Dengan mundurnya pasukan pendudukan Israel dari “Koridor Netzarim”, terungkap besarnya kehancuran yang ditinggalkan terhadap kehidupan manusia, lingkungan, dan infrastruktur. Hal ini mendorong pemerintah kota Al-Zahraa, Al-Mughraqa, dan Wadi Gaza—yang tanahnya dihancurkan untuk proyek ini—untuk mengumumkan bahwa wilayah mereka telah menjadi zona bencana yang tidak layak huni.
Pasukan pendudukan memperluas koridor ini setelah dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Memisahkan Jalur Gaza secara melintang dari pagar keamanan Israel di timur hingga pantai di barat, dengan kedalaman beberapa kilometer.
Koridor ini menghancurkan tanah tiga kota tersebut serta bagian dari distrik Al-Zaytoun dan Sheikh Ajlin di Gaza, menghapus jejak wilayah itu sepenuhnya dengan penghancuran brutal oleh Israel.
Ketika mendengar tentang “Koridor Netzarim”, apa yang terlintas dalam pikiran Anda?
Koridor ini adalah simbol kematian, kehancuran, dan kerusakan. Setelah mundurnya pendudukan Israel dari wilayah utara Wadi Gaza yang dikenal dengan nama “Koridor Netzarim”. Tepatnya pada hari ke-22 dari kesepakatan gencatan senjata dan penghentian pembantaian yang dilakukan Israel terhadap Jalur Gaza.
Penduduk mulai kembali ke wilayah yang sebelumnya mereka tinggalkan. Saat itulah gambaran kehancuran akibat mesin pembunuh Israel mulai terlihat, meninggalkan wilayah yang hancur dan tidak lagi layak untuk dihuni.
Mengapa koridor ini dijuluki “Jalur Kematian”?
Pada November 2023, Israel mengambil alih wilayah ini, memisahkan Gaza utara dan selatan serta memaksa penduduk mengungsi. Israel membangun pos militer dan pos pemeriksaan di Jalan Salah Al-Din dan Jalan Al-Rashid, satu-satunya jalur yang menghubungkan utara dan selatan Gaza.
Dengan ini, mereka membatasi pergerakan warga dan menghambat konvoi bantuan kemanusiaan.
Di sepanjang koridor ini, tentara Israel melakukan pembunuhan dan penyiksaan terhadap warga sipil. Setelah mundurnya mereka, banyak jasad korban ditemukan di sepanjang jalan, mengungkap sebagian dari kejahatan yang mereka lakukan.
Seberapa besar kehancuran yang ditimbulkan?
Wilayah utara Wadi Gaza mencakup tiga kota besar—Al-Zahraa, Al-Mughraqa, dan Wadi Gaza (dikenal sebagai Juhar Al-Dik)—dengan luas sekitar 21.000 dunam (1 dunam = 1.000 meter persegi).
Wilayah ini berbatasan dengan Laut Mediterania di barat, pagar keamanan Israel di timur, Wadi Gaza di selatan, dan Kota Gaza di utara.
Wilayah ini dikenal sebagai lahan pertanian subur yang kaya akan pohon zaitun dan buah-buahan, serta menjadi sumber utama produk pertanian dan peternakan di Gaza.
Kota Al-Zahraa sendiri memiliki daya tarik wisata dan merupakan pusat pendidikan dengan beberapa universitas. Namun, semua ini telah hancur akibat proyek koridor Israel.
Apa saja sektor kehidupan yang paling terdampak dalam koridor ini?
Pendudukan Israel telah menghancurkan seluruh aspek kehidupan di wilayah ini, menyebabkan kelumpuhan total di berbagai sektor. Sektor perumahan mengalami kerugian terbesar dengan sekitar 12.000 unit rumah yang hancur, menyebabkan lebih dari 41.000 orang mengungsi dan memicu krisis kependudukan yang parah.
Selama agresinya, pendudukan juga menghancurkan seluruh fasilitas pendidikan, termasuk sekolah, universitas, dan taman kanak-kanak, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 28 institusi pendidikan.
Akibatnya, sekitar 26.000 siswa kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu, sektor air mengalami kerugian besar akibat penghancuran 24 sumur, tangki penyimpanan, serta jaringan pipa utama dan bawah tanah. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk membuat warga kehausan dan memaksa mereka mengungsi.
Pendudukan juga menghancurkan jaringan pembuangan limbah serta tiga pompa utama di wilayah ini, meningkatkan risiko penyebaran penyakit dan wabah di kalangan warga.
Di sektor infrastruktur jalan, sekitar 100 kilometer jaringan jalan hancur, menyebabkan akses ke wilayah ini terputus dan membatasi pergerakan warga.
Pendudukan juga menghancurkan seluruh klinik dan rumah sakit di wilayah tersebut, membuat fasilitas kesehatan tidak berfungsi. Selain itu, jaringan listrik dan internet dihancurkan, menyebabkan kesulitan dalam komunikasi dan akses informasi.
Dengan hancurnya semua fasilitas pemerintah daerah, termasuk peralatan dan kendaraan operasionalnya, ribuan ton puing bangunan dan sampah menumpuk, memperburuk krisis lingkungan dan kesehatan.
Secara khusus, Kota Zahraa dulunya adalah salah satu kota terindah di Jalur Gaza, dengan arsitektur yang khas. Kota ini memiliki tiga universitas, serta menjadi lokasi “Qasr Al-Adl” (Istana Keadilan), yaitu kompleks peradilan yang didanai oleh Qatar.
Selain itu, kota ini juga memiliki satu-satunya sekolah untuk tunanetra di Gaza, panti jompo, markas pertahanan sipil, serta berbagai fasilitas vital lainnya seperti pusat wisata dan komersial. Namun, semua ini telah dihancurkan secara total oleh pendudukan.
Penduduk di wilayah ini dikenal sebagai petani. Seberapa besar kerusakan di sektor pertanian dan peternakan?
Pasukan pendudukan telah menggusur lahan pertanian dan menghancurkan sekitar 10.200 dunam tanah pertanian dengan tujuan membuat warga kelaparan dan melenyapkan sumber kehidupan mereka.
Selain itu, mereka juga memusnahkan sektor peternakan dan peternakan komersial di wilayah ini, yang sebelumnya merupakan salah satu sumber utama penyediaan produk pertanian dan ternak bagi pasar lokal.
Apa yang dibutuhkan untuk memulai kembali kehidupan di wilayah ini?
Tantangan besar dihadapi oleh tiga kota madya dalam memberikan layanan dasar kepada penduduk. Pendudukan tidak mengizinkan masuknya alat berat dan peralatan yang diperlukan untuk membersihkan puing-puing dan membuka kembali jalan.
Selain itu, kami juga mengalami kekurangan suku cadang untuk memperbaiki sumur, pompa, jaringan air, sistem pembuangan limbah, serta generator listrik dan sumber energi alternatif. Ditambah lagi, pasokan solar yang terbatas semakin memperburuk situasi.
Kami juga membutuhkan sekitar 11.500 unit rumah sementara berupa “karavan” sebagai tempat tinggal sementara bagi warga yang mengungsi, hingga proses rekonstruksi selesai dan mereka dapat kembali ke rumah mereka.