Otoritas Palestina pada Kamis (17/4/2025) mengumumkan bahwa aliran air bersih dari jalur utama kembali mengalir ke sejumlah wilayah di Kota Gaza.
Sebelumnya, aliran air sempat terhenti selama 2 pekan akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh serangan Israel.
Dalam pernyataan resminya, Otoritas Air Palestina yang berbasis di Ramallah menyatakan bahwa tim teknis mereka berhasil menyelesaikan perbaikan darurat terhadap saluran utama Mikrot (disebut juga Saluran Al-Muntar) yang terletak di bagian timur Kota Gaza.
“Proses perbaikan ini merupakan yang ketiga kalinya dilakukan sejak awal agresi militer di Gaza,” kata pernyataan tersebut.
Jalur air ini sebelumnya menjadi sumber utama pasokan air minum bagi Kota Gaza, mencakup sekitar 70 persen dari kebutuhan air kota, atau setara 20.000 meter kubik per hari.
Aliran ini melayani sekitar satu juta penduduk, termasuk para pengungsi internal yang terdorong masuk ke pusat kota akibat perintah evakuasi militer dari wilayah utara dan pinggiran kota.
Otoritas Air menambahkan bahwa serangan terakhir yang merusak saluran ini terjadi pada 4 April 2025.
Kerusakan itu menyebabkan terputusnya pasokan air yang bersumber dari sistem Mikrot yang mengalirkan air hasil desalinasi ke berbagai wilayah di Gaza.
Pihaknya juga mencatat bahwa jaringan air tersebut telah beberapa kali menjadi sasaran serangan—terakhir pada April dan Juli 2024.
Sejak pecahnya konflik besar pada 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan.
Menurut otoritas Palestina, serangan itu telah menewaskan dan melukai lebih dari 167.000 orang, mayoritas anak-anak dan perempuan. Sebanyak lebih dari 11.000 orang lainnya dilaporkan hilang.
Otoritas Air Palestina menyoroti bahwa upaya pemulihan infrastruktur sangat terhambat akibat blokade total yang diberlakukan Israel.
“Pendudukan Israel terus menghalangi masuknya bahan, suku cadang, dan peralatan yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan air dan sanitasi,” tulis pernyataan itu.
Selain itu, penutupan seluruh perlintasan komersial turut memperlambat respons terhadap situasi darurat.
Akibat konflik berkepanjangan dan penghancuran infrastruktur, sekitar 1,5 juta warga dari total 2,4 juta penduduk Gaza kini kehilangan tempat tinggal.
Kondisi ini juga mendorong Gaza ke ambang kelaparan, seiring terhentinya aliran bantuan kemanusiaan akibat blokade ketat yang diberlakukan Tel Aviv.
Sejak 18 tahun terakhir, Israel memberlakukan blokade darat, laut, dan udara atas Gaza. Di sisi lain, Israel juga terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon.
Israel juga menolak pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya sesuai perbatasan sebelum perang tahun 1967.