Lebih dari 300 tokoh publik internasional mengumumkan boikot terhadap The New York Times hingga surat kabar ternama itu memperbaiki kebijakan redaksionalnya.
Yaitu, menarik laporan kontroversial soal kekerasan seksual pada serangan 7 Oktober 2023, dan menyerukan embargo senjata Amerika Serikat (AS) terhadap Israel.
Menurut laporan harian Haaretz Israel, para penandatangan boikot tersebut mencakup nama-nama terkenal seperti anggota Kongres AS Rashida Tlaib, novelis asal Irlandia Sally Rooney, dan aktris Hannah Einbinder.
Reporter Haaretz, Linda Dayan, menulis bahwa mereka terdiri atas penulis, aktivis, akademisi, dan politisi yang berkomitmen tidak lagi menulis di halaman opini New York Times sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Dalam surat terbuka berjudul “Genocide Is Not a Matter of Opinion” (“Genosida Bukan Perkara Opini”), para penandatangan menegaskan bahwa media.
Seperti halnya industri senjata, “merupakan bagian dari mesin perang” yang berperan dalam “membangun impunitas dan rasisme yang memungkinkan serta menyuburkan perang.”
Surat itu menyebut New York Times sebagai surat kabar paling berpengaruh dalam membentuk opini publik Amerika Serikat, khususnya dalam isu kebijakan luar negeri.
Mereka menuding media itu melakukan “penyensoran, pembenaran, dan penyangkalan terang-terangan terhadap kejahatan perang Israel sejak awal perang genosida di Gaza”.
Hal itu melanjutkan pola pemberitaan yang, menurut mereka, sudah berlangsung selama beberapa dekade: menjadi corong bagi pemerintah dan militer Israel.
Seruan untuk reformasi redaksional
Surat boikot tersebut disusun oleh sejumlah organisasi, di antaranya Writers Against the War on Gaza (Penulis Menentang Perang di Gaza) — yang lahir setelah 7 Oktober 2023 — Palestinian Youth Movement, Return Coalition, Students for Justice in Palestine, dan Democratic Socialists of America.
Selain Tlaib, Rooney, dan Einbinder, terdapat pula nama-nama penting lain seperti akademisi Timur Tengah Rashid Khalidi, pembocor dokumen WikiLeaks Chelsea Manning, anggota Parlemen Eropa Rima Hassan, dokter dan penulis Kanada Gabor Maté, aktivis lingkungan Greta Thunberg, serta para penulis Sophie Kemp dan Ruby Côr.
“Sebagai kontributor, novelis, kolumnis, akademisi, pengacara, penyair, analis politik, dan figur publik yang pernah menulis untuk New York Times, kami menolak berpartisipasi dalam apa yang oleh penulis revolusioner Palestina Ghassan Kanafani sebut sebagai ‘dialog antara pedang dan leher’,” tulis para penandatangan dalam surat itu.
Kanafani, tokoh Front Populer untuk Pembebasan Palestina, dibunuh oleh Mossad pada tahun 1972.
Tuntutan konkret
Para penandatangan menyerukan audit menyeluruh terhadap ruang redaksi New York Times untuk meninjau bias terhadap Palestina, serta menuntut perubahan mendasar dalam standar liputan dan kebijakan pemberitaan wilayah Timur Tengah.
Surat itu juga meminta New York Times “memperbaiki dekade liputan yang bias dan rasis terhadap Palestina” melalui revisi pedoman redaksional, metode peliputan, serta kebijakan perekrutan wartawan.
Termasuk menyerukan agar media itu tidak mempekerjakan jurnalis yang pernah bertugas di militer Israel.
Salah satu tuntutan paling tegas adalah penarikan laporan berjudul “Screams Without Words” (“Jeritan Tanpa Kata”) yang diterbitkan pada 2024, yang menuduh Hamas menggunakan kekerasan seksual dalam serangan 7 Oktober.
Para penandatangan menyebut laporan itu “terbukti palsu” dan membandingkannya dengan pemberitaan New York Times tahun 2004 tentang “senjata pemusnah massal” di Irak yang juga keliru.
Selain itu, mereka mendesak dewan redaksi New York Times menggunakan pengaruhnya untuk “menyerukan secara terbuka penghentian ekspor senjata AS ke Israel.”
Mereka menilai, seruan dewan redaksi pada Januari lalu untuk menghentikan perang belum cukup kuat untuk menghentikan penderitaan di Gaza.
“Satu-satunya cara menuju gencatan senjata yang berkelanjutan adalah dengan menghentikan aliran senjata,” tulis para penandatangan dalam penutup surat tersebut.


 
                                    
