Rusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada Hamas terkait pembebasan tawanan “Trufanov”. Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
“Kami berterima kasih kepada pimpinan Hamas atas keputusan mereka,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
“Kami berterima kasih kepada pihak Palestina, Qatar, dan Mesir atas dukungan mereka dalam pembebasan Trufanov,” sebutnya.
Moskow menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pimpinan Hamas setelah pembebasan tawanan Israel, Alexander Trufanov, yang memiliki kewarganegaraan Rusia.
Pada hari Sabtu, Rusia menyambut baik pembebasan warganya, Alexander Trufanov, yang sebelumnya ditahan di Jalur Gaza, serta menyampaikan apresiasi kepada Hamas atas keputusan tersebut.
“Moskow menyambut baik pembebasan warga Rusia, Trufanov, dan kami berterima kasih kepada pimpinan Hamas atas keputusan mereka,” kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, kepada wartawan.
Selain itu, dalam sebuah pernyataan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pihak Palestina, Qatar, dan Mesir atas dukungan mereka dalam pembebasan Trufanov.
Zakharova menegaskan bahwa upaya akan terus dilakukan untuk membebaskan warga Rusia lainnya yang masih berada di Gaza, yaitu Maxim Kharkin.
Pada hari Sabtu, “Saraya Al-Quds,” sayap militer dari Gerakan Jihad Islam, merilis rekaman beberapa tahanan yang akan dibebaskan, termasuk Trofanov.
Pada hari yang sama, Brigade Al-Qassam dan Saraya Al-Quds menyerahkan 3 tawanan Israel, termasuk dua orang yang memiliki kewarganegaraan Amerika dan Rusia, kepada Komite Internasional Palang Merah.
Selanjutnya, mereka diserahkan kepada tentara Israel sebagai bagian dari tahap keenam dalam kesepakatan pertukaran tahanan.
Pada 19 Januari lalu, perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku di Jalur Gaza. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari. Pada tahap pertama, dilakukan negosiasi untuk memulai tahap kedua, kemudian tahap ketiga, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan dari Amerika Serikat.
Dengan dukungan AS, Israel melakukan genosida di Gaza antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, yang mengakibatkan sekitar 160.000 warga Palestina tewas dan terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan wanita, serta lebih dari 14.000 orang masih hilang.