Oleh #HAntarbangsa
Raja Yordania bernama Abdullah. Tapi di satu video tentang kunjungan dia ke Amerika Serikat baru-baru ini dia sedang menjadi “AbdutTrump”.
Saat berpidato di depan Majelis Umum PBB dia mengecam usaha-usaha pengusiran warga Gaza ke negeri lain. Tetapi di depan presiden AS, dengan penuh ihtiram dia menyetujui semua titah Trump tentang pemindahan warga Gaza ke negeri lain dan rencana menjadikan Gaza sebagai kawasan real estate milik Amerika.
Nama resminya Abdullah II, karena dalam dinastinya (Hasyimiyah) dia yang kedua. Abdullah I kakeknya, dibunuh oleh seorang tukang jahit Palestina di Masjidil Aqsha, pada tanggal 21 Juli 1951, dengan tiga tembakan di kepala dan dada. Nama Tukang Jahit itu Mustafa Syakur.
Abdullah I dibunuh karena dianggap pengkhianat, setelah menerima diangkat jadi raja oleh Inggris, sebagai kelanjutan pengkhianatan ayahnya Hussein bin Ali alias Syarif Hussein (buyut Abdullah I) kepada kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah pada Perang Dunia I. Sehingga Baitul Maqdis dan seluruh Negeri Syam lepas dari kepemimpinan Islam yang satu.
Hussein bin Ali tokoh penting pemberontakan bangsa Arab kepada kepemimpinan Utsmani, sahabat baik TE Lawrence, perwira intelijen Inggris yang ditugasi membangkitkan kemarahan dan pemberontakan kabilah-kabilah Arab terhadap kepemimpinan Utsmaniyah yang telah berusia sekitar 600 tahun.
Mantan Kepala BIN Almarhum Letjen TNI (Purn.) ZA Maulani, menyebut Yordania sebagai “bom waktu” yang dirancang oleh penjajah British, untuk sewaktu-waktu bisa digunakan oleh penjajah jika diperlukan. Bom waktu itu kemudian diwariskan oleh British kepada Imperium berikutnya USA.
Secara geografis Dinasti Hasyimiyah diberikan tanah yang luas yang ukuran dan bentuknya menjadi benteng darat sempurna bagi wilayah yang 31 tahun kemudian akan jadi “Negara Israel”. Wilayah inilah yang diberikan British kepada Hussein bin Ali, waktu itu disebut Trans-Jordan.
Baru nanti disebut Kerajaan Yordania setelah Abdullah yang dibunuh Tukang Jahit resmi diangkat jadi raja pertama.
Lebih dari 65% penduduk Yordania adalah pengungsi Palestina sejak 1948, 1967, dan 1973. Trump nampaknya dibisiki oleh para penasihatnya, kira-kira begini, “Kalau mau serius memindahkan warga Gaza, ini dia nih orangnya, sudah dari buyut dan kakeknya siap mengerjakan dan menampung pembuangan rakyat Palestina sejak zaman kuda gigit besi.”
Ngomong-ngomong, ayah Abdullah II, Raja Hussein juga mewarisi kerajaan yang sama. Tapi di masa tuanya beliau melakukan langkah yang membuat penjajah Zionis Israel, USA, dan Inggris marah besar.
Yaitu membela Pimpinan Hamas Khalid Misy’al yang gagal dibunuh Mossad; mendesak dibebaskannya Syaikh Ahmad Yasin dari penjara; dan mempertemukan Yaser Arafat-Syaikh Yasin dalam sebuah pelukan mesra, sebebasnya Syaikh Yasin dari penjara. Kejadian ini 1997.
Tak lama setelah itu Raja Hussein divonis kena kanker limpa, sampai akhirnya wafat 1999.
Apakah Abdullah II akan melakukan hal mulia yang dilakukan ayahnya, Hussein, serta mendapatkan husnul khotimah, atau akan mengalami tragedi kakeknya Abdullah I di Masjidil Aqsha?