Thursday, June 26, 2025
HomeBeritaSerangan Hamas di Khan Younis: Pukulan terbesar bagi Israel tahun ini, lebih...

Serangan Hamas di Khan Younis: Pukulan terbesar bagi Israel tahun ini, lebih menyakitkan dari serangan Iran

Operasi militer yang dilancarkan kelompok perlawanan Palestina di Khan Younis, Gaza Selatan, menewaskan 7 tentara Israel dan dinilai para pengamat sebagai salah satu serangan paling mematikan terhadap militer Israel sejak awal 2025.

Serangan ini disebut bahkan lebih menyakitkan secara psikologis bagi Israel dibanding hantaman rudal Iran ke Tel Aviv beberapa waktu lalu.

Jaringan televisi Al Jazeera merilis rekaman eksklusif dari serangan tersebut, memperlihatkan saat sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin Al-Qassam, meledakkan 2 kendaraan lapis baja Israel dalam sebuah penyergapan terencana. 7 tentara di dalamnya tewas, termasuk seorang perwira.

Militer Israel mengonfirmasi bahwa serangan tersebut hanya dilakukan oleh satu pejuang Palestina, sementara saluran televisi Israel Channel 13 melaporkan bahwa penyelidikan internal telah segera dilakukan.

Analis politik dan strategi Sa’id Ziyad menyebut serangan di Khan Younis sebagai “mukhtal aham”—pembantaian paling besar yang menimpa militer Israel sepanjang tahun ini.

Ia menambahkan bahwa serangan ini tergolong dalam rangkaian operasi paling berani sejak perang di Gaza dimulai.

Menurut Ziyad, Brigade Al-Qassam menggunakan bom jenis “Shawaz” generasi ketiga seberat 21 kilogram, yang dipasang di dalam kendaraan militer, bukan di bawahnya sebagaimana biasa.

Akibatnya, kendaraan terbakar hebat dan baru bisa dipadamkan setelah dievakuasi ke luar Gaza.

Ia juga menyoroti dampak psikologis dari operasi ini. Dua pejuang bersenjata menyerang konvoi lapis baja yang terdiri atas sekitar 20 tentara Israel tanpa mendapat balasan tembakan satu pun.

Ini, menurut Ziyad, mengindikasikan kelengahan dan keletihan psikologis di barisan militer Israel.

Angka yang mengejutkan

Menurut akademisi dan pakar isu Israel, Muhannad Mustafa, jumlah korban dalam serangan Khan Younis ini terasa jauh lebih menyakitkan bagi publik Israel dibandingkan kerusakan yang disebabkan oleh rudal Iran.

Hal ini karena gugurnya tentara dalam jumlah besar tidak mudah ditutupi oleh narasi resmi.

“Serangan seperti ini menelanjangi kegagalan militer Israel. Berbeda dengan kematian warga sipil yang bisa dipolitisasi untuk membenarkan agresi, kematian tentara mengguncang persepsi publik,” ujar Mustafa.

Ia menyebut istilah “kematian tentara menjadi hal absurd” yang kini muncul dalam diskursus publik Israel sebagai cermin kegelisahan mendalam.

Tantangan strategis

Pakar militer dan strategi, Brigadir Elias Hanna, menjelaskan bahwa taktik utama perlawanan adalah menyulitkan Israel mengganti kerugian personel, memaksanya ke dalam perang yang tidak bisa dimenangkannya secara militer maupun politik.

“Perlawanan menerapkan taktik hit and run, dengan tujuan menguras tenaga lawan, bukan mempertahankan wilayah,” kata Hanna.

Ia menilai bahwa Israel tidak punya banyak pilihan untuk merespons taktik seperti ini.

Ziyad juga menyebut bahwa Israel secara historis selalu kalah dalam perang-perang berkepanjangan, seperti di Lebanon dan Gaza sebelumnya.

“Jika perang berubah dari serangan kilat menjadi perang berlarut, atau dari serangan udara ke operasi darat, maka Israel berada di jalur menuju kekalahan,” ujarnya.

Sementara itu, Mustafa menggarisbawahi bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang mencoba mengalihkan perhatian dari kegagalan di Gaza dengan membesar-besarkan keberhasilan melawan Iran.

Namun, kenyataannya, dukungan terhadap perang Gaza di dalam negeri Israel terus menurun.

Survei terbaru menunjukkan bahwa 69 persen warga Israel mendukung penghentian perang, termasuk sekitar separuh dari pendukung partai-partai pemerintahan.

Secara politik, koalisi sayap kanan yang dipimpin Netanyahu diperkirakan kehilangan 19 kursi jika pemilu digelar hari ini—turun dari 68 kursi menjadi 47 kursi, dan gagal membentuk pemerintahan.

Perhitungan politik

Meskipun wacana gencatan senjata kembali mengemuka, Ziyad menegaskan bahwa faksi-faksi perlawanan menolak segala bentuk kesepakatan parsial. Bagi mereka, penghentian total agresi merupakan syarat utama.

“Penghentian perang adalah 90 persen dari setiap kesepakatan. Selebihnya bisa dinegosiasikan,” tegasnya.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan luas ke Jalur Gaza dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS).

Operasi ini telah menyebabkan bencana kemanusiaan besar, menewaskan dan melukai lebih dari 188.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan.

Lebih dari 11.000 lainnya masih hilang, sementara ratusan ribu orang hidup mengungsi di tengah kelaparan dan kehancuran infrastruktur sipil.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular