Monday, June 9, 2025
HomeBeritaSurat kabar dunia soroti krisis kemanusiaan parah di Gaza di tengah eskalasi...

Surat kabar dunia soroti krisis kemanusiaan parah di Gaza di tengah eskalasi militer Israel

Media internasional menyoroti memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza yang kini menghadapi salah satu fase paling brutal sejak dimulainya agresi militer Israel pada 7 Oktober 2023.

Dalam laporan-laporan yang tersebar luas, ditekankan bahwa intensitas serangan militer Israel berbanding lurus dengan derita rakyat sipil, yang kini menghadapi ancaman kelaparan, pengungsian paksa, dan kekacauan distribusi bantuan.

Harian The Independent Inggris menyebut bahwa krisis kelaparan yang mengakar di Gaza kini mencapai tingkat darurat baru, menyusul lebih dari 1.500 serangan udara yang dilancarkan Israel sejak runtuhnya gencatan senjata.

Dalam waktu bersamaan, insiden mematikan di dekat titik-titik distribusi bantuan memperjelas tingkat parahnya krisis kemanusiaan, serta tantangan berat yang dihadapi warga sipil dalam mengakses kebutuhan dasar.

Seiring eskalasi tersebut, militer Israel melaksanakan pengusiran besar-besaran terhadap sekitar 250.000 warga Palestina dari Kamp Jabalia di utara Gaza menuju kawasan yang disebut “zona perlindungan kemanusiaan” di selatan.

Namun, menurut The Independent, bantuan yang masuk hanya mampu memenuhi sekitar 9 persen dari total kebutuhan dasar.

Dalam sudut pandang berbeda, harian Israel Haaretz mengulas harga mahal yang juga ditanggung militer Israel.

Sejak gencatan senjata dilanggar, setidaknya 20 tentara Israel dilaporkan tewas. Angka ini, menurut Haaretz, mendekati jumlah tawanan Israel yang bisa saja diselamatkan jika negosiasi tahap kedua dengan Hamas dilanjutkan.

Tulisan opini di surat kabar itu mempertanyakan arah dan tujuan dari kelanjutan perang yang disebut hanya memperpanjang penderitaan, baik bagi tentara Israel maupun para tawanan.

Pertanyaan ini semakin tajam setelah tercatat 21 tentara Israel tewas dalam satu hari—hari paling mematikan bagi Israel sejak dimulainya invasi darat.

Para tentara tersebut dilaporkan gugur akibat serangan roket dan mortir oleh pejuang Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas.

Krisis wajib militer

Sementara itu, dinamika dalam negeri Israel ikut memanas. Times of Israel melaporkan tentang krisis wajib militer yang mengancam stabilitas koalisi pemerintahan Netanyahu.

Pemerintah dikabarkan tengah mengupayakan pemecatan penasihat hukum pemerintah dalam rangkaian langkah hukum.

Hal itu dinilai hanya sebagai pengalihan isu dari ketegangan seputar kebijakan wajib militer terhadap warga ultraortodoks (haredi).

Meski upaya ini diprediksi gagal, laporan itu menyebut bahwa Netanyahu berusaha mengalihkan perhatian publik dari isu sensitif ini.

Namun manuver tersebut justru dinilai kontra-produktif, mengingat survei menunjukkan meningkatnya dukungan publik untuk melibatkan warga haredi dalam wajib militer di tengah konflik yang dianggap sebagai beban nasional.

Sebagai bagian dari solusi alternatif, Wall Street Journal melaporkan bahwa militer Israel kini memperluas peran perempuan dalam satuan tempur untuk mengatasi kekurangan personel.

Meskipun langkah ini dinilai dapat mengurangi beban militer, laporan itu menyebutkan bahwa penolakan wajib militer oleh kalangan muda religius tetap menjadi tantangan yang belum terpecahkan.

Di panggung internasional, Le Monde menyoroti pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang memberi sinyal bahwa Prancis tengah mempertimbangkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina.

Namun, koran itu mencatat adanya ketidakjelasan sikap Paris menjelang konferensi di New York yang sebelumnya dijanjikan menjadi titik tolak dalam upaya diplomatik ini.

Para analis menilai bahwa kehati-hatian Macron berkaitan dengan tekanan politik dari Israel.

Hal ini terlihat dari kunjungan delegasi Prancis ke Tel Aviv baru-baru ini yang bertujuan meredakan ketegangan dengan pemerintahan Netanyahu.

Tekanan terhadap Israel juga datang dari berbagai penjuru dunia. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menegaskan pada Jumat lalu bahwa PBB menolak setiap rencana yang tidak sejalan dengan hukum internasional dan prinsip kemanusiaan di Gaza.

Di berbagai negara seperti Maroko, Yordania, dan Yaman, ribuan orang turun ke jalan dalam unjuk rasa mendukung Gaza dan mengecam kekejaman Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular