Keluarga mantan mahasiswa Universitas Columbia, Mahmoud Khalil, untuk pertama kalinya merilis gambar yang menunjukkan momen penangkapannya oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai setelah izin tinggal dan visanya dibatalkan.
Hal ini terjadi setelah Khalil berperan dalam memimpin aksi protes mahasiswa di kampus sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.
Pengacaranya mengatakan dalam wawancara dengan jaringan CNN bahwa Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengutip pasal yang jarang digunakan untuk membenarkan deportasi terhadap individu yang dianggap sebagai ancaman, termasuk Khalil.
Sementara itu, sumber akademik mengkritik keputusan pemerintahan Presiden Donald Trump yang menempatkan Departemen Studi Timur Tengah di Universitas Columbia di bawah pengawasan hukum.
Keputusan ini dianggap sebagai eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang melampaui kewenangan pemerintah dan melanggar kebebasan akademik.
Menurut laporan Associated Press, kebijakan Trump ini dianggap sebagai intervensi yang mencampuradukkan antara independensi institusi akademik dan kontrol pemerintah.
Departemen Studi Timur Tengah menjadi sasaran karena sering mengkritik Israel dengan keras.
Pemerintah bahkan mengabaikan keputusan pengadilan dengan memerintahkan Universitas Columbia untuk memecat kepala departemen tersebut.
Momen penangkapan
Dalam foto yang dirilis oleh keluarga Khalil, ia terlihat mengenakan pakaian sipil saat ditangkap dan diborgol.
Ia berusaha memberikan ponselnya kepada istrinya, Nour Abdullah, yang merekam video penangkapan tersebut agar ia bisa menghubungi pengacaranya.
Para agen yang menangkapnya menolak menunjukkan surat perintah penangkapan atau mengidentifikasi diri mereka.
Ketika pengacara Khalil mencoba mencari informasi lebih lanjut, seorang petugas keamanan langsung menutup teleponnya.
Dalam video tersebut, Nour Abdullah terdengar ketakutan dan mencoba mencari tahu ke mana suaminya akan dibawa serta dari lembaga pemerintah mana para petugas tersebut berasal.
Tidak konstitusional
Sebelumnya, tim pengacara Khalil menilai kebijakan pemerintahan Trump yang mendeportasi warga asing yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina sebagai tindakan yang tidak konstitusional.
Dalam gugatan hukum pertama sejak pemerintah Amerika Serikat (AS) mengungkap “dasar hukum” penangkapan Khalil.
Para pengacaranya meminta hakim distrik di Manhattan, Jesse Furman, untuk segera membebaskannya dari pusat tahanan imigrasi, dengan alasan bahwa hak kebebasan berbicaranya telah dilanggar.
Salah satu pengacara Khalil menyatakan bahwa ia menjadi sasaran serangan balas dendam yang ekstrem terhadap haknya dalam menyatakan pendapat yang dilindungi secara konstitusional.
Ia juga menuduh pemerintahan Trump tidak memberikan informasi yang jujur kepada publik Amerika.
Menurutnya, satu-satunya kesalahan Khalil adalah mengungkapkan pandangan yang tidak disukai oleh pemerintah AS.
Kasus Khalil kini menjadi pusat perdebatan terkait kebijakan presiden dari Partai Republik ini dalam mendeportasi mahasiswa yang ikut serta dalam aksi protes pro-Palestina di berbagai universitas AS untuk mengecam perang Israel di Gaza.
Dampak negatif
Awal pekan ini, pengacara Departemen Kehakiman AS yang mewakili pemerintah menyatakan bahwa Khalil dapat dideportasi karena Menteri Luar Negeri memutuskan bahwa keberadaan atau aktivitasnya di AS berpotensi memiliki dampak negatif terhadap kebijakan luar negeri AS.
Para ahli hukum menjelaskan bahwa pasal yang digunakan pemerintah untuk membenarkan keputusan deportasi Khalil merupakan bagian dari Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan tahun 1952, yang jarang digunakan.
Akibatnya, hanya ada sedikit preseden hukum yang bisa dijadikan acuan untuk menilai apakah pasal ini konstitusional atau tidak.
Tim pengacara Khalil berpendapat bahwa hukum ini tidak seharusnya digunakan untuk membungkam oposisi politik.
Sementara itu, pemerintah AS belum memberikan penjelasan rinci dalam dokumen pengadilan tentang bagaimana keberadaan Khalil dapat membahayakan kebijakan luar negeri AS.
Diketahui bahwa Khalil adalah keturunan Palestina dan baru memperoleh status penduduk tetap legal di AS tahun lalu.
Ia ditangkap oleh petugas Departemen Keamanan Dalam Negeri pada Sabtu malam di asrama kampusnya di Manhattan.
Setelah itu, ia dipindahkan ke pusat tahanan imigrasi di New Jersey sebelum diterbangkan ke Louisiana, tempat ia saat ini ditahan.