Situs Aljazeera melaporkan pada Minggu, (28/7), cerita tiga tentara cadangan di tentara Israel yang menolak kembali berperang di Gaza. Detil cerita itu dikutip Aljazeera dari harian Inggris, The Observer.
Alasan ketiganya berbeda-beda. Salah satu menolak cara tentara Israel menjalankan perang, sementara yang lain mengecam penolakan kesepakatan untuk mengembalikan warga Israel yang ditahan di Gaza dan mengakhiri pertempuran.
Observer mengutip seorang tentara cadangan bernama Yuval Green yang mengatakan perilaku destruktif yang dilihatnya di Gaza dari tentara lain “menambah keraguan dan keputusasaan terhadap lingkaran kekerasan”. Dia melihat tentara mencuri sepanjang waktu dan memiliki minat khusus pada kalung beraksara Arab.
“Mereka masuk ke rumah-rumah dengan alasan militer mencari senjata, tapi sebenarnya lebih untuk mencari suvenir. Mereka sangat tertarik pada kalung beraksara Arab dan mengumpulkannya,” ujarnya.
Green menceritakan suatu hari ia mendapat perintah dari komandannya untuk membakar salah satu rumah yang mereka masuki. Ketika ia mempersoalkan hal itu ke pimpinan, ia tidak mendapatkan jawaban memadai. “Kalau kita melakukan semua ini tanpa alasan, aku tidak akan ikut. Aku pergi keesokan harinya,” katanya.
Pertempuran dan Pembebasan Tahanan
Tentara cadangan lainnya, guru pendidikan sipil Tal Vardi, yang melatih operator tank cadangan di Israel utara, berbicara tentang manfaat keberadaan militer di Gaza. “Orang waras tahu bahwa keberadaan militer tidak membantu membebaskan sandera. Jika kita tidak bisa mengembalikan sandera, semua ini hanya menyebabkan lebih banyak kematian di pihak kita dan Palestina. Aku tidak bisa membenarkan operasi militer ini lagi dan tidak mau menjadi bagian dari tentara yang melakukan ini,” ujarnya.
Vardi menilai beberapa operasi militer membahayakan nyawa sandera dan tentara secara tidak sengaja membunuh beberapa dari mereka.
Baca juga: Gallant: Israel butuh 10 ribu tentara baru secepatnya
Baca juga: Jumlah tentara Israel yang cari dukungan psikologis naik enam kali lipat
Tentara cadangan Michael Ofer Ze’ev menceritakan kesehariannya di Gaza sebagai petugas operasi yang harus menatap layar yang menyiarkan gambar langsung dari drone selama berjam-jam. “Tiba-tiba kamu melihat bangunan berasap atau mobil yang kamu ikuti selama satu jam menghilang dalam asap. Rasanya tidak nyata. Beberapa orang senang melihat ini karena berarti melihat Gaza dihancurkan,” ujarnya.
Ze’ev menambahkan bahwa pasukan darat yang bekerja dengannya hampir selalu mendapatkan izin untuk menembak. “Persetujuan dari angkatan udara biasanya hanya formalitas birokratis. Aku terganggu dengan ketidakjelasan aturan keterlibatan tentara, yang sebenarnya lebih jelas saat aku menjalani wajib militer.”
Ze’ev menegaskan bahwa perang di Gaza melonggarkan aturan keterlibatan. Dia memutuskan untuk tidak kembali ke Gaza setelah pemerintah Israel melanjutkan invasi ke Rafah alih-alih membuat kesepakatan pertukaran tahanan dengan perlawanan Palestina.