Warga Suriah yang mengungsi ke Turki selama perang saudara yang berlangsung 13 tahun di negara mereka kini terus kembali ke Suriah, setelah jatuhnya rezim Baath yang berkuasa selama beberapa dekade, demikian laporan Anadolu.
Setelah prosedur di perbatasan selesai, para pengungsi diizinkan untuk menyeberang ke Suriah melalui gerbang perbatasan yang terletak di provinsi Hatay, Turki bagian tenggara.
Prioritas diberikan kepada wanita dan anak-anak, dengan petugas yang turut mendampingi anak-anak sementara keluarga mereka menyelesaikan proses administrasi yang diperlukan.
Di gerbang perbatasan Cilvegozu, beberapa petugas gendarmerie tampak bermain layang-layang bersama anak-anak.
Organisasi kemanusiaan yang dipimpin oleh Palang Merah Turki juga membagikan sup panas dan makanan ringan kepada keluarga dan staf yang berada di kawasan tersebut.
Selain melalui Cilvegozu, warga Suriah juga menggunakan gerbang perbatasan Yayladagi dan Zeytindali untuk kembali ke rumah, membawa barang-barang mereka dengan tas plastik atau gerobak dorong.
Unit layanan bergerak dari Direktorat Jenderal Manajemen Migrasi yang ditempatkan di pos perbatasan turut mempercepat proses keberangkatan.
Muhammed Muhammed, 29 tahun, yang sedang menunggu di antrian di gerbang perbatasan Cilvegozu, mengungkapkan bahwa ia kembali ke kampung halamannya, Aleppo, setelah tinggal di Turki selama 10 tahun.
Ia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Turki yang telah menampung mereka selama masa-masa sulit, dan mengatakan: “Kami akan membangun kembali negara kami bersama.”
“Kami sangat berterima kasih kepada Turki yang telah menyambut kami; kami tidak akan pernah melupakan kebaikan ini dan suatu saat nanti kami akan membalasnya,” ujarnya, menambahkan: “Orang Turki adalah saudara kami; mereka memiliki tempat khusus di hati kami dan telah banyak berbuat baik kepada kami.”
Bashar Assad, yang memerintah Suriah dengan kekuasaan otoriter selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember setelah kelompok anti-rezim merebut Damaskus. Pengambilalihan tersebut terjadi setelah pasukan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menguasai kota-kota penting di seluruh negeri dalam serangan cepat yang hanya berlangsung kurang dari dua minggu.