Sekelompok pemuda Yordania memulai aksi mogok makan sebagai bentuk protes terhadap blokade Israel di Jalur Gaza utara dan solidaritas mereka untuk rakyat Palestina.
Demikian laporan kantor berita Anadolu pada Rabu (5/11).
Kecewa dengan kurangnya respons internasional untuk menekan Israel, para pemuda Yordania bergabung dalam kampanye “Hunger Strikers for Gaza” yang dimulai awal November di berbagai negara.
Selama lima hari pertama kampanye ini, yang menyebar luas di media sosial. Sebanyak 60 pemuda Yordania berpartisipasi meskipun menghadapi risiko kesehatan. Mereka berharap aksi ini dapat membantu mengakhiri blokade.
Rend Nemas, salah satu peserta mengatakan kepada Anadolu, aksi mogok makan diikuti peserta dari Yordania, Brasil, Mesir, dan Aljazair. Kata dia, partisipan dari AS diharapkan bergabung pada 8 November.
Nemas menjelaskan, ide mogok makan di Yordania berasal dari aksi protes di depan Kedutaan Israel di Amman.
“Saat ini, ada 60 orang yang secara resmi bergabung dalam aksi ini di Yordania,” katanya, menambahkan, “Kami melihat ketertarikan yang lebih besar dari yang kami harapkan dari berbagai lapisan masyarakat.”
Nemas menjelaskan bahwa bagi mereka yang ingin ikut, pertama-tama harus mendaftar di akun Instagram “Hunger Strikers for Gaza” dengan menambahkan nama mereka ke grup dan mengucapkan sumpah.
“Dari 60 orang yang saat ini berpartisipasi, ada sekitar 40 orang lain yang juga mulai mogok makan meskipun belum menyelesaikan prosedur resmi,” tambahnya.
Supaya 500 truk bantuan masuk ke Gaza utara
Nemas mengaku hidupnya sangat terpengaruh oleh gambar-gambar kematian dan kehancuran yang ia lihat setiap hari dari Gaza.
“Mogok makan adalah metode yang dikenal dan efektif secara historis untuk menarik perhatian terhadap sebuah isu,” katanya.
“Hukum internasional mengharuskan negara-negara untuk memantau kesehatan mereka yang mogok makan, mendengarkan tuntutan mereka, dan, jika memungkinkan, memenuhinya,” tegasnya.
“Kami akan terus melakukan mogok makan hingga 500 truk bantuan diizinkan masuk ke Gaza utara, khususnya ke Jabaliya, Beit Hanoun, dan Beit Lahia,” ucapnya.
Peserta mogok makan lainnya, Muhammed Avde, menyatakan bahwa mereka akan terus melanjutkan aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi.
“Pemerintah Yordania sejauh ini telah berusaha sebaik mungkin, tetapi kami berharap dapat melihat upaya yang lebih besar lagi,” katanya, dengan keyakinan bahwa pemerintah akan menanggapi permintaan mereka.
Muhammed al-Tubasi, yang juga ikut mogok makan, menambahkan bahwa meskipun aksi mereka tidak akan menghidupkan kembali para korban atau membangun kembali Gaza, aksi ini dapat membantu membuka akses bantuan.
“Kami memiliki perbatasan dengan Tepi Barat. Sama seperti barang bisa masuk ke Israel, kami ingin bantuan juga bisa masuk ke Gaza,” katanya, menekankan, “Mogok makan ini adalah bentuk tekanan. Kami menetapkan tenggat 100 hari untuk memenuhi tuntutan kami. Jika gagal, kami akan mencoba pendekatan lain.”
Dia juga menjelaskan bahwa selama aksi ini, mereka hanya minum air dan mengonsumsi garam, dan kini mulai merasakan kelelahan, pusing, dan sakit kepala yang semakin parah seiring berjalannya waktu.
Pada hari Senin, Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa militer Israel telah menggunakan kelaparan dan dehidrasi sebagai senjata melawan warga sipil. Tentara Israel telah mencegah 3.800 truk bantuan masuk ke Gaza utara, membuat lebih dari 400.000 orang, termasuk lebih dari 100.000 anak-anak, kekurangan makanan, tambahnya.
Baca juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim siapkan resolusi usir Israel dari PBB
Baca juga: Media Israel: Netanyahu sedang pertimbangkan pecat Kepala IDF dan Shin Bet