Wednesday, July 16, 2025
HomeBeritaPenulis Israel: Kami takut perang berakhir karena dunia akan tahu kebenarannya

Penulis Israel: Kami takut perang berakhir karena dunia akan tahu kebenarannya

Dalam sebuah artikel tajam yang diterbitkan di harian Haaretz, penulis Israel Koobi Ne’ev melontarkan kritik keras terhadap para politisi yang terus membenarkan keberlanjutan perang di Jalur Gaza.

Menurutnya, akhir dari perang justru akan membuka tabir kekejian yang dilakukan Israel, yang dapat berujung pada status sebagai “negara terbuang” di mata dunia.

Ne’ev mengingatkan kembali tulisannya pekan lalu yang menyatakan bahwa seluruh kaum Zionis kelak akan menanggung akibat dari perang Gaza.

Ia menilai, semua Zionis sejatinya adalah kaum sayap kanan ekstrem, termasuk di antaranya pemimpin oposisi Yair Lapid, yang dikenal sebagai politisi moderat.

Struktur politik yang menyimpang

Dalam artikelnya, Ne’ev menyebut Lapid sebagai sosok “bodoh” karena membela pemecatan anggota parlemen Arab, Ayman Odeh.

Dalam sebuah opini yang ditulis Lapid pekan lalu, ia mendukung keputusan pengucilan Odeh hanya karena menyuarakan dukungan moral terhadap Gaza.

Padahal, menurut Ne’ev, seruan Odeh—seperti pernyataannya bahwa “Gaza akan menang”.

Termasuk dalam kebebasan berekspresi dan tidak bisa dianggap sebagai dukungan terhadap terorisme.

Ucapan itu, tulis Ne’ev, merupakan bentuk solidaritas terhadap warga sipil yang bertahan di tengah apa yang disebutnya sebagai “perang pemusnahan”.

Sebaliknya, banyak anggota parlemen sayap kanan yang terang-terangan menyerukan pembantaian dan pengusiran warga Gaza—termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia—namun Lapid tak pernah menuntut pemecatan mereka.

Bagi Ne’ev, ini menunjukkan bahwa Lapid sejatinya hanya melanjutkan agenda politik kanan ekstrem, meski selama ini tampil sebagai tokoh tengah.

Bayangan hari setelah perang

Dalam bagian lain tulisannya, Ne’ev menyoroti kekhawatiran yang diungkapkan oleh penulis sayap kanan ekstrem, Avri Gilad, dalam kolom di harian Israel Hayom.

Gilad secara gamblang menulis bahwa satu-satunya hal yang benar-benar menakutkannya adalah “hari setelah perang Gaza”.

Yakni saat perbatasan kembali terbuka, media internasional masuk, dan dunia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Rafah dan Gaza telah musnah.

“Tempat itu akan terlihat seperti habis terkena bom nuklir,” tulis Gilad.

Ia memperingatkan bahwa pada saat itu, dunia akan dibanjiri gambar kehancuran total, dan seluruh Israel—pemerintah, militer, hingga warga sipil—akan diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit tentang apa yang telah terjadi dan mengapa Gaza bisa lenyap dari peta.

Ne’ev menilai, saat itulah Israel akan berubah menjadi “negara terbuang” di mata dunia.

Bahkan, menurutnya, tokoh-tokoh seperti Gilad dan Lapid bisa menghadapi perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag atas dugaan mendukung kejahatan perang.

Ia menegaskan, inilah salah satu alasan utama mengapa banyak politisi Israel berkeras melanjutkan perang.

Bagi mereka, berakhirnya perang berarti membuka pintu ke pengadilan, aib, dan isolasi internasional.

Dalam penutupnya, Ne’ev menyampaikan ironi yang pahit: bahwa ketakutan para elite terhadap tanggung jawab moral dan hukum mungkin menjadi alasan paling kuat bagi mereka untuk memastikan perang ini tidak pernah benar-benar berakhir.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular