesak komunitas internasional untuk mengambil langkah cepat guna menghentikan kekejaman ini, memastikan pasokan air kembali tersalurkan.
Selain itu juga menekan Israel agar membuka jalur masuk bahan bakar serta peralatan teknis yang dibutuhkan.
Pemerintah Gaza juga meminta investigasi internasional segera atas apa yang mereka sebut sebagai “kejahatan penghilangan air”, yang dinilai sebagai bagian dari kebijakan genosida sistematis terhadap warga sipil.
“Israel terus melakukan pembunuhan, kelaparan, penghancuran, dan pengusiran, sambil mengabaikan seluruh seruan internasional maupun perintah Mahkamah Internasional,” bunyi pernyataan itu.
Hingga pertengahan Juli 2025, korban agresi Israel di Jalur Gaza yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) telah melebihi 196.000 jiwa, baik tewas maupun luka-luka. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, ribuan orang masih dinyatakan hilang, kelaparan meluas, dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi.