sejarah

Menolak Lupa Kisah Dua Bangsa, Indonesia-Palestina

GAZA MEDIA, JAKARTA – “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” kata saudagar kaya Palestina, Muhammad Ali Taher saat membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia pada 1944.

Dukungan Ali Taher ini merupakan respon atas dukungan mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sejak dukungan itu disiarkan radio pada 6 September 1944, jalanan di Palestina dipenuhi gelombang aksi solidaritas dan dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah.

Situasi itu tercatat dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” karya M. Zein Hassan, yang saat itu menjabat Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia. Buku ini diberi kata sambutan oleh Wakil Presiden RI Mohammad Hatta.

Setelah merdeka, saat Indonesia membutuhkan pengakuan sebagai negara berdaulat, lagi-lagi rakyat Palestina bergerak, mendorong Mesir mengakui Indonesia. Pengakuan kedaualatan dari Mesir dan Palestina pada 1947 itu merupakan buah diplomasi H. Agus Salim melalui jaringan Ikhwanul Muslimin, yang berbasis di Palestina.

Pada 1960-an, giliran Indonesia menentang penjajahan Israel atas bangsa Palestina. Sikap itu ditunjukkan oleh Presiden RI Soekarno dalam sejumlah pidato di panggung-panggung internasional.

“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” ucap Soekarno dalam sebuah wawancara pada 1962. Ucapan itu dibuktikan dengan menolak keikutsertaan Israel dalam Asian Games 1962 di Jakarta.

Pergantian pemerintahan kepada Soeharto tidak lantas membuat perubahan sikap. Pada 1984 untuk pertama kalinya pemimpin PLO (alm) Yasser Arafat bertandang ke Jakarta. Atas undangan Soeharto pula pada 1992 dan 1993, Arafat menghadiri KTT Non-blok di Jakarta. Pada Agustus 2000, Arafat kembali ke Jakarta untuk menemui Presiden Abdurrahman Wahid.

Pada masa pemerintahan SBY, dukungan RI kepada persiapan kemerdekaan Palestina diperkuat lagi. Delegasi RI di PBB sangat gencar menggalang simpati agar dijatuhkan sanksi tegas kepada Israel atas serangan militer ke Gaza dan blokade ekonomi kepada Palestina pada 2008.

“Perang habis-habisan Israel terhadap Hamas yang tak seimbang dengan sejumlah besar korban jiwa adalah tragedi kemanusiaan yang tak terlupakan. Kami mengundang semua pihak untuk membantu menghentikan serangan Israel dan kami akan terus mendukung perjuangan Palestina. Indonesia merasa perlu untuk Dewan Keamanan PBB untuk membuat pertemuan formal dan mengeluarkan resolusi untuk memaksa Israel menghentikan agresinya,” seru Presiden SBY dalam SU PBB 2010.

Hasil terbaru dari perjuangan di forum PBB ini adalah pengibaran secara resmi bendera Palestina di Markas Besar PBB, New York, AS, pada 2015.

Jauh sebelumnya, Presiden SBY juga mengundang para diplomat muda Palestina untuk belajar di faslitas pelatihan Kementerian Luar Negeri RI sebagai bekal perjuangan di meja diplomasi. Ini merupakan salah satu hasil kunjungan kenegaraan Presiden Mahmoud Abbas ke Indonesia pada Oktober 2007 yang menandatangani kerjasama di bidang komunikasi, kesehatan dan pendidikan.

Kini, komitmen Indonesia untuk Palestina kembali dibuktikan. Presiden Joko Widodo mengambil peran sebagai pelopor gerakan negara-negara Islam untuk mendukung kemerdekaan Palestina, melalui KTT Luar Biasa OKI yang digelar di Jakarta pekan ini.

Bentuk dukungan itu juga ditegaskan dalam ajakan kepada dunia Internasional untuk menolakan masuknya produk Israel.

Semoga upaya mendukung perdamaian dunia dan menolak bentuk penjajahan ini berbuah positif, sebagaimana dikutip Pembukaan UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

#repost Copyright @2017 medco.id

Selasa, 08 Maret 2016 03:58

✍️ Coki Lubis

Editor : Luhur Hertanto

Foto: Buku Diplomasi Revolusi RI di Luar Negeri

 

Sejarah Singkat Masjidil Aqsa

Setiap kali mendengar tentang Masjid Al-Aqsa, hati siapa yang tak tersentuh, terutama kaum muslimin. Seperti diketahui, Masjid suci umat Islam itu kini sedang merintih, sakit dan mendambakan uluran tangan kaum muslimin diberbagai belahan bumi ini. Kondisi mengenaskan itu terjadi sudah berpuluh tahun akibat kebrutalan penjajah Zionis Israel.

Masjid Al-Aqsa menjadi salah satu masjid suci umat Islam, selain Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid tersebut berada di Yerusalem Timur, wilayah Kota Tua. Al-Aqsa turut menjadi saksi dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Masjid Al-Aqsa yang dulunya dikenal sebagai Baitul Maqdis, Masjid Al Aqsha di Palestina tercatat sebagai salah satu masjid tertua dan memiliki nilai religius tinggi bagi umat Muslim. Sejarah bahkan mencatat merupakan kiblat shalat umat Islam yang pertama sebelum dipindahkan ke Ka’bah di dalam Masjidil Haram.

