Monday, June 16, 2025
HomeBeritaANALISIS - Mengapa Israel duduki rumah warga Palestina di Tepi Barat?

ANALISIS – Mengapa Israel duduki rumah warga Palestina di Tepi Barat?

Pagi buta yang tenang berubah menjadi kepanikan bagi keluarga Hazem al-Takruri di Kota Hebron, Tepi Barat, ketika sekelompok tentara Israel tiba-tiba menyerbu rumah mereka di kawasan Universitas.

Tanpa memberikan alasan resmi atau dokumen apa pun, mereka memaksa keluarga beranggotakan 4 orang itu keluar dari rumahnya. Rumah tersebut kemudian dijadikan pos militer Israel.

“Kami tidak diberi waktu untuk mengambil apa pun, bahkan tidak diberitahu kapan bisa kembali,” tutur Takruri kepada Al Jazeera, Minggu (15/6/2025).

Peristiwa ini, menurutnya, berlangsung cepat dan penuh tekanan.

Kasus semacam ini bukanlah yang pertama. Sejak Israel melancarkan agresi militer ke Jalur Gaza pada Oktober 2023, tentara Israel telah berulang kali mengambil alih rumah-rumah warga Palestina di Tepi Barat.

Namun, menurut laporan Kantor Berita Palestina (WAFA), intensitasnya meningkat drastis setelah bentrokan Israel-Iran pecah pada Jumat pekan lalu.

Puluhan rumah telah diubah menjadi markas militer dalam waktu singkat.

Rumah di wilayah otoritas Palestina

Yang menjadikan kasus Takruri mencolok adalah letak rumahnya yang berada jauh dari zona konflik aktif seperti Jenin dan Tulkarm, 2 kota yang selama ini menjadi pusat operasi militer Israel di Tepi Barat.

Rumah Takruri terletak di kedalaman wilayah yang secara administratif berada di bawah Otoritas Palestina.

Selama dua hari terakhir, media sosial dibanjiri gambar dan video rumah-rumah warga yang diambil alih militer Israel dan diubah menjadi pos militer, tersebar di berbagai wilayah Tepi Barat.

Pada saat yang sama, otoritas Israel juga memperketat penutupan total terhadap kamp-kamp pengungsi, desa, dan kota-kota Palestina di Tepi Barat.

Pembatasan ini mencakup larangan bergerak antarkota, termasuk akses terhadap layanan dasar.

Dua tujuan strategis

Pengamat politik Palestina, Ahmad Abu al-Heija, melihat bahwa pengambilalihan rumah-rumah warga memiliki dua tujuan utama.

“Pertama, untuk menggantikan kamp-kamp militer yang rawan menjadi sasaran serangan Iran dengan rumah-rumah warga yang dianggap lebih aman,” katanya kepada Al Jazeera.

Ia mengutip contoh di barat Kota Jenin, di mana tentara Israel meninggalkan satu kamp militer dan memilih menempati beberapa rumah warga di Desa Rummanah yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari kamp tersebut.

“Jika kamp itu diserang, para prajurit tidak akan ada di dalamnya,” jelasnya.

Menurutnya, tentara Israel kini sengaja menempatkan pasukan di dalam rumah-rumah warga atas asumsi bahwa bangunan sipil lebih kecil kemungkinannya untuk diserang.

“Warga biasanya diberitahu bahwa pendudukan rumah ini akan berlangsung dua minggu, meski bisa saja lebih lama,” tambahnya.

Penekanan psikologis dan ekonomi

Selain alasan militer, Abu al-Heija menilai ada dimensi psikologis dan ekonomi dari kebijakan ini.

“Penutupan dan pendudukan rumah dimaksudkan untuk menambah tekanan pada rakyat Palestina,” ujarnya.

Ia menyebutkan hambatan terhadap pergerakan truk logistik antarwilayah serta pembatasan masuknya barang dari Yordania.

Kondisi ini terjadi di tengah kenyataan bahwa warga Israel, baik di dalam wilayah Israel maupun di permukiman-permukiman ilegal di Tepi Barat, tetap bebas bergerak.

Hal ini, menurut Abu al-Heija, membantah klaim darurat keamanan yang dijadikan alasan Israel untuk memperketat wilayah Palestina.

“Padahal Tepi Barat tidak termasuk dalam wilayah operasi militer terhadap Gaza. Pembatasan pergerakan dan pendudukan rumah-rumah sipil tidak bisa dibenarkan secara hukum dan justru bertentangan dengan hukum internasional serta hukum humaniter,” katanya.

Teror psikologis

Jamal Jumaa, koordinator kampanye rakyat Palestina menentang tembok pemisah dan permukiman ilegal, menyebut tindakan ini sebagai bagian dari upaya menyebarkan ketakutan.

“Pendudukan rumah sejalan dengan penambahan jumlah pasukan Israel di Tepi Barat yang bertujuan memperketat pengawasan dan membatasi gerak rakyat,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan ini menyebabkan keresahan luas, termasuk pembelian bahan bakar dan sembako secara panik oleh warga yang khawatir akan krisis yang lebih besar.

“Rakyat Palestina tidak lagi mampu menanggung beban hidup di bawah pendudukan ini,” tegasnya.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis Jumat lalu, Otoritas Palestina melalui Badan Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman menyebut bahwa Israel telah menutup hampir semua akses masuk ke wilayah Palestina.

“Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi rakyat Palestina, terutama hak untuk bergerak dan mendapatkan layanan kesehatan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Badan itu juga mencatat, Israel kini telah membagi-bagi Tepi Barat dengan lebih dari 900 titik pemeriksaan militer, termasuk sekitar 160 gerbang logam tetap yang didirikan di berbagai pintu masuk permukiman dan desa.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular