Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengungkapkan bahwa sejumlah sekutu Washington di Timur Tengah telah menyatakan kesiapan mereka untuk masuk ke Jalur Gaza.
Tujuannya, guna “menghancurkan Hamas” bila kelompok itu melanggar kesepakatan yang sedang berlaku.
Namun, Trump menegaskan bahwa langkah tersebut “belum diperlukan untuk saat ini.”
“Beberapa sekutu di kawasan memberi tahu saya bahwa mereka akan menyambut baik intervensi militer besar-besaran di Gaza untuk menindak Hamas, jika Hamas melanggar perjanjian dengan kami,” tulis Trump dalam pernyataan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Selasa (22/10).
Ia menambahkan, bahwa dirinya telah mengatakan kepada negara-negara tersebut, juga kepada Israel, bahwa waktunya belum tiba.
“Masih ada harapan Hamas akan melakukan hal yang benar. Tapi jika tidak, maka akhir dari Hamas akan datang dengan cepat dan sangat keras. Saya berterima kasih kepada semua negara yang telah menghubungi kami untuk membantu,” imbuhnya.
Pernyataan Trump muncul di tengah kunjungan Wakil Presiden J.D. Vance dan dua utusan khusus AS, Steven Witkoff serta Jared Kushner, yang sedang berada di Israel.
Keberadaan mereka di sana untuk membahas langkah-langkah lanjutan setelah tercapainya gencatan senjata di Gaza.
Ketiganya juga akan membicarakan rencana Trump yang mencakup pembentukan “pasukan penstabil internasional” dan proses pelucutan senjata di wilayah itu.
Menurut laporan lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Vance dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Rabu untuk membahas pelaksanaan tahap kedua dari Perjanjian Gaza.
Pada malam harinya, Trump kembali menegaskan dalam konferensi pers di Gedung Putih bahwa “Timur Tengah kini berada dalam kondisi damai secara menyeluruh.”
“Jika Hamas tidak mematuhi kesepakatan yang ada, mereka akan ditindak dengan sangat cepat. Namun saya berharap hal itu tidak perlu terjadi,” tambahnya.
Sementara itu, pada Minggu lalu, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Gaza.
Serangan tersebut menewaskan puluhan orang dan melanggar gencatan senjata yang disepakati di Sharm el-Sheikh pada 9 Oktober dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Turki, serta partisipasi AS.
Setelah mendapat tekanan diplomatik dari Washington, Israel pada Minggu malam akhirnya mengumumkan kembali ke perjanjian gencatan senjata dan membatalkan keputusan untuk menutup seluruh perlintasan ke Jalur Gaza.
Dengan dinamika baru ini, arah kebijakan Timur Tengah di bawah Trump tampak berusaha menyeimbangkan 2 hal.
Yaitu, mempertahankan gencatan senjata di Gaza sekaligus mengirim sinyal keras kepada Hamas—bahwa kesabaran Washington dan sekutunya tidak akan berlangsung selamanya.