Ribuan warga Maroko turun ke jalan pada Minggu (22/6) untuk menyuarakan solidaritas bagi rakyat Palestina di Gaza dan mengecam genosida yang terus dilakukan oleh Israel sejak 7 Oktober 2023.
Aksi massa ini merupakan bagian dari gelombang protes yang hampir terjadi setiap hari di berbagai kota di Maroko sejak pecahnya perang di Gaza.
Demonstrasi digelar di ibu kota Rabat atas seruan “Kelompok Aksi untuk Palestina”, sebuah koalisi masyarakat sipil pro-Palestina.
Massa memulai long march dari gerbang bersejarah Bab al-Had dan berjalan menuju gedung parlemen, sambil mengibarkan bendera Maroko dan Palestina.
Mereka meneriakkan yel-yel dukungan bagi Gaza dan perlawanan rakyat Palestina, serta menyampaikan solidaritas terhadap Iran dalam menghadapi agresi Israel.
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa juga membakar bendera Israel sebagai bentuk kemarahan terhadap penjajahan dan kekerasan yang terus berlangsung.
Beberapa slogan bahkan disampaikan dalam bahasa Amazigh, mencerminkan semangat solidaritas lintas budaya di Maroko.
Sejak agresi Israel dimulai delapan bulan lalu, kota-kota di Maroko rutin menggelar aksi solidaritas, baik dalam bentuk demonstrasi maupun doa bersama.
Pada Jumat lalu, unjuk rasa juga digelar di berbagai kota untuk mengecam pembantaian yang berkelanjutan.
Aksi blokade makanan yang menyebabkan kelaparan masif, serta serangan terhadap warga Gaza yang tengah menunggu bantuan kemanusiaan, serangan yang kini dikenal sebagai “jebakan kematian”.
Para demonstran menyuarakan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai “diam memalukan” dari komunitas internasional terhadap kejahatan perang yang dilakukan Israel, tidak hanya di Gaza, tetapi juga di Lebanon, Suriah, Yaman, dan Iran.
Perkembangan terbaru menunjukkan meluasnya eskalasi konflik. Pada Minggu dini hari, Amerika Serikat bergabung dengan Israel dalam melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir di Iran—Fordo, Natanz, dan Isfahan.
Serangan ini menandai babak baru dalam konfrontasi langsung antara Israel dan Iran, yang sejak 13 Juni lalu telah saling melancarkan serangan udara, termasuk menyasar fasilitas militer, ilmuwan nuklir, hingga peluncuran rudal dan drone ke wilayah masing-masing.
Sejak dimulainya perang di Gaza, data menunjukkan lebih dari 187.000 warga Palestina menjadi korban antara tewas dan luka-luka—sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan.
Lebih dari 11.000 orang masih dinyatakan hilang, dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi.
Kelaparan telah merenggut nyawa banyak warga, termasuk anak-anak, sementara kehancuran melanda hampir seluruh wilayah Jalur Gaza.
Israel, yang terus mendapat dukungan militer dan diplomatik dari Amerika Serikat (AS), tampak mengabaikan berbagai seruan internasional, termasuk dari PBB, untuk menghentikan agresi.
Sementara itu, solidaritas masyarakat dunia—seperti terlihat di Maroko—terus bergema, menjadi suara-suara perlawanan sipil terhadap keheningan diplomasi internasional.