Sedikitnya 15 warga Palestina, termasuk empat anak, dilaporkan meninggal akibat kelaparan dalam satu hari di Jalur Gaza yang terkepung, menurut pejabat kesehatan Palestina, Rabu (23/7/2025). Total korban tewas akibat kekurangan gizi sejak awal perang dengan Israel kini mencapai 101 orang.
Sebagian besar korban adalah anak-anak. Dalam laporan terbaru, Kementerian Kesehatan Palestina menyebut bahwa dari total korban, 80 di antaranya adalah anak-anak. Sebagian besar kematian terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Di antara korban pada Selasa adalah bayi berusia enam minggu, Yousef al-Safadi, yang meninggal di sebuah rumah sakit di Gaza utara. Abdulhamid al-Ghalban (13) juga meninggal akibat malnutrisi di Khan Younis, Gaza selatan.
Paman Yousef, Adham al-Safadi, mengatakan kepada Reuters bahwa ibu bayi tersebut tidak mampu menyusui karena kekurangan gizi. Keluarga pun tidak menemukan susu formula yang harganya mencapai 100 dollar AS per kaleng.
“Tidak ada susu di mana pun. Kalau pun ada, harganya tidak terjangkau. Ibu bayi itu tidak bisa menyusui karena juga tidak makan,” kata al-Safadi. “Bayi itu meninggal karena kelaparan.”
Situasi kemanusiaan kian memburuk
Laporan kematian itu muncul di tengah serangan udara intensif Israel ke wilayah Gaza. Sedikitnya 81 warga dilaporkan tewas pada Selasa, termasuk 31 orang yang tengah mengantre bantuan pangan, menurut petugas medis di Gaza.
Serangan udara juga menghantam sebuah bangunan yang menampung pengungsi di Gaza utara, menewaskan 15 orang. Sementara itu, 13 orang tewas dan lebih dari 50 lainnya terluka dalam serangan terhadap kamp pengungsi Shati, menurut lembaga pertahanan sipil Palestina.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB menyebut Gaza sebagai “pertunjukan horor” dan menegaskan bahwa sistem kemanusiaan global sedang runtuh.
“Kelaparan kini mengetuk setiap pintu. Sistem yang dibangun atas prinsip-prinsip kemanusiaan kini tidak diberi ruang untuk bekerja, tidak diberi perlindungan untuk menyelamatkan nyawa,” ujar Guterres.
Krisis di Deir el-Balah
Israel juga memperluas operasi militer ke Deir el-Balah, kawasan di tengah Gaza yang sebelumnya dianggap relatif aman. PBB memperkirakan sekitar 88 persen wilayah Gaza kini berada di zona evakuasi atau zona militer Israel, memaksa 2,3 juta penduduk ke wilayah yang semakin menyempit.
WHO melaporkan bahwa pasukan Israel menyerang tempat tinggal staf organisasi tersebut, merusak gudang utama, dan menahan beberapa petugas kesehatan. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menuntut pembebasan segera para staf dan jaminan keselamatan seluruh petugas medis.
Rumah Sakit lumpuh, staf kesehatan lemas
Di tengah kekurangan pasokan makanan dan obat-obatan, rumah sakit di Gaza tidak mampu menangani pasien malnutrisi. Direktur RS al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, mengatakan kematian akibat kelaparan bisa meningkat drastis.
Juru bicara RS Al-Aqsa di Gaza tengah, Khalil al-Daqran, mengatakan sekitar 600.000 orang menderita kekurangan gizi, termasuk 60.000 ibu hamil. Gejala umum mencakup dehidrasi dan anemia.
Petugas medis dan kemanusiaan dilaporkan mulai pingsan saat bertugas karena kelelahan dan kelaparan. “Para dokter, jurnalis, relawan — semuanya kelaparan,” tulis Philippe Lazzarini, Kepala UNRWA, dalam unggahan di platform X. “Mereka pingsan di tempat kerja, saat mencoba menyelamatkan nyawa atau melaporkan penderitaan.”
Seruan internasional
Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), Jan Egeland, mengatakan seluruh bantuan terakhir — termasuk tenda, makanan, dan obat — telah didistribusikan, dan tidak ada lagi yang tersisa.
“Truk-truk bantuan menumpuk di gudang atau di perbatasan Mesir. Biaya penyimpanannya besar, tetapi Israel menahan mereka masuk,” kata Egeland kepada Reuters. “Mereka seolah ingin melumpuhkan seluruh upaya kami.”
Sementara itu, Hamas mendesak negara-negara Arab dan Islam memutuskan hubungan dengan Israel atas “genosida sistematis dan kelaparan massal.” Kelompok tersebut menyatakan bahwa “diamnya para pemimpin Arab hanya memberi ruang bagi Israel untuk melanjutkan kebijakan kelaparannya.”
Perang Israel di Gaza, yang dimulai setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, telah menewaskan sedikitnya 59.106 warga Palestina dan melukai lebih dari 142.000 lainnya. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Upaya mediasi gencatan senjata oleh Qatar dan Amerika Serikat masih mengalami kebuntuan, terutama terkait penarikan pasukan Israel dan pembebasan sandera serta tahanan politik.