Friday, November 7, 2025
HomeBeritaTanah gersang, hanya tumpukan puing: Kesaksian reporter asing usai kunjungi Gaza

Tanah gersang, hanya tumpukan puing: Kesaksian reporter asing usai kunjungi Gaza

“Tanah gersang, hanya tumpukan puing.” Begitulah kalimat yang digunakan jurnalis France 24, Noga Tarnopolsky, untuk menggambarkan apa yang dilihatnya di Jalur Gaza.

Ia termasuk dalam rombongan 20 jurnalis asing yang diizinkan mengikuti tur terbatas yang diatur oleh militer Israel — kunjungan yang disebut “sangat terbatas” baik dari sisi waktu maupun ruang gerak.

Sejak awal perang pemusnahan terhadap Gaza, Israel melarang masuknya jurnalis internasional ke wilayah itu, meskipun berbagai organisasi media dan kelompok kebebasan pers dunia terus menuntut akses.

Larangan itu tetap berlaku bahkan setelah gencatan senjata diumumkan. Pengadilan Tinggi Israel telah menunda sidang untuk membahas kemungkinan pembukaan akses bagi jurnalis sebanyak tujuh kali.

Sebagai gantinya, militer Israel mengatur beberapa kunjungan “terkontrol” bagi media asing ke lokasi-lokasi yang dipilihnya sendiri dan berada di bawah kendali penuh pasukan pendudukan.

Tarnopolsky menjelaskan bahwa pada Rabu lalu, para jurnalis dibawa melewati pagar perbatasan yang sama dengan tempat para pejuang Brigade Al-Qassam menembus wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.

Dari sana, rombongan diarahkan menuju sebuah pangkalan militer Israel yang baru dibangun di pinggiran Kota Gaza.

Jurnalis itu menceritakan bahwa mereka diperbolehkan menaiki gundukan pasir yang mengelilingi kompleks militer untuk memandangi kehancuran di sekitarnya.

“Salah satu hal yang benar-benar membekas bagi saya adalah debu di udara. Kualitas udaranya berbeda, bukan hanya karena kehancuran besar-besaran, tetapi karena tidak ada lagi bangunan yang bisa menahan angin. Anda berdiri di sana, di tengah awan debu,” ujarnya.

Tidak seorang pun tahu koordinat “garis kuning” tersebut

Tidak satu pun dari para jurnalis itu, kata Tarnopolsky, diperkenankan melihat atau berbicara dengan warga Palestina.

Ia menambahkan bahwa salah satu kesimpulan penting dari kunjungan tersebut adalah sulitnya menentukan lokasi yang disebut “garis kuning” — batas yang konon menjadi titik mundur pasukan Israel sesuai perjanjian gencatan senjata.

“Benar-benar mustahil mengetahui di mana letaknya,” katanya.

Ia memperkirakan akan muncul lebih banyak laporan mengenai warga sipil Palestina yang menjadi korban karena “tanpa sengaja” melintasi garis yang tidak terlihat itu.

“Bahkan bagi tentara Israel sendiri, apalagi bagi kelompok perlawanan di Gaza, garis itu tidak jelas batasnya,” ujarnya.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menilai bahwa para “pendamping” militer Israel yang mengarahkan jurnalis selama tur semacam ini berfungsi sebagai alat propaganda, karena seluruh aktivitas peserta berada di bawah pengawasan ketat.

Jurnalis hanya diizinkan berada di Gaza selama beberapa jam, dibawa ke lokasi yang telah ditentukan, dan tidak diperbolehkan berinteraksi bebas dengan penduduk setempat.

CPJ menegaskan bahwa praktik semacam ini “tidak sesuai dengan standar internasional mengenai peliputan bebas dan independen.”

Sementara itu, situs Ynet yang berafiliasi dengan harian Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Israel tengah bersiap menghadapi “perang propaganda” menjelang kemungkinan masuknya jurnalis asing ke Gaza.

Pemerintah disebut telah menyiapkan kunjungan lapangan di bawah pengawasan militer untuk “menampilkan bukti” yang digunakan guna membenarkan perang pemusnahan di Gaza.

Menurut laporan tersebut, para pejabat Israel khawatir akan datangnya “gelombang laporan kemanusiaan” dari lapangan yang dapat memperkuat kritik dunia internasional dan menambah tekanan hukum terhadap Israel terkait tuduhan genosida dan kejahatan perang.

Lembaga Euro-Med Human Rights Monitor menilai larangan terus-menerus terhadap masuknya media internasional sebagai bagian dari kebijakan sistematis Israel untuk menutup akses terhadap bukti kejahatan di Gaza.

Dalam pernyataannya, lembaga itu menegaskan bahwa langkah ini merupakan strategi terpadu yang melibatkan aparat eksekutif, keamanan, dan lembaga peradilan Israel.

Tujuannya untuk menjauhkan kejahatan dari pengawasan internasional dan menghalangi setiap bentuk akuntabilitas atau penyelidikan independen terhadap pelanggaran berat.

Euro-Med juga memperingatkan bahwa penundaan lebih lanjut terhadap izin bagi jurnalis internasional akan memberi waktu tambahan bagi Israel.

Tujuannya, untuk “menghapus bukti, menghancurkan situs-situs penting, dan memadamkan ingatan tentang kejahatan yang telah terjadi.”

Dengan kata lain, dunia masih hanya melihat Gaza dari balik “lensa resmi” militer Israel.

Sebuah pandangan yang disaring, dikendalikan, dan jauh dari kenyataan yang sesungguhnya terjadi di tanah yang kini berubah menjadi debu dan reruntuhan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler