Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, pada Kamis (17/7) mengecam serangan militer Israel terhadap Istana Kepresidenan Suriah di Damaskus yang terjadi pada Rabu (16/7), menyebutnya sebagai “tindakan yang ceroboh dan tidak strategis”.
“Serangan terhadap istana kepresidenan Suriah tidak melayani kepentingan strategis Israel,” ujar Lapid dalam sebuah pernyataan. Pernyataan ini merujuk pada operasi militer Israel yang menargetkan sejumlah lokasi di Suriah, termasuk kawasan sekitar istana presiden di Damaskus. Serangan terbesar dilaporkan menghantam gedung Kementerian Pertahanan di Lapangan Al-Umawiyin, jantung ibu kota.
Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Provinsi Suweida, Suriah selatan, menyusul pecahnya bentrokan bersenjata sejak Minggu lalu.
Israel Klaim Lindungi Komunitas Druze
Lapid kembali menegaskan komitmen Israel terhadap perlindungan komunitas Druze di Suweida, sejalan dengan klaim Tel Aviv bahwa mereka “melindungi Druze Suriah”.
Namun, pernyataan lebih keras disampaikan oleh Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang menyerukan pembunuhan Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa. “Satu-satunya solusi terhadap Presiden Suriah adalah dengan menyingkirkannya,” ujarnya, dengan alasan bahwa tindakan itu akan melindungi kaum Druze di Suriah.
Presiden Suriah: Hindari perang terbuka
Sementara itu, pada Kamis dini hari, Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa menyatakan bahwa pemerintah telah memutuskan menyerahkan kendali keamanan di Suweida kepada faksi lokal dan tokoh agama Druze, menyusul tercapainya kesepakatan gencatan senjata di wilayah tersebut.
Sharaa menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk mencegah Suriah terjerumus ke dalam perang skala besar setelah serangan udara Israel yang menargetkan berbagai fasilitas sipil dan pemerintahan di Damaskus dan Suweida.
“Kami dihadapkan pada dua pilihan: perang terbuka melawan Israel yang akan membahayakan warga Druze dan mengganggu stabilitas nasional, atau memberi ruang bagi para pemuka Druze untuk memilih jalan dialog demi kepentingan nasional,” ujarnya.
Ia juga memperingatkan bahwa Israel sedang berupaya menggagalkan stabilitas Suriah melalui “serangan luas terhadap fasilitas sipil dan pemerintah,” dan menyatakan bahwa pemerintah Suriah siap menghadapi “perang terbuka” jika diperlukan.
Isi kesepakatan gencatan senjata
Kementerian Dalam Negeri Suriah pada Rabu malam mengumumkan bahwa pihaknya bersama tokoh-tokoh Druze telah mencapai kesepakatan yang terdiri dari 14 poin, di antaranya:
- Penghentian segera dan total semua operasi militer di Suweida.
- Pembentukan komite pengawas gabungan antara negara dan tokoh Druze.
- Penempatan kembali pasukan keamanan dari unsur lokal untuk menjamin stabilitas wilayah.
Pemerintah menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kesepakatan ini bergantung pada kerja sama dan komitmen tokoh-tokoh Druze di wilayah tersebut.