Umat Muslim berkiblat ke Baitul Maqdis selama Nabi Muhammad Saw. mengajarkan Islam di Makkah (13 tahun) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Medinah. Setelah Rasulullah mendapat petunjuk, barulah kiblat dipindah menghadap Kakbah di dalam Masjidil Haram, Makkah hingga sekarang.

Hingga suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW tengah menunaikan shalat di masjid di Madinah, turunlah QS Al Baqarah (2) ayat 144 yang memerintahkan umat Muslim agar memalingkan wajah (berkiblat) ke Masjidilharam (Fawalli wajhaka sathral Masjidilharam). “Di mana pun berada, palingkanlah mukamu ke arah itu (wa khaitsu ma kuntum fa wallu wujuhakum syatrahu).”

Sebenarnya Rasulullah sendiri telah mendambakan turunnya perintah perubahan kiblat ini. Dalam satu riwayat menyatakan bahwa Rasulullah seringkali menengadahkan wajah ke langit, memanjatkan doa agar turun wahyu yang memerintahkan menghadap ke Baitullah.

Kendati demikian, dengan adanya perubahan kiblat ini, Islam tidak lantas ‘meminggirkan’ kedudukan Masjid Al Aqsha. Bagaimana pun kitab suci Alquran telah menempatkan masjid tersebut dalam kemuliaan khususnya pada saat peristiwa Isra Miraj-nya Nabi Muhammad SAW.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra [17]:1).

Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun kesembilan (620 M) dari penyebaran Islam oleh Rasul. Di malam yang hening, dengan didampingi Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW lantas singgah di Al Aqsha dalam perjalanan Isra Miraj untuk menerima perintah shalat. Masjid Al Aqsha merupakan sebuah masjid bersejarah bagi umat Islam yang terletak di jantung kota Jerusalem. Masjid itu juga adalah bagian dari awal sejarah dimulainya penyebaran agama Islam.

Tidak ada catatan pasti, kapan tepatnya dan oleh siapa Masjid Al Aqsha ini didirikan. Namun satu riwayat menyebut, bahwa Nabi Adam AS-lah yang pertama kali membangun masjid ini setelah ia membangun Baitul Haram. Namun seiring perjalanan waktu, bangunan tersebut roboh, hingga beberapa abad kemudian, Nabi Daud AS membangunnya kembali. Nabi Sulaiman AS akhirnya menyempurnakan lagi masjid itu. Adapun sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dzar dan dikutip oleh Al-Alusi, menyatakan, masjid ini dibangun oleh Nabi Yakub AS sekitar 40 tahun setelah kakeknya yakni Nabi Ibrahim AS mendirikan Kabah di Makkah.

Tahun 638 M, beberapa tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Khalifah Umar bin Khattab untuk pertama kalinya melakukan pengembangan Masjid Al-Aqsha. Pengembangan ini berlanjut sampai pada masa kepemimpinan Al-Walid (705M) yang meliputi kubah masjid (The Dome of Rock) dan bangunan di sekelilingnya.

Sejak saat itu, renovasi bangunan masjid terus dilakukan. Hal ini antara lain berkaitan dengan bertambahnya jumlah jamaah tanpa mengubah bentuk dasar bangunan yang telah berusia sekitar 13 abad. Demikianlah hingga membuat Masjid Al-Aqsa selalu dimuliakan oleh segenap umat Islam.

Di samping menjadi tempat peribadatan umat Muslim, Al-Aqsha juga menjadi tempat penimbaan ilmu agama Islam baik Alquran maupun hadis. Imam Al-Ghazali merupakan salah satu ilmuwan besar Islam pada abad ke-11 yang memperdalam pengetahuannya di tempat ini. Menyangkut nama Masjid Al-Aqsha, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama.

Seperti dikutip dari buku Ensiklopedi Islam, sebagian ulama berpendapat bahwa masjid ini disebut aqsha (jauh) karena letaknya yang cukup jauh dari Masjidil Haram di Makkah. Menurut Al-Alusi, jarak kedua masjid ini 40 malam perjalanan dengan mengendarai unta.

Sementara pendapat yang lain menyatakan masjid ini disebut aqsha karena masjid ini bebas dari kotoran, tempat turun malaikat, dan wahyu serta kiblat para nabi sebelum Rasulullah SAW. Hal ini dibenarkan pula oleh Ibn Khaldun yang menurutnya masjid itu merupakan tempat para nabi beribadah. Tidak ada satu jengkal pun tanah di areal masjid itu yang tidak dipakai para nabi dan malaikat guna melaksanakan ibadah. Bentuk asli bangunan Masjid Al Aqsa berupa serambi kiblat, tidak memiliki lapangan di tengah, sebagaimana masjid pada umumnya.

Walaupun telah beberapa kali mengalami renovasi maupun perbaikan besar-besaran, utamanya setelah gempa besar tahu 1916, akan tetapi bentuk bangunan asli tetap dipertahankan. Kaum Yahudi punya pandangan sendiri menyangkut Masjid Al Aqsa. Mereka amat percaya bahwa di salah satu dinding pada masjid ini dibuat dari tempat ibadah (haekal) Nabi Sulaiman AS. Inilah yang menjadikan alasan mereka terus menerus berupaya menghancurkan Masjid Al Aqsha.[]

 

(Dari berbagai sumber)