Wakil Gubernur Jenin, Mansour al-Saadi, pada Kamis (23/1) memperingatkan bahwa Israel sedang menyiapkan rencana untuk melancarkan invasi besar-besaran ke Kamp Pengungsi Jenin yang terletak di Tepi Barat yang diduduki.
Al-Saadi menyebut potensi serangan tersebut mirip dengan apa yang terjadi di Gaza utara, yang ia sebut sebagai kampanye genosida oleh Israel.
Dalam wawancaranya dengan Anadolu, al-Saadi menyatakan bahwa pasukan Israel telah menutup empat pintu masuk ke kota Jenin dan kamp pengungsi tersebut dengan tumpukan tanah, sehingga mencegah akses keluar dan masuk.
Ia juga memperingatkan bahwa Israel tengah mempersiapkan serangan besar di pusat kamp, yang disertai dengan penghancuran bangunan dan rumah di sekitarnya.
Al-Saadi menilai serangan ini akan menjadi pengulangan dari apa yang terjadi di Gaza utara, yang menurutnya merupakan kampanye genosida yang sistematis.
Kampanye tersebut dimulai pada 5 Oktober 2024 dan terus berlanjut hingga penghentian sementara pada 19 Januari 2025.
Ia juga mengungkapkan bahwa kondisi di Rumah Sakit Pemerintah Jenin semakin sulit akibat pemadaman listrik dan kekurangan bahan bakar yang disebabkan oleh agresi Israel.
Lebih lanjut, Al-Saadi mencatat bahwa jumlah pengungsi yang terdampak belum dapat dipastikan. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mencatat sekitar 2.000 keluarga mengungsi dari Kamp Pengungsi Jenin sejak pertengahan Desember 2024, bertepatan dengan kampanye keamanan yang dilaksanakan oleh pasukan keamanan Palestina saat itu.
Serangan militer Israel di Kamp Pengungsi Jenin telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut, menewaskan sedikitnya 12 orang dan melukai lebih dari 40 lainnya.
Media Israel melaporkan bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari manuver politik oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk meredakan tekanan dari Menteri Keuangan yang berhaluan kanan, Bezalel Smotrich.
Smotrich sebelumnya menentang gencatan senjata yang dicapai di Gaza dan dilaporkan mendapat jaminan dari Netanyahu mengenai serangan ini untuk mencegah pengunduran dirinya, yang dapat mengguncang pemerintahan.
Ketegangan semakin meningkat di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menyusul berlanjutnya perang genosida Israel di Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, hampir 47.300 orang Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dan lebih dari 111.400 orang terluka akibat serangan udara dan darat Israel. Di sisi lain, sejak awal Januari 2025, sedikitnya 873 orang Palestina tewas dan lebih dari 6.700 lainnya terluka akibat tembakan pasukan Israel di wilayah yang diduduki, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Pada 19 Januari 2025, sebuah perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan mulai berlaku di Gaza, yang menghentikan sementara agresi Israel terhadap enclave Palestina tersebut.
Pada bulan Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang berlangsung selama puluhan tahun adalah ilegal, serta mendesak agar Israel segera mengosongkan pemukiman-pemukimannya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.