Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu semakin menunjukkan manuver politiknya dengan berupaya menyingkirkan para pejabat tinggi yang dianggap sebagai penghalang kebijakan pemerintahannya.
Dikutip dari Times of Israel, setelah memecat Kepala Dinas Keamanan Shin Bet, Ronen Bar, Netanyahu kini berusaha mencopot Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, yang tengah menangani kasus korupsi dirinya.
Namun, langkah ini mendapat perlawanan sengit. Mahkamah Agung Israel menolak keputusan Netanyahu untuk memecat Ronen Bar, tetapi kubu perdana menteri menyatakan tidak akan tunduk pada keputusan tersebut.
Situasi ini memicu ketegangan antara eksekutif dan yudikatif, serta memperburuk krisis politik di Israel.
Jerusalem Post melaporkan, Presiden Israel, Isaac Herzog, turut mengkritik langkah Netanyahu. Ia menegaskan bahwa tindakan pemerintah yang mengabaikan keputusan Mahkamah Agung berbahaya bagi supremasi hukum dan stabilitas negara.
Rakyat Israel Protes, Ketegangan Meningkat
Di tengah memanasnya situasi politik, ribuan warga Israel turun ke jalan untuk memprotes tindakan Netanyahu. Demonstrasi besar terjadi di berbagai kota, terutama di Yerusalem dan Tel Aviv.
Para pengunjuk rasa menuduh Netanyahu menggunakan kekuasaannya untuk melemahkan institusi hukum dan mengamankan posisinya dari ancaman hukum.
Gelombang protes ini mengingatkan pada unjuk rasa besar-besaran tahun lalu, ketika rencana reformasi yudisial Netanyahu memicu aksi demonstrasi selama berbulan-bulan.
Kala itu, masyarakat sipil, akademisi, hingga mantan pejabat militer memperingatkan bahwa upaya melemahkan Mahkamah Agung bisa menyeret Israel ke dalam krisis konstitusional.
Dampak yang Mengancam Israel
Menurut The Guardian, ketidakpatuhan Netanyahu terhadap Mahkamah Agung dapat menciptakan preseden berbahaya, di mana pemerintah merasa berhak mengabaikan putusan pengadilan tertinggi. Hal ini bisa melemahkan sistem hukum Israel dan merusak keseimbangan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Konflik antara pemerintah dan Mahkamah Agung berpotensi memperdalam polarisasi di Israel. Basis pendukung Netanyahu mungkin melihat ini sebagai upaya mempertahankan kendali, sementara oposisi dan masyarakat sipil akan semakin keras menolak langkahnya. Ketegangan ini bisa memperburuk instabilitas politik di dalam negeri.
Pembangkangan dari Militer dan Aparat Keamanan
Netanyahu bergantung pada dukungan aparat keamanan untuk mempertahankan stabilitas negara. Namun, jika ia terus mengabaikan Mahkamah Agung dan melakukan intervensi terhadap badan hukum, ada kemungkinan muncul pembangkangan dari dalam institusi militer dan kepolisian.
Dikutip dari Times of Israel, Beberapa jenderal dan mantan pejabat keamanan telah memperingatkan bahwa mereka tidak akan mentoleransi tindakan yang melemahkan sistem hukum.
Dampak Ekonomi dan Tekanan Internasional
Ketidakpastian politik dan hukum yang berkepanjangan bisa berdampak buruk pada perekonomian Israel. Menurut Bloomberg, investor internasional mungkin akan menarik diri.
Langkah Netanyahu yang dianggap mencederai demokrasi juga dapat menimbulkan reaksi dari komunitas internasional. Negara-negara sekutu Israel, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, kemungkinan akan menekan Netanyahu untuk mematuhi prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Netanyahu Makin Tersudut?
Pengamat politik menilai bahwa upaya Netanyahu mencopot Baharav-Miara merupakan bentuk intervensi terhadap sistem peradilan. Jaksa Agung yang ia coba singkirkan saat ini tengah menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret namanya. Langkah ini semakin memperkuat anggapan bahwa Netanyahu ingin mengendalikan hukum agar terbebas dari ancaman hukumannya sendiri.
Meskipun menghadapi tekanan dari berbagai pihak, Netanyahu tampaknya tetap bertekad untuk menjalankan agendanya. Namun, jika ia terus mengabaikan keputusan Mahkamah Agung dan menghadapi gelombang protes yang semakin besar, bukan tidak mungkin posisinya sebagai perdana menteri akan semakin rapuh.
Situasi ini berpotensi memperburuk krisis konstitusional di Israel, di mana pemerintahan Netanyahu berhadapan langsung dengan Mahkamah Agung dan gelombang protes rakyat yang semakin meluas.