Saturday, October 18, 2025
HomeBeritaThaufan al-Ahrar: Saat darah, tahanan, dan martabat bangsa bertemu di Gaza

Thaufan al-Ahrar: Saat darah, tahanan, dan martabat bangsa bertemu di Gaza

Pemimpin senior Hamas, Zaher Jabarin, menegaskan bahwa kesepakatan pertukaran tahanan “Thaufan al-Ahrar” (Badai Kebebasan) merupakan salah satu tonggak perjuangan terbesar dalam sejarah bangsa Palestina.

Ia menyebut, melalui kesepakatan ini lebih dari 2.000 tahanan Palestina dibebaskan, termasuk lebih dari 500 orang yang sebelumnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Dalam pidato yang disiarkan Al Jazeera, Jabarin—yang menjabat sebagai Kepala Biro Urusan Tahanan dan Syuhada Hamas sekaligus pemimpin gerakan itu di Tepi Barat—menyebut kesepakatan terbaru untuk menghentikan agresi di Jalur Gaza sebagai “halaman baru yang agung dalam sejarah kebebasan dan martabat bangsa Palestina”.

Ia menegaskan bahwa perlawanan berhasil meraih pencapaian itu meskipun dihadapkan pada tekanan luar biasa dan penderitaan yang berat.

Menurutnya, keberhasilan tersebut merupakan buah dari keteguhan dan pengorbanan rakyat Gaza yang tetap bertahan di tengah kelaparan, kekeringan, dan pembunuhan, namun menolak menyerah.

“Gaza tetap menjadi benteng yang tak tertaklukkan. Ia tidak mengenal kekalahan,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Jabarin menambahkan, pembebasan para tahanan kali ini “terpatri dengan darah para syuhada” dan menjadi bentuk peneguhan janji untuk melanjutkan jalan perjuangan menuju kemerdekaan.

Ia menyebut bahwa “janji itu adalah warisan yang ditinggalkan oleh syahid Yahya Sinwar dan para pemimpin lainnya,” yang kini menjadi simbol harapan bagi pembebasan seluruh tahanan Palestina.

Terkait implementasi kesepakatan, Jabarin menegaskan komitmen Hamas terhadap isi perjanjian yang mencakup penghentian perang, perlindungan terhadap rakyat Palestina dari agresi lanjutan, serta dimulainya rekonstruksi Gaza.

Namun, ia menolak tegas segala bentuk pengawasan atau perwalian internasional, dengan menegaskan bahwa rakyat Palestina berhak menentukan nasibnya sendiri dan membangun negara merdeka tanpa intervensi luar.

Tahanan lainnya

Jabarin menegaskan bahwa pembebasan gelombang pertama tahanan bukanlah akhir perjuangan.

“Pertempuran untuk membebaskan mereka yang masih berada di balik jeruji akan terus berlanjut. Ini adalah amanah setiap pejuang yang bebas, nilai kemanusiaan sekaligus cita nasional tertinggi bangsa kami,” tegasnya.

Ia memperingatkan bahwa keberlanjutan penahanan para pejuang Palestina hanya akan menyulut bara perlawanan baru.

Terlebih, di tengah meningkatnya upaya Israel untuk menganeksasi wilayah Tepi Barat, memperluas permukiman, dan mengubah wajah Yerusalem.

Semua itu, katanya, membuat wilayah tersebut ibarat tong mesiu yang siap meledak kapan saja.

Dalam pesannya yang ditujukan langsung kepada Israel, Jabarin menegaskan bahwa hak-hak nasional rakyat Palestina bukan untuk ditawar-menawar.

“Negara Palestina bukan pemberian siapa pun, melainkan hak yang melekat pada bangsa ini,” ujarnya.

Ia menyerukan kepada komunitas internasional yang mengaku menginginkan perdamaian di kawasan untuk mulai menerapkan konsensus global tentang pendirian negara Palestina.

Selain itu, juga menyelesaikan isu tahanan dengan menjamin pembebasan mereka yang masih dipenjara—tanpa perlu perang baru.

Jabarin juga mendesak masyarakat internasional untuk terus menuntut pertanggungjawaban para penjahat perang Israel, terutama mereka yang memerintahkan pembunuhan anak-anak, perempuan, dan penghancuran tempat-tempat ibadah.

Termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang kini berstatus buronan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Ia menyerukan agar Israel diisolasi di tingkat global sebagai bentuk hukuman atas kejahatan perang yang dilakukan di Gaza.

Selain itu, ia memperingatkan bahaya kembali ke jalur normalisasi dengan Israel, yang menurutnya hanya akan melemahkan posisi bangsa Palestina.

“Kita harus memanfaatkan momentum historis yang diciptakan oleh pertempuran ‘Thaufan al-Aqsha’—bukan untuk menjalin normalisasi baru, tetapi untuk menegakkan negara Palestina dan meneguhkan hak rakyatnya,” katanya.

Menutup pidatonya, Jabarin menyampaikan doa bagi para syuhada Palestina, terutama para pemimpin seperti Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, Saleh al-Arouri, dan Muhammad Deif.

Menurutnya, mereka telah memimpin rakyatnya dalam pertempuran demi kebebasan tanah air dan pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsha.

Ia menegaskan bahwa para pemimpin tersebut memilih untuk tidak membiarkan upaya penghapusan identitas nasional Palestina, dan mengorbankan nyawa mereka demi kelangsungan perjuangan.

“Upaya pembunuhan dan teror tidak akan menakutkan kami. Perlawanan tidak akan tunduk, karena kami siap membayar harga apa pun demi kebebasan bangsa kami, hak-hak kami, dan tanah suci kami,” ujarnya.

Bagi Jabarin, perjuangan tidak berhenti bersama berakhirnya suara senjata, melainkan terus berlanjut dalam bentuk lain.

Yaitu, mempertahankan hak-hak nasional, membela tanah air, membebaskan para tahanan, dan menjaga kesucian Masjid Al-Aqsha serta tempat-tempat suci lainnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler