Ribuan pemeluk Yahudi Haredi berkumpul di Makam Rachael di Betlehem pada hari Senin malam (11/11) hingga Selasa (12/11), untuk memperingati kematian matriarkh Rachael dan menggelar seruan doa untuk mendukung upaya perang Israel. Demikian dilaporkan Times of Israel.
Doa ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya perang Israel melalui doa dan studi Taurat, bukan melalui senjata atau peperangan langsung.
Pada peringatan 11 Cheshvan, yang jatuh pada Senin sore hingga Selasa, aplikasi Waze mengarahkan pengunjung menuju Stadion Teddy di Yerusalem, bukan langsung ke Makam Rachael.
Dari sana, bus-bus membawa peziarah menuju makam yang terletak di Area A yang dikuasai Palestina, tempat Rachael, menurut tradisi Yahudi, Kristen, dan Muslim, diyakini dimakamkan.
Makam Rachael menjadi fokus utama doa tahunan ini, di mana komunitas Haredi dari berbagai aliran Hasidic hingga rabbi yeshiva menandatangani seruan doa yang mengimbau umat Yahudi di Israel dan di luar negeri untuk melakukan pertemuan doa.
Mereka berdoa untuk keselamatan Israel dan mengingat penderitaan Israel lebih dari setahun akibat perang di Gaza dan Lebanon.
Perang yang dimulai dengan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, serta serangan roket dari Hizbullah, telah menyebabkan jatuhnya banyak korban dari kalangan warga sipil dan tentara Israel.
Dalam kondisi ini, para rabbi Haredi menyerukan agar umat tidak hanya berfokus pada kekuatan militer, tetapi juga memperkuat doa dan studi Taurat sebagai bentuk perlindungan spiritual.
Namun, acara doa ini juga mencerminkan ketegangan politik di Israel terkait dengan wajib militer bagi pria Haredi.
Banyak warga Israel, terutama di kalangan non-Haredi, mendesak agar komunitas Haredi turut serta dalam usaha pertahanan negara, sementara Haredi berpendapat bahwa studi Taurat mereka sama pentingnya dalam menjaga keselamatan bangsa Yahudi.
Rabbi Daniel De’ei, yang memimpin studi Taurat di Makam Rachael, menegaskan bahwa bagi komunitas Haredi, doa dan pembelajaran Taurat adalah kekuatan utama yang melindungi bangsa Yahudi.
“Kami mendukung para pelajar Taurat yang berdoa di sini setiap hari,” kata De’ei. “Ini adalah bentuk perlindungan yang lebih besar daripada terlibat langsung dalam pertempuran militer.”
Diperkirakan sekitar 60.000 orang akan mengunjungi Makam Rachael pada tahun ini, meskipun situasi keamanan di sekitar lokasi tetap tegang, mengingat konflik yang belum berakhir di Gaza dan Lebanon.
Perdebatan mengenai tugas militer bagi komunitas Haredi merupakan salah satu isu paling kontroversial bagi penjajah Zionis Israel.
Upaya Zionis Israel dan pengadilan selama beberapa dekade untuk menyelesaikan masalah ini tidak pernah mencapai penyelesaian yang stabil.
Kepemimpinan agama dan politik Haredi dengan tegas menentang segala upaya untuk mewajibkan pemuda Haredi mengikuti wajib militer.
Bahkan dalam demo pada Juni lalu di Yerusalem mereka mengatakan: “Kami lebih memilih mati sebagai Yahudi daripada hidup sebagai Zionis”
Demonstran juga menyebut bahwa: “Israel bukan Negara Yahudi, tetapi Negara Zionis; Yahudi bukan Zionis”.
Dan menegaskan: “Kami menolak melayani tentara demi kepentingan agama Zionis”.
Banyak orang Haredi yang berpendapat bahwa dinas militer tidak sejalan dengan cara hidup mereka, dan khawatir mereka yang bergabung dengan militer akan kehilangan identitas keagamaan dan menjadi sekuler.
Pada Juni, Mahkamah Agung Israel mewajibkan Yahudi Haredi untuk masuk militer dan menghentikan bantuan keuangan kepada institusi keagamaan yang siswanya menolak wajib militer.
Akibatnya pada Juli lalu, puluhan yahudi ultra-Ortodoks menyerang dua jenderal Israel di Bnei Brak, sebelah timur Tel Aviv.
Mereka yang diserang adalah Mayor Jenderal David Zini, kepala Pelatihan Komando dan Staf Umum dan Brigadir Jenderal Shay Tayeb, Divisi Personalia Angkatan Darat.
Keduanya tengah berada di wilayah mayoritas Yahudi ultra ortodoks itu untuk pertemuan terkait pembentukan brigade Haredi dalam angkatan bersenjata Israel.
Selanjutnya pada bulan Agustus, puluhan Yahudi Haredi memprotes kebijakan wajib militer dan bentrok dengan polisi Israel di dekat kantor perekrutan militer di Yerusalem Barat.
Dalam rekaman video yang dipublikasikan oleh akun-akun media sosial Israel, pengunjuk rasa memblokir jalan di dekat pangkalan militer dan bentrok dengan petugas polisi yang mencoba membubarkan mereka.