Di tengah blokade yang masih berlangsung, warga Gaza kini berjibaku memperbaiki tangki-tangki air yang rusak akibat tembakan dan bom dari militer Israel.
Tangki air, yang umumnya terletak di atap rumah, menjadi sasaran rentan terkena pecahan peluru dan proyektil, termasuk dari drone bersenjata.
Ihab Abdel Bari, seorang tukang ledeng di Gaza, mengaku sejak pecahnya konflik, kerusakan tangki air meningkat tajam.
“Beberapa hanya berlubang satu atau dua, tapi banyak juga yang rusak parah hingga puluhan lubang, bahkan retak besar. Warga memperbaikinya dengan segala cara yang tersedia,” ujar Ihab kepada Middle East Monitor.
Air bersih menjadi sumber daya yang semakin langka di Gaza. Tangki air kini menjadi sarana vital untuk menyimpan air yang sangat terbatas dan sulit diakses.
Namun, blokade yang diberlakukan Israel menyulitkan ketersediaan peralatan perbaikan. Ihab mengatakan, proses perbaikan menjadi tidak hanya sulit, tetapi juga mahal.
“Saya menggunakan gas masak untuk melelehkan plastik dan menambal lubang. Biayanya tinggi karena semua peralatan langka,” tuturnya.
Sebelum perang, harga satu tangki air berkapasitas 500 liter hanya sekitar 20 dollar AS. Kini, harganya melonjak lebih dari 140 dollar AS di pasar Gaza.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia menyatakan bahwa penghancuran infrastruktur air di Gaza dan hambatan bagi warga Palestina untuk mengakses kebutuhan dasar merupakan bagian dari strategi sistematis yang mereka sebut sebagai kampanye genosida.
Mereka menilai tindakan ini sebagai upaya untuk memaksa warga Palestina meninggalkan wilayah Gaza.