Presiden Cile, Gabriel Boric, bertekad meningkatkan tekanan terhadap Israel menyusul agresi militer yang terus berlangsung di Jalur Gaza.
Hal ini disampaikannya dalam pidato kenegaraan terakhir yang berlangsung selama tiga jam di hadapan parlemen (Kongres Nasional) di kota pesisir Valparaíso, Minggu (1/6) waktu setempat.
Dalam pidatonya, Boric mengumumkan sejumlah langkah yang akan diambil dalam sembilan bulan terakhir masa jabatannya.
Di antara langkah tersebut, ia berkomitmen mengajukan rancangan undang-undang untuk melarang impor barang dari wilayah-wilayah yang didudukinya secara ilegal oleh Israel.
Selain itu, Boric menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Pemerintah Spanyol yang mendorong embargo ekspor senjata ke Israel.
Pernyataan itu memicu respons beragam di ruang sidang Kongres. Sebagian anggota parlemen memberikan tepuk tangan, sementara lainnya menunjukkan ketidaksepakatan secara terbuka.
Boric selama ini dikenal sebagai salah satu pemimpin Amerika Latin yang paling vokal dalam mengkritik kebijakan Israel.
Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Cile di bawah kepemimpinannya menarik personel militer dari Kedutaan Besar Cile di Israel serta memanggil pulang duta besarnya untuk berkonsultasi.
Tindakan itu dilakukan sebagai bentuk protes atas apa yang disebut Boric sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional yang dilakukan Israel di Gaza.
Cile merupakan negara di luar dunia Arab dengan komunitas diaspora Palestina terbesar. Posisi ini menempatkan isu Palestina sebagai bagian sensitif dalam politik luar negeri Cile.
Dalam pidatonya, Boric juga menyinggung isu-isu domestik seperti kejahatan, pembangunan infrastruktur, ekonomi, serta perlindungan hak atas aborsi.
Dengan sisa masa jabatan kurang dari satu tahun, Boric tampak ingin mengukir jejak kebijakan luar negeri yang lebih tegas, terutama dalam menyuarakan solidaritas terhadap rakyat Palestina di tengah perang yang belum menunjukkan tanda akan segera berakhir